In Artikel

(Beberapa waktu lalu, Jurnal Footage  menemukan sebuah perbincangan antara Jean Luc Godard dengan Fernando Solanas—sutradara Argentina—dalam majalah online Indianauteur (www.indianauteur.com) yang dimuat pada 18 Juni 2010. Wawancara ini dilakukan pada saat film La Hora de los Hornos (1968) yang disutradarai oleh Solanas diputar di bioskop-bioskop Eropa dan Amerika tahun 1969. Berikut rekaman wawancara tersebut.)

“Film ini telah menjadi detonator dari aksi yang sebenarnya dan juga sebagai agen yang memobilisasi para penonton tua. Selain itu, kami percaya pada apa yang Fanon mengatakan: Kita harus melibatkan setiap orang dalam berjuang untuk keselamatan kita bersama.” —Jean Luc Godard

solanas-godard

Jean-Luc Godard: Bagaimana kau memaknai filemmu, La Hora de los Hornos?

Fernando Solanas: Sebagai filem esai ideologis dan politis. Beberapa orang sudah bicara soal filem-buku dan ini benar sebab kita memasok informasi, unsur-unsur bagi perenungan, judul, dan bentuk-bentuk didaktika… Bangunan narasi dibentuk seperti dalam buku: pembuka, bab demi bab, penutup. Ini adalah filem yang bebas mutlak dari bentuk dan bahasanya. Kita sudah menggunakan semua hal yang penting dan berguna bagi tujuan-tujuan pendidikan: dari sekuen-sekuen langsung atau wawancara dengan orang lain yang bentuknya mendekati kisah, dongeng, atau lagu, bahkan montase konsep-konsep sebagai citraan. Subtitel filem itu menunjukkan karakter dokumenternya, ia dimaksudkan sebagai kenyataan, pengakuan, bukti nyata realitas khusus yang ingin mendidik dan menelisik. Ia adalah filem yang kontribusinya bersandar pada orientasinya; ia merujuk pada arahan, merujuk pada jalan. Sebab filem tidak dimaksudkan bagi setiap orang, ia tidak dimaksudkan kepada pemirsa yang meyakini ‘koeksistensi kultural’, tapi, di sisi lain, ia dimaksudkan kepada massa yang sebagian besar menderita neokolonialisme, sebab yang pertama mengatakan apa yang sudah diketahui massa. La Hora de los Hornos juga sebuah filem ‘Aksi’ anti-pertunjukan, sebab ia menyangkal dirinya sendiri sebagai sebuah filem dan membuka diri bagi perdebatan, diskusi dan pengembangan lanjutan kepada publik. Setiap pertunjukan menjadi tempat pembebasan, sebuah tindakan di mana manusia menjadi sadar keadaan dan kebutuhan bagi praksis lebih mendalam untuk mengubah keadaan tersebut.

Godard: Bagaimana ‘Aksi’ itu ditempatkan?

Solanas: Ada jeda-jeda di dalam filem, interupsi-interupsi di mana topik bahasan filem bisa digelontorkan dari layar ke ruang teater, yaitu, pada kehidupan, pada kekinian. Penonton tua, subyek pemilik, pengamat jauh, menurut pada filem tradisional yang dikembangkan dari konsep seni borjuis pada 1800an, bahwa non-partisipan, menjadi protagonis hidup, aktor sebenarnya dalam kisah filem dan dalam sejarah itu sendiri, sebab filem ini soal sejarah kekinian.

Dan ini adalah filem soal pembebasan, soal tahapan tak tuntas dalam sejarah kami; ia tidak akan menjadi apapun selain filem tak tuntas, sebuah filem yang terbuka pada masa kini dan masa depan tindak pembebasan ini. Itulah sebab kenapa filem ini harus diselesaikan oleh protagonis, dan kami tidak menghilangkan kemungkinan menambah catatan-catatan baru dan testimoni-testimoni filem jika di masa depan akan ditemukan kejadian-kejadian baru yang perlu disejalankan. ‘Aksi’ ini berakhir ketika partisipan memutuskan untuk mengakhiri.

