In Artikel

PANTIKAN ORNAMENTAL DALAM Change of Fortune sebenarnya sudah begitu mencolok sejak ceritanya dimulai. Pada lima menit pertama film ini, kita—kalau bukan menikmati—sudah diganggu oleh permainan auditori genial Muratova dalam “stilisasi percakapan” antara Maria dan Alexander. Menurut saya, sebagai pembuka, konstruksi adegan ini relatif lebih kompleks jika dibandingkan dengan adegan pembuka di empat film terdahulunya.

Muratova memang kerap menyertakan bumbu-bumbu tertentu untuk mencapai montase yang tak lazim. Tapi, intensi untuk membangun karakter, dalam proporsi yang sangat halus, masih bisa kita tangkap di dalam monolog Valentina (pembuka Brief Encounter), lamunan Shasha (pembuka The Long Farewell), perkenalan Misha dengan Lyuba dan Koyla di jalanan berlumpur (pembuka Getting to Know the Big, Wide World), dan—apalagi—bidikan close-up depresif wajah-tertutup-tangan si hakim (pembuka Among Grey Stones).

Terkait empat film terdahulunya itu, kita bisa merangkum di sini bahwa, dari segi formal, adegan pembuka di film pertama dan ketiga memang menekankan relasi materialistik (hubungan subjek dengan dunia material) di level substansi-intrinsik, sedangkan film keempat mengajukan relasi haptikal pada level yang sama. Adegan pembuka film kedua, sedikit berbeda, mempersoalkan ihwal material di level yang lebih tepat disebut “meta-substansi” karena yang justru patut “dibicarakan” sebagai “material” adalah shot demi shot dari film itu sendiri sehingga penekanan interpretasinya adalah pada cara si sutradara memperlakukan (menyusun) shot demi shot yang ia gunakan.

Bagaimanapun, dari segi naratif, bangunan karakteristik tokoh-tokoh dalam adegan pembuka di keempat film itu, bisa dibilang, tetap mempunyai kontinuitas—kalau bukan konsistensi—hingga ke sekuen-sekuen selanjutnya. Oleh karenanya, aspek naratif mereka (walaupun hadir dalam sifatnya yang “tertangguhkan”—menjauhi resolusi) masih merupakan elemen yang bukan subordinat terhadap bentuk filmisnya.

Sementara itu, adegan “percakapan sembunyi-sembunyi” antara Maria dan Alexander di awal film Change of Fortune agaknya mengindikasikan sebuah intensi yang berbeda. Anggapan soal perbedaan intensi ini mengemuka bukan saja karena, nantinya—setelah menyimak perkembangan ceritanya di dalam film—kita mau tak mau akan menyimpulkan bahwa karakteristik asli Maria sangat berkebalikan dengan apa yang “sedang dibangun” di adegan pembuka ini (yang berarti bahwa: ada semacam diskontinuitas dari bangunan karakternya secara naratif), tetapi juga karena metode dan gaya ungkap yang Muratova terapkan untuk memulai kisah perselingkuhan si protagonis. Di sini, di adegan ini, Muratova seolah sedang mewujudkan suatu jenis euritimi—berdasarkan tubrukan suara-suara yang ada—ke dalam bentuk histerisasi verbal dan gestural.

Kira Muratova, "Change of Fortune", 1987.

Seturut dengan interpretasi di atas, adegan pembuka Change of Fortune juga dapat kita pahami bersifat “polifonis” dalam bentuk gamblangnya: suara off-frame dari percakapan perempuan (Maria) dan laki-laki (Alexander) yang beradu dengan suara lolongan serigala dari kejauhan, berhimpit dengan suara on-frame dari grasah-grusuh, gelisah, dan—dalam derajat tertentu—juga tertekan, yang penuh emosi tapi sekaligus bergairah, dari kedua tokoh tersebut. Semua suara itu beriringan pula dengan suara langkah kaki kedua subjek on-frame yang berjalan dan/atau berlari mondar-mandir di sekitaran taman, dan juga dengan suara off-frame gemericik air. Sementara, aksi Alexander mengejar-mengikuti Maria (dan sebaliknya), serta gerakan perlahan Alexander yang memeluk dari belakang Maria yang duduk terlelap di kursi, memperkaya sifat polifonis adegan ini secara visual karena gerak kedua subjek (baik yang cepat maupun yang lambat) tampak seolah “merespon” atau “mengikuti” suasana (mood) baik modus, tempo, maupun tonal dari suara-suara yang kita dengar—karenanya terasa seperti euritmi.1

Karena polifonis maka adegan itu pun terasa mempunyai konstruksi yang kontrapuntal, dalam artian bahwa setiap elemen auditori dan visualnya mempunyai interdependensi “musikal”. Pun demikian, jika kita simak lebih jauh melalui perspektif ini, “percakapan perselingkuhan” tersebut bisa dibilang mendekati suatu bentuk yang lebih tepat disebut Harmoni2 ketimbang sekadar Kontrapung, di mana suara dialog off-frame menjadi lini (tema) melodik utama dalam konstruksinya.

