In Artikel

Ada lubang besar menganga di lantai rusun yang ditempati Jejaka. Perempuan yang menghuni tepat di bawahnya mengeluhkan air yang terus menetes dari atas, membuat tempat tinggalnya becek dan kotor. Lubang di lantai Jejaka tadi adalah jejak perbaikan saluran pipa air yang tidak selesai dikerjakan tukang ledeng. Di saat yang sama, dari televisi terdengar bahwa ada penyakit misterius yang menyerang Taiwan. Baik penyakit dan virus ini tidak diketahui namanya, namun memiliki dampak mengubah perilaku manusia seolah-olah menyerupai kecoa; merangkak, takut cahaya dan hidup di tempat gelap, kotor juga lembab. Seperti penyakit itu, Jejaka dan Perempuan juga tidak memiliki nama.

Jejaka diperankan oleh Lee Kang-sheng, sementara Perempuan oleh Yang Kuei-Mei. Walaupun tanpa nama, mereka adalah tokoh utama di filem The Hole (1998) karya Tsai Ming-Liang. Bersama Tsai Ming-Liang, mereka juga bekerja sama di filem Vive L’Amour (1994), The River (1997), Goodbye, Dragon Inn (2003), The Wayward Cloud (2005) dan Face (2009).

The Hole (Tsai Ming-Liang, 1997)

*

Saya masih berada di sekolah dasar saat pergantian milenium tahun 2000 setelah masehi, namun, saya masih ingat keributan yang terjadi saat itu. Melalui media cetak dan televisi dikabarkan ada kekhawatiran pergantian milenium akan berdampak pada kacaunya sistem komputerisasi yang sudah dibangun sejak pertengahan abad 20. Arsitektur penyimpanan data digital didesain hanya mengenali dua digit angka belakang tahun atas alasan efisiensi kapasitas byte. Sehingga, ketika data yang masuk adalah 00, mesin akan membacanya sebagai 1900, bukan 2000. Dampaknya adalah kekacauan dalam sistem penyimpanan dan perpindahan data. Sebuah kiamat kecil bagi keberjalanannya roda kapitalisme global. Fenomena Millennium Bug atau juga disebut dengan Y2K itu memang tidak benar-benar terjadi sebagai layaknya sebuah bencana. Tidak ada dampak signifikan dari Y2K, namun dari fenomena tersebut kita bisa melihat bagaimana manusia modern membayangkan bencana saat menyongsong pergantian milenium.

Kegelisahan terhadap pergantian milenium ini juga ditangkap dalam filem The Hole. Filem ini dikomisikan oleh rumah produksi Prancis Haut et Court dalam proyek berjudul 2000 Vu Par… di tahun 1998. Proyek ini mencoba melihat penggambaran pergantian milenium dari berbagai lokasi. Ada sepuluh sineas yang turut ambil bagian; Tsai Ming-Liang adalah salah satunya. Visi Tsai Ming-Liang terhadap pergantian milenium modern ditandai dengan kemunculan pagebluk misterius. Bukan ‘penyakit’ digital seperti Y2K, tapi penyakit yang benar-benar menginfeksi tubuh manusia.

*

Hunian bertingkat bisa dikatakan salah satu corak karakteristik dari lanskap perkotaan. Dia ada untuk menyiasati kebutuhan ruang tinggal urban. Posisi tinggal yang vertikal ini, ketika difilemkan, tentu mengandung potensi dramatik yang filemis, yang terhubung pula dengan kondisi kultural di lokasi tersebut.

The Hole (Tsai Ming-Liang, 1997)

The Hole hampir seluruhnya berlatar di hunian bertingkat. Hanya sesekali latar berpindah ke pasar basah tempat Jejaka berjualan berbagai aneka pangan. Hunian ini tidak dijelaskan posisi sosialnya, juga institusi yang menggerakkannya; apakah dimiliki swasta atau proyek hunian pemerintah? Namun, yang bisa kita lihat adalah bentuk ruang di hunian tersebut terkesan monoton dan seakan tidak terawat. Keberadaan bangunan yang demikian bisa dilihat sebagai dua hal; pertama Tsai Ming-Liang ingin menciptakan penggambaran realisme yang kongkret terhadap ruang hidup beberapa masyarakat Taiwan, kedua bahwa ruang tersebut dikondisikan untuk mengikuti kebutuhan dramatik filem, yaitu menciptakan penggambaran iklim akhir zaman yang juga ditandai oleh munculnya pagebluk dan hujan yang tidak kunjung usai. Tegangan antara dua dimensi ini—yaitu representasi realitas dan kebutuhan dramatik—semakin diperkuat dengan tindakan para penghuni rusun yang membuang sampah sembarangan ke bawah seperti jatuhnya air hujan sebagai bentuk protes atas ketidakbecusan pemerintah dalam menangani pagebluk. Hal tersebut membuat keberadaan ruang dalam hunian bertingkat ini semakin memiliki makna politis.