Filem ini detonator tindakan, agen yang memobilisasi penonton tua. Lebih jauh, kami percaya pada apa yang dikatakan Fanon: ‘Jika kita harus melibatkan semua orang bagi penyelamatan bersama, tidak akan ada penonton, tidak akan ada orang bersalah. Kita mengotorkan tangan kita di paya-paya tanah kita dan dalam kekosongan pikiran kita.’ Setiap penonton itu pengecut sekaligus pengkhianat. Begitulah, kita tidak berhadapan dengan filem ungkapan,  ataupun filem komunikasi, tapi filem untuk pembebasan.

Godard: Masalah apa saja yang kau hadapi?

Solanas: Selain semua masalah yang biasa pada setiap produksi ekonomi. Aku bisa bilang bahwa masalah terbesar adalah mengatasi ketergantungan kami pada model-model sinematografis asing. Ini adalah ketergantungan, estetika pada dasarnya, dari filem-filem kami vis-à-vis filem Amerika dan Eropa, yang merupakan limitasi terbesarnya. Dan ini tidak bisa dipahami secara terpisah dari analisis situasi kultural Argentina. Kultur Argentina resmi, kultur Borjuis Neokolonial, adalah kultur imitasi, model-model penindas, borjuis imperialis. Bagian kultur filem-filem Argentina yang dibuat hari ini dibangun di atas model-model produktif, argumentatif dan estetika filem-filem yankee dan tidak memiliki penciptaan, tidak mencari dari kami sendiri. Ada penerjemahan, pengembangan atau penyalinan. Ada ketergantungan…

lahoradeloshornos-cap

Godard: Filem Amerika adalah filem untuk dijual…

Solanas: Tepat. Suatu filem yang terikat dengan pertunjukan dan bisnis; disiapkan untuk tunduk dan dikondisikan oleh eksploitasi kapitalis. Mengenai mode produksi cari-untung ini lahir di semua genre, teknik, bahasa dan bahkan durasi filem-filem hari ini. Ia ingin terpisah dari konsepsi-konsepsi ini, dengan persyaratan ini, yang memberi kami banyak kesulitan. Kami harus membebaskan diri kami: filem masuk akal jika kita bisa gunakan seperti seorang penulis atau pelukis menyelesaikan tugasnya.

Kami bisa mengeluarkan pengalaman mulai dari kebutuhan kami. Jadi kami memutuskan ambil risiko, untuk mencoba, mencari sebelum menyerahkan diri kami ke tuan-tuan ‘Seni Ketujuh’, yang hanya bisa mengungkapkan diri mereka melalui novel, cerita pendek atau drama. Kami mulai untuk membebaskan diri kami dari Visconti, Renoir, Giaconda, Resnais, Paves, dll… berjuang untuk menemukan bentuk, sebuah bentuk kami, bahasa kami, struktur kami… yang akan menyimpan kebutuhan pemirsa-pemirsa kami dan dengan kebutuhan pembebasan total manusia Argentina; artinya bahwa pencarian dalam media filem ini tidak hadir sebagai sebuah kategori estetika, tapi sebagai sebuah kategori pembebasan rakyat dan negara kami. Ini adalah cara filem baru dilahirkan yang memberi kami perengkuhan tema, novel atau konsep, pemikiran, pokok bahasan filem. Sejarah sebagai novel tunduk kepada sejarah yang dikisahkan dengan gagasan, bagi filem untuk dilihat dan dibaca, dirasa dan dipikir, sebuah filem penelitian setara dengan esai ideologis…

Godard: Peran apa yang bisa dimainkan filem ini dalam proses pembebasan?