Tentunya Anda akan berpikir bahwa, pada kenyataannya, hampir semua film bersuara sejak zaman dahulu sampai sekarang juga menumpangtindihkan suara pada visual, dan bahwa hal itu adalah teknik sinematografi yang umum. Akan tetapi, yang menurut saya berbeda dari adegan pembuka Change of Fortune adalah, perpaduan auditori-visual—off-frame dan on-frame—di sini terasa sengaja diniatkan oleh Muratova untuk menjadi “peristiwa bebunyian konstruktif” ketimbang adegan naratif semata. “Keberbunyian”-nya itu memang bisa dibilang mengadaptasi logika “musikal”, tetapi ia tidak serta-merta hadir sebagai musik (dan tidak pula tampil sebagaimana adegan drama di “film-film musikal”). Pemahaman kita ke arah itu bukan tanpa alasan, karena bentuk dari dialog “percakapan sembunyi-sembunyi” Maria dan Alexander itu sendirilah yang merangsang penafsiran semacam ini.

Meneliti isi dan bunyi ucapan dari suara percakapan off-frame tersebut, kita agaknya tak akan bisa mengabaikan rima-irama, dan bahkan juga metrik, dari jalinan fona pada setiap kata yang ditata ke dalam birama tertentu. Bunyi-bunyi kontoid dan vokoid yang terucap dari mulut tokoh perempuan—contohnya “И вот разбужена дерзким поцелуем.” [“I vot razbuzhena derzkim potseluyem.”] dan “Теперь не хочу.” [“Teper’ ne khochu.”]—dan juga tokoh laki-laki—contohnya “Ты хотела посоветоваться со мной про подарок.” [“Ty khotela posovetovat’sya so mnoy pro podarok.”] dan “Ты хотела подарить мужу ружьё.” [“Ty khotela podarit’ muzhu ruzh’yo.”]—terdengar saling mengejar satu sama lain, berselang-seling, dan diulang-ulang secara mencolok, dengan tempo yang berubah-ubah pula (kadang cepat, kadang lambat), sehingga konstruksi urutannya hadir sebagai hal yang lebih dari sekadar susunan “tanya-jawab” yang umum kita dengar dalam percakapan biasa. Akan tetapi, dapat dirasakan bahwa percakapan itu diujarkan dengan dramatik-deklamatoris, alih-alih melodik-dialogis. Dan sebagai sebuah Harmoni, lantunan fonetik dari dialog tersebut juga seolah menjadi “aturan” yang mendireksi “fona” lolongan anjing (yang mana, dalam konteks itu, ketumpangtindihannya dengan lini melodik—ujaran manusia—justru mengakumulasi efek vokoid), di satu sisi, dan “fona” langkah kaki dan gemericik air (yang mengakumulasi efek kontoid), pada sisi yang lain.

Dapat pula kita sadari bahwa gereget ucapan dari masing-masing tokoh di dalam adegan ini bukan hanya mewakili emosi subjektif mereka secara naratif, tetapi juga menegaskan konkretisasi dari bagaimana ujaran mereka itu hadir sebagai “bunyi murni”, di luar statusnya sebagai bunyi bahasa (speech sound). Dengan kata lain, batasan verbalnya diterabas dengan histerisasi kata-kata dan pengucapan, yang mana penerabasan itu diiringi dengan gestur yang “dilebih-lebihkan”—diteatrikalisasi—atau “diasingkan” (didefamiliarisasi), namun bukan dalam bentuk “tarian”.

Jadi, kalau bukan sebagai “semata” adegan, melainkan “peristiwa” bebunyian, maka kita bisa berargumen bahwa apa yang sebenarnya dituju oleh konstruksi semacam itu ialah alteritas terhadap “makna naratif” (yaitu, sesuatu yang lian, yang bahkan bisa saja bersifat opisisi, terhadap makna-makna yang dimungkinkan oleh konstruksi tersebut jika ia disikapi sebagai sebuah naratif). Dan untuk mengejar tujuan tersebut, bentuk film (‘film form’) diemansipasi melebihi substansi, yang demi bentuk itulah maka stilisasi (atau ‘pengayaan gaya’—ornamentalisasi) dari cara ungkap mengungguli isi ungkapan.

Pada titik ini, kita memahami bagaimana paradigma materialisme beririsan kuat dengan ornamentalisme. Ketimbang terpahaminya pesan, dapat disadari bahwa metode penyusunan dialog yang dilakukan oleh Muratova justru lebih memicu konteks sensorial (dari segi visual-auditori) dan eksperiensial (dari segi gerak subjek/tokoh sebagai euritmi—dalam kaitannya dengan bunyi dan bunyi bahasa). Kedua hal itu, di antara yang lainnya, dalam hemat saya, adalah hal yang paling disasar oleh prinsip-prinsip Ornamentalisme Sinematik-nya Muratova: indra dan pengalaman sebagai alteritas dari makna naratif.

***

INTERPRETASI formal (berbasis bentuk) yang sudah saya coba lakukan di atas sebenarnya merupakan sebuah eloborasi terhadap Change of Fortune dengan memanfaatkan prinsip-prinsip dalam konsep “Film Ornamental” yang diusung oleh Ákos Szilágyi.3 Konon, dialah yang pertama kali menggunakan istilah itu ketika mengulas film-film Paradzhanov.4 Ornamental, menurutnya, adalah suatu pendekatan terhadap citra film yang “mengangkat” dan “memurnikan” segala sesuatu (objek, subjek, peristiwa, dll.) secara estetis ketimbang secara moral; untuk mengarahkan segala sesuatu itu kepada penonton dari sudut pandang bentuk agar terbebas dari segala jenis kekangan dan segala makna.5 Dalam gaya sinematografi jenis ini, Szilágyi berpendapat bahwa semua benda hidup selalu diperbandingkan dengan benda mati (tapi bukan sebaliknya),