Hunian bertingkat dalam Rear Window (1954) adalah sarana bagi Alfred Hitchcock menajamkan estetika voyeur dan refleksinya terhadap tatapan dalam sinema. Dari balik jendela, seorang laki-laki yang patah kakinya mengamati satu persatu tetangganya melalui binokular dan lensa. Sementara itu, jendela di The Hole selalu tertutup gorden. Tiap penghuni seakan-akan hidup dalam kesepiannya masing-masing, sebelum diganggu oleh sebuah lubang.

Rear Window (Alfred Hitchcock, 1954)

Hollywood tertarik pada ide-ide besar, diceritakan dengan cara-cara yang megah pula. Mereka tidak tertarik dengan, apakah air ledeng di dapur Jefferies—tokoh utama di Rear Window yang dimainkan oleh James Stewart—bocor? Ruang domestik dalam Hollywood acapkali digambarkan berjalan stabil hingga seakan tidak perlu menjadi soal. Hollywood tidak ingin penonton yang rumahnya bocor menonton filem tentang kebocoran di dalam rumah, begitupun sebaliknya. Hollywood berdiri atas dasar untuk mengalihkan penonton pada kenyataan keseharian, lalu membuai mereka untuk masuk ke dalam ilusi atau kenyataan filemis. Bukan ‘slice of life’ namun ‘piece of cake’, menurut Hitchcock.[1]

Hunian bertingkat, bagi Nya’ Abbas Akup adalah representasi dari kesenjangan kelas di Jakarta. Sementara orang-orang kelas menengah ke bawah tinggal berdesak-desakan secara vertikal, orang kaya tinggal di hunian yang lapang dan luas. Lucunya, filem Cintaku di Rumah Susun (1987) juga mengungkapkan satu konflik yang serupa dengan The Hole, yaitu kebocoran air dari lantai penghuni atas. Zuleha yang diperankan oleh Eva Arnaz sengaja membuka lubang di kamar mandinya untuk menganggu penghuni yang ada di bawahnya. Lubang sebagai gangguan, yang hanya dimungkinkan dalam konflik penceritaan di hunian bertingkat.

Cintaku di Rumah Susun (Nya’ Abbas Akup, 1987)

*

Lubang acapkali dianggap sebagai suatu gangguan; sebuah bentuk tidak wajar yang merusak geometri, estetika juga fungsi dan seharusnya tidak ada perlu ada di sebuah lapisan permukaan dan tidak pada tempatnya. Keberadaannya seakan melanggar kenormalan, kecuali bila lubang itu memiliki kegunaan yang jelas, seperti sebagai tempat masuknya bola di lapangan golf, atau sebagai legitimasi kekuasan di Museum Penghianatan PKI.

The Hole (Tsai Ming-Liang, 1997)

Lubang dalam The Hole muncul tidak sengaja dan mengintervensi kedua orang yang hidup di antaranya. Namun selain sebagai gangguan, lubang juga menjadi jendela; tidak hanya jendela dalam artian voyeur seperti Rear Window, namun, sebagai medium untuk berkomunikasi antar ruang yang terpisahkan sekat. Komunikasi di sini tidak selalu berarti ungkapan verbal yang diutarakan oleh Jejaka dan Perempuan, namun, juga tentang bagaimana mereka saling berinteraksi dan bertukar makna melalui dan terhadap lubang tersebut secara gestural dan performatif. Jejaka berusaha memperbaiki lubang tersebut; lalu bermain-main dengan dijadikan asbak atau memasukan kakinya ke dalam lubang itu, Perempuan mengetuk-ngetuk lubang dengan gagang sapu, lalu berusaha menutupnya dengan lakban, hingga akhirnya lubang berganti fungsi sebagai penghimpun. Makna lubang menjadi transformatif; mereka berdua disatukan melalui lubang yang sama yang coba mereka tutup sebelumnya.

Keberadaan air yang mengucur di dalam ruangan, lalu ditampung dengan ember memang sudah menjadi pemandangan yang khas di filem Tsai Ming-Liang. Namun dalam The Hole, air, lubang dan bentuk ruang menciptakan satu konsekuensi logis dalam bangunan filemnya. Permasalahan domestik itu, dibungkus dengan polemik eksternal yang jauh lebih besar yaitu pagebluk.