Solanas: Paling awal, untuk menggulirkan informasi yang tidak kami miliki. Sarana komunikasi, mekanisme kultur, ada di tangan sistem dan dikendalikan olehnya. Informasi yang tersedia adalah informasi yang ingin disediakan sistem. Peran filem pembebasan itu, di atas segalanya, untuk menyiapkan dan menyebarkan informasi kami. Memastikan sekali lagi: apa yang menjadi milik mereka dan apa yang menjadi milik kami. Dari sudut pandang lain, keseluruhan konsep filem kami—filem terbuka, filem partisipasi, dll.—merujuk pada satu-satunya tujuan mendasar: untuk membantu membebaskan, untuk memerdekakan manusia. Seorang manusia yang ditindas, ditekan, dikekang dan dirantai. Ia adalah filem bagi pertempuran ini. Untuk membangkitkan tingkat kesadaran dan pemahaman sektor-sektor rakyat yang paling tak nyaman pada keadaan mereka. Apakah ia hanya akan meraih lingkaran terbatas? Mungkin. Tapi apa yang disebut filem massa hanya menggulirkan informasi yang diizinkan sistem, yaitu, menjadi instrumen pelarian, menghindari kebingungan. Filem pembebasan, di lain sisi, meraih, pada tahap ini, kelompok-kelompok kecil, tapi meraih mereka pada kedalaman luar biasa. Ia hadir dengan kebenaran, hadir lebih baik menyebarkan gagasan yang membantu pembebasan seorang manusia, ketimbang menyumbang pada kolonisasi massa-rakyat.

Godard: Orang Kuba bilang kalau tugas setiap revolusioner itu membuat revolusi. Apa tugas pembuat filem revolusioner?

Solanas: Menggunakan filem sebagai senjata, atau bedil, untuk mengubah kerja dirinya menjadi sebuah tindakan, menjadi sebuah tindakan revolusioner. Bagimu apa tugas dan komitmen ini?

hhornos2

Godard: Untuk bekerja penuh sebagai seorang militan, membuat lebih sedikit filem dan lebih banyak militan. Hal ini sulit sebab pembuat filem telah diajar di wilayah individualisme. Tapi, dalam filem juga penting untuk melihat persoalan berbeda…

Solanas: Pengalamanmu setelah ‘peristiwa Mei’ (Mei ’68) lebih hebat ketimbang apapun juga. Aku mau kau berbagi dengan kawan-kawan Amerika Latin kami.

Godard: ‘Peristiwa Mei’ telah memberi kami pembebasan fantastis. ‘Mei’ telah memaksa kebenarannya; ia memaksa kami berbicara lantang dan menyatakan persoalan dalam cara berbeda. Sebelum ‘Mei’, di Prancis sini, semua cendikia memiliki alibi yang membolehkan mereka hidup nyaman, yaitu, mendapat perawatan, apartemen… Tapi ‘Mei’ telah menciptakan persoalan sangat sederhana, yaitu perubahan gaya hidup kami, terpecah dari sistem. Bagi cendikia sukses, ‘Mei’membimbing orang pada keadaan bersejalan dengan pekerja yang harus mengabaikan pemogokan sebab ia berutang pada pedagang sembako selama empat bulan. Ada pembuat filem, seperti Truffaut, yang secara tulus berkata mereka tidak akan mengubah gaya hidup mereka, dan yang lain tetap memainkan peran ganda, seperti sutradara-sutradara di Cahiers…

Solanas: Apakah filem ‘bertujuan-Pengarang’ (Author-oriented) ini kategori filem borjuis?

Godard: Tepat. ‘Pengarang’ itu sesuatu seperti profesor di universitas…

Solanas: Bagaimana kau memaknai jenis filem ‘Pengarang’ ini secara ideologis?

Godard: Secara obyektif, filem-filem ‘Pengarang’ hari  ini bersekutu untuk reaksi…

Solanas: Siapa yang teguh di antaranya?

Godard: Fellini, Antonioni, Visconti, Bresson, Bergman…

Solanas: Kalau yang muda?

Godard: Di Prancis, Godard sebelum Mei, Truffaut, Rivette, Demy, Resnais…semuanya… Di Inggris, Lester, Brooks… di Italia, Pasolini, Bertolucci…terakhir Polanski…semuanya.

Solanas: Kau pikir para pembuat filem ini berintegrasi dengan sistem?

Godard: Ya, mereka terintegrasi dan mereka tidak ingin melepas diri…

Solanas: Dan pembuatan filem yang lebih kritis, apa itu itu dibiayai oleh sistem?

Godard: Ya, filem-filem ini juga dibiayai oleh sistem sebab mereka tidak cukup kuat dalam hubungan dengan potensialitas integrasi mereka. Contohnya, ‘Newsreel’ Amerika sama miskinnya dengan kau dan aku, tapi jika CBS menawarkan mereka $10.000 untuk memutar satu dari filem-filem mereka, mereka akan menolak karena mereka akan terintegrasi…dan kenapa mereka bisa terintegrasi? Sebab struktur televisi Amerika itu begitu kuat dan melingkupi sistem semua tayangan mereka. Satu-satunya cara di mana kita akan kembali pada TV di AS adalah dengan tidak memuat apapun selama dua atau empat jam yang dibayar persis oleh stasiun TV untuk penayangan dan peliputan. Di Hollywood mereka menyiapkan filem tentang Che Guevara, dan bahkan ada filem bersama Mao Tse-Tung…filem-filem Newsreel itu. Kalau semua itu akan ditayangkan oleh TV Prancis, filem-filem itu tidak akan tersedia, setidaknya bukan semua sebab filem-filem itu berasal dari negara lain… Sama halnya dengan filem-filemku, yang di sini tersedia, memiliki nilai tertentu di Amerika Latin.

hhornos3

Solanas: Aku tak sependapat dengan hal terakhir yang kau katakan. Aku percaya bahwa ketika sebuah filem nasional berhadapan dengan sebuah bahasan dari sudut pandang kelas tertindas, ketika ia jelas dan mendalam, ia lantas menjadi tak tercerna oleh sistem… aku tidak percaya kalau CBS akan membeli sebuah filem soal ‘Kekuatan Orang Hitam’ atau filem soal Carmichael[1] bicara pada Orang Hitam soal kekerasan, atau bahwa TV Prancis akan menayangkan sebuah filem tentang Cohn-Bendit[2] bicara soal apapun yang ia yakini… Di negara kami, ada banyak hal yang dibolehkan ketika mereka merujuk pada persoalan luar negeri, tapi ketika persoalan sama bersifat internasional, disebabkan oleh sifat alamiah politik mereka, filem-filem itu tidak bisa diserap…Beberapa bulan sebelumnya, sensor mencegah Strike dan October Eisenstein… Di lain sisi; kebanyakan filem ‘bertujuan-Pengarang’ berhubungan dengan persoalan-persoalan borjuis dari segala sudut pandang borjuis. Mereka tidak hanya diserap oleh sistem, mereka juga menjadi model estetika dan tematik bagi pembuatan filem ‘Pengarang’ neokolonial di negeri kami.

Godard: Aku sepakat. Tapi, di Prancis sini, ketika politik menjadi sulit bagi mereka, (sistem) tidak lagi menyerap seperti dulu… Inilah masalah dalam filemmu, yang aku yakin tidak akan diserap, dan akan disensor… Tapi ini bukan hanya di wilayah politik di mana peristiwa penyerapan terjadi, ini juga terjadi di wilayah estetika.

Filemku yang paling sulit diserap adalah yang terakhir kubuat di dalam sistem, ketika estetika berubah politis, seperti dalam Weekend dan La Chinioise… Sebuah posisi politik harus berpadu dengan posisi estetik. Kita tidak harus membuat sinema ‘bertujuan-Pengarang’, tapi sebuah sinema ilmiah. Estetika harus juga dipelajari secara ilmiah. Setiap penelisikan dalam ilmu pengetahuan, seperti dalam seni, bersejalan dengan politik, meski jika kau mengabaikannya. Dalam cara sama sebab mereka merupakan penemuan ilmiah, mereka menjadi penemuan estetik. Inilah sebab kenapa kita harus benar-benar sadar akan pilihan peran dan komitmen kita. Antonioni, sebagai contoh, di saat tertentu meraih beberapa kerja yang bisa diterima, tapi sekarang tidak lagi… Ia tidak meradikalisasi dirinya. Ia membuat filem mengenai mahasiswa seperti akan dilakukan di Amerika Serikat, tapi ia tidak membuat filem yang berasal dari mahasiswa.