The Hole (Tsai Ming-Liang, 1997)

*

Seperti Perempuan dan Jejaka yang ruang domestiknya diintervensi oleh lubang, presepsi kita sebagai penonton juga diintervensi oleh kehadiran lubang, atau celah yang berwujud lain. Bentuknya tidak geometris atau fisik seperti yang ada di lantai Jejaka, namun lubang ini cukup mengguncang proses keberjalanan persepsi filem. Lubang tersebut adalah sekuen nyanyian dan tarian yang seakan membuat konstruksi naratif menjadi berrongga. Terdapat lima sekuen musikal dengan latar ruang yang berbeda, namun tetap berada di dalam gedung rusun tersebut. Sekuen ini menciptakan satu klaster baru yang seakan-akan terpisah dengan keseluruhan gambaran aktual, yaitu lanskap keseharian di rumah susun saat pagebluk. Sekuen musikal tersebut memainkan musik dari Grace Chang, penyanyi kelahiran Nanjing, Cina yang populer di era 1950-1960-an di Hongkong juga Taiwan kala itu. Musik Grace Chang dimainkan secara suai bibir oleh Yang Kuei-Mei. Walaupun terlihat membentuk klasternya sendiri, tapi klaster itu memiliki hubungan yang saling bersambut dengan konstruksi naratif secara keseluruhan. Amy Herzog, melalui tulisannya yang berjudul Becoming-Fluid: History, Corporeality, and the Musical Spectacle[2] menjelaskan bahwa klaster musikal ini berdiri di wilayah ‘citra-citra-mimpi’(dream-images) kolektif, yang lahir dari keterhubungan antara tubuh tokoh-tokohnya dengan tubuh ruangan yang ditinggalinya. Konteks ‘citra-citra-mimpi’ yang digunakan oleh Amy Herzog merujuk langsung pada konsepsi ‘dream-images’ Gilles Deleuze, yang berarti bahwa klaster musikal ini adalah bagian dari virtualitas di dalam filem yang terhubung langsung dengan kesementaraan citra-citra aktual.

The Hole (Tsai Ming-Liang, 1997)

Yang menarik dari mimpi yang dihadirkan oleh Tsai Ming-Liang adalah penonton tidak pernah diperlihatkan secara gamblang bahwa sekuen—atau dalam konteks tulisan ini klaster—itu adalah mimpi. Keberadaanya hadir begitu saja di antara keseharian di dalam rusun tersebut. Tidak ada adegan atau sekuen yang dengan jelas memperlihatkan bahwa tokoh-tokoh tersebut sedang bermimpi dan kluster musikal adalah bagian dari proses mimpi tersebut. Hal tersebut justru semakin membaurkan dimensi antara yang aktual dan virtual karena yang virtual hanya diindikasikan oleh keganjilan interaksi gestur di rumah susun yaitu menari dan bernyanyi juga kostum yang dipakai. Virtual dan aktual juga berada setara dan tidak saling menafikan satu sama lain. Keberadaannya saling mengisi dan berbalas. Virtual memperlihatkan keceriaan, merayakan ikon kultur populer sementara aktual menunjukkan kejenuhan, serta kesendirian kehidupan di rusun pada masa pagebluk. Kombinasi keduanya adalah sebuah pertunjukan elegi dan burlesque yang berpanggungkan lantai dan tembok kumuh gedung rusun.

The Hole (Tsai Ming-Liang, 1997)

Bila kita kembali pada perbincangan terhadap keberadaan dan fungsi lubang di bagian sebelumnya, maka tegangan antara yang virtual dan aktual ini juga hanya dimungkinkan oleh kehadiran lubang tersebut. Lubang menjadi penghubung langsung keduanya karena dimensi virtual tersebut hanya terjadi ketika ruang hidup Jejaka dan Perempuan diganggu, atau mungkin lebih tepatnya disatukan, oleh lubang. Tegangan tersebut lalu diakhiri dengan unifikasi keduanya melalui adegan menari di atas lubang, menjadikan The Hole sebuah penggambaran dan interpertasi puitik terhadap singularitas ruang dan permasalahan domestik yang umum dialami masyarakat urban.

 


[1] Haeffner, N. (2005). Alfred Hitchcock (p. 56). Harlow: Pearson Education.
[2] Rodowick, D. (Ed.). (2009). Afterimages of Gilles Deleuze’s Film Philosophy.

Recent Posts

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Start typing and press Enter to search