… Pasolini punya bakat, berbakat sekali. Ia tahu bagaimana membuat filem mengenai topik tertentu seperti seseorang yang belajar komposisi di sekolah…Sebagai contoh, ia bisa membuat puisi indah tentang Dunia Ketiga… Tapi bukanlah demi Dunia Ketiga ia membuat puisi itu. Lalu, aku percaya pentingnya menjadi Dunia Ketiga dan bahwa suatu hari Dunia Ketiga itulah yang akan membuat puisinya sendiri dan jikalau kau salah satu orangnya, jelas disebabkan kau adalah seorang penyair dan kau harus tahu bagaimana melakukannya… seperti katamu, sebuah filem harus jadi senjata, jadi bedil … Tapi masih ada orang di kegelapan dan mereka perlu lebih banyak dari sekadar senter saku untuk menerangi sekeliling, dan inilah tepatnya peran teori… Kita perlu analisis Marxis, tidak membuat analisis teoretis, tapi analisis dalam pengertian produksi, sehingga akan ada filem di manapun. Hanya Eisenstein dan Dziga Vertov yang melingkupi diri mereka dengan topik ini.

La-hora-de-los-hornos

Solanas: Bagaimana kau membuat filem sekarang? Kau punya produser?

Godard: Aku tidak pernah punya produser. Aku punya satu atau dua teman produser, tapi aku tidak pernah bekerja dengan rumah-rumah produksi biasa. Saat aku melakukannya, itu sebuah kesalahan… Sekarang jadi mustahil bagiku. Aku tidak tahu bagaimana yang lain melakukannya. Aku lihat beberapa kawan, seperti Cournot atau Bertolucci, sebagai contoh, yang terpaksa membunyikan bel di rumah seorang tolol untuk menyimpan karya mereka. Tapi aku tidak pernah melakukannya. Sekarang aku produser dari apapun yang kumiliki… dan aku membuat filem lebih banyak ketimbang sebelumnya, sebab aku membuat filem dalam banyak cara, dengan 16mm, atau dengan perangkat TV kecil milikku… dan berbeda pula dalam pengertian lain, meski jika hal ini terdengar tidak masuk akal untuk menggunakan contoh-contoh orang Vietnam. Aku merujuk pada bagaimana orang Vietnam menggunakan sepeda dalam pertempuran atau pemberontakan. Di sini pesepeda juara tidak bisa menggunakan sepeda seperti yang dilakukan orang Vietnam. Jadi, aku mau belajar menggunakan sepeda seperti orang Vietnam. Aku punya banyak pekerjaan dengan sepedaku, banyak pekerjaan di depan, dan inilah yang harus kulakukan, harus kukerjakan. Inilah kenapa sekarang aku membuat begitu banyak filem. Tahun ini aku membuat empat filem.

Solanas: Apa beda antara yang biasa kau lakukan dengan jenis filem yang kau buat sekarang?

Godard: Sekarang aku mencoba membuat filem yang secara sadar berupaya untuk terlibat dalam perjuangan politik. Awalnya hal ini dilakukan tanpa sadar, sentimentalis… Aku dulu ada di Kiri. Jika kau senang, meski aku mulai dari sebuah posisi di kanan, dan juga karena aku dulu seorang borjuis, seorang individu. Setelah itu aku berkembang secara psikologis ke Kiri, sampai aku mencapai bukan posisi sebagai ‘kiri parlementer’, tapi ‘kiri revolusioner’, teradikalisasi, dengan semua kontradiksi yang terlibat di dalamnya…

Solanas: Dan secara sinematografis?

Godard: Secara sinematografis, aku selalu berusaha untuk melakukan yang tidak pernah dilakukan, meski ketika aku bekerja dengan sistem. Sekarang aku mencoba untuk konsisten. ‘Apa yang tidak pernah dilakukan’ oleh perjuangan revolusioner. Awalnya, pencarianku merupakan perjuangan individu. Sekarang aku mau tahu: jika aku salah, kenapa aku salah, dan jika aku benar, kenapa aku benar. Aku mencoba melakukan hal itu yang sampai sekarang belum selesai karena semua yang telah selesai hampir seluruhnya imperialis. Sinema Timur adalah sinema imperialis; sinema Kuba—dengan pengecualian Santiago Alvarez dan satu atau dua pembuat filem dokumenter—adalah sinema yang berselingkuh dengan model imperialis.

Seluruh sinema Rusia telah berubah cepat menjadi imperialis, ia menjadi birokratis, dengan pengecualian keduanya adalah tiga orang yang telah bergelut melawan hal ini: Eisenstein, Dziga Vertov dan Meterkin, yang sama sekali tidak dikenal… Sekarang aku membuat sinema dengan para pekerja, aku melakukan apa yang mereka inginkan secara ideologis, tapi aku juga berkata: ‘Awas!’ Sebagai tambahan penting untuk membuat jenis filem-filem ini, mereka tidak ada di Sundays yang menyokong filem-filem busuk dari sistem. Ini adalah kewajiban kita dan cara kita untuk membantu ‘Perjuangan para pembuat filem.’ Singkatnya, aku sudah mencapai kesimpulan bahwa wilayah gambar hidup begitu membingungkan dan rumit, penting untuk membuat filem dengan orang yang bukan pembuat filem, dengan orang yang tertarik pada apa yang mereka lihat di layar berhubungan dengan diri mereka sendiri.

pino-solanas

Solanas: Kenapa kau bekerja dengan orang yang tidak bersinggungan dengan pembuatan filem?

Godard: Sebab dengan merujuk pada bahasan pembuatan filem ini merupakan sebagian kecil dari individu, di Holywood atau Mosfilm, atau di manapun yang memaksakan bahasa mereka, ceramah mereka, pada seluruh penduduk, dan ini tidak cukup untuk menghindar dari kelompok kecil ini dan berkata, ‘Aku membuat sinema berbeda’… Sebab orang masih memiliki ideal yang sama tentang pembuatan filem. Inilah sebab kenapa untuk mengatasi hal ini, orang harus menciptakan kesempatan bagi mereka yang tidak memilikinya, sebuah kesempatan untuk membuat ceramah sinematografis… Hal luar biasa mengenai peristiwa Mei lalu di Paris terjadi ketika orang mulai menulis di tembok-tembok…

Satu-satunya yang memiliki hak untuk menulis di tembok ada para pengiklan…Orang dibuat percaya bahwa tulisan di tembok itu kotor dan jelek, tapi aku juga memiliki dorongan untuk menulis di tembok dan aku menyimpannya sejak ‘Mei’… Sekarang tidak lagi sebuah gagasan anarkistis tapi sebuah hasrat mendalam… Dalam pembuatan filem juga penting untuk memulai hal baru… Aku membuat filem dengan mahasiswa bicara soal para pekerja dan jelas sekali: mahasiswa bicara sepanjang waktu dan para pekerja tidak… Tapi di mana kata-kata mereka? Bukan di koran, bukan di filem. Di mana kata-kata rakyat sebanyak 80 persen itu? Kita harus membiarkan kata mayoritas diungkapkan. Itulah sebab aku tidak mau menjadi milik minoritas yang bicara soal apa yang ingin dikatakan suara 80 persen… Ini sebab aku tidak mau membuat filem dengan orang filem tapi dengan orang yang mengisi mayoritas besar kemanusiaan…

 

La Hora de Los Hornos

http://video.google.com/videoplay?docid=2748716891086266503

– – – – – – –

Tentang Fernando Solanas

Fernando Ezequiel ‘Pino’ Solanas lahir pada 16 Februari 1936, di Buenos Aires Argentina. Ia ada seorang sutradara, penulis dan sekaligus politisi. Solanas belajar teater, musik dan hukum. Filem pertamanya berupa filem pendek berjudul Seguir Andando (1962). Pada tahun 1968, Solanas memproduksi filem panjang pertamanya La Hora de los Hornos, sebuah dokumenter tentang neo-kolonialisme dan aksi kekerasan di kawasan Amerika Latin.  Meski mendapatkan penolakan dan sensor ketat, filem ini didistribusikan melalui jalur alternatif. La Hora de los Hornos mendapatkan penghargaan internasional dan diputar diberbagai negara. Solanas menerima penghargaan Special Jury Award dan Critic Award pada Venice Film Festival dan Best Director di Cannes Film Festival. Pada tahun 2004, ia menerima Golden Bear di Berlin Film Festival. Beberpa filem Fernando Solanas; La Hora de los Hornos (1968), Tangos: el Exilio de Gardel (1985), Sur (1988), El Viaje (1992), La Nube (1998), Memorias del Saqueo (2004), dan banyak lainnya.

Fernando Solanas adalah seorang aktifis. Ia adalah pemimpin Grupo Cine Liberación—sebuah gerakan revolusioner sinema Agentina pada tahun 1970an yang menyuarakan politik dan hati nurani. Solanas adalah seorang Peronis. Ia banyak mendapat ancaman dari gerakan sayap kanan di tahun 1970-an, salah satu aktornya dibunuh dan ia pun hampir diculik. Solanas bersama Octavio Getino membuat manifesto “Hacia un tercer cine (Toward a Third Cinema)”, yang melawan sinema Hollywood dan gaya sinema ‘auteur’ Eropa. Manifesto ini banyak menginspirasi sutradara-sutradara dari negera-negara berkembang.

Pada tahun tahun 1976, Solanas mengasingkan diri di Paris dan kembali lagi ke Agentina pada 1983 saat negara ini telah menjadi demokrasi kembali. Ia terus memproduksi filem-filem bertemakan politik. Ia adalah seorang pengkritik kebijakan Carlos Menem (Presiden Argentina 1989-1999). Pada 21 Mei 1991, ia menjadi korban penembakan setelah tiga hari sebelumnya mengeluarkan kritik pedas kepada pemerintah. Pada 1992, Solanas menjadi salah seorang senator untuk Buenos Aires. Pada bulan Oktober 2007, Solanas maju sebagai kandidat presiden melalui Partai Sosialis (Authentic Socialist Party) pada pemilihan presiden Argentina 2007. Ia hanya mendapatkan 1,58% suara dari rakyat Argentina.

Filemografi Fernando Solanas; La Tierra Sublevada (2009), La Próxima Estación (2008), Argentina Latente (2007), La Dignidad de Los Nadies (2005), Memoria del Saqueo (2004), Afrodita, el Sabor del Amor (2001), La Nube (1998), El Viaje (1992), Sur (1988), El Exilio de Gardel (Tangos) (1985), Los Hijos de Fierro (1975), Perón: Actualización Política y Doctrinaria para la Toma del Poder (1971), Perón, la Revolución Justicialista (1971), Argentina, Mayo de 1969: Los Caminos de La Liberación (1969), La Hora de Los Hornos (1968), Reflexión Ciudadana (1963) dan Seguir Andando (1962).

 

 


[1]Kwame Ture (29 Juni, 1941-15 November, 1998), juga dikenal sebagai Stokely Carmichael, seorang keturunan Trinidad-Amerika yang merupakan aktifis kulit hitam di gerakan Gerakan Hak Sipil Amerika tahun 1960an. Ia muncul ke permukaan saat menjabat sebagai pemimpin Student Nonviolent Coordinating Committee (SNCC, baca: “snick”) dan kemudian sebagai “Perdana Meneteri Kehormatan” Partai Black Panther. Dulunya ia seorang integrasionis, lalu terafiliasi dengan nasionalis kulit hitam dan gerakan Pan-afrikanis. Ia mempopulerkan istilah “Black Power”.—Catatan Redaksi.

[2]Daniel Marc Cohn-Bendit (lahir 4 April 1945) adalah seorang politisi Jerman, aktif di Prancis dan Jerman, dan seorang pemimpin gerakan mahasiswa selama kekacauan Mei 1968 di Prancis. Pada waktu itu ia juga dikenal sdengan sebutan Dany le Rouge (Si Merah Danny, karena kecenderungan politik dan wakrna rambutnya). Sekarang ia menjabat sebagai co-president kelompok European Greens–European Free Alliance in the European Parliament (Eropa Hijau-Aliansi Bebas Eropa di Parlemen Eropa). Kini ia dikenal dengan sebutan Dany le Vert (Si Hijau Danny), karena perjuangannya bagi ekologi. –Catatan Redaksi.

Recommended Posts

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Start typing and press Enter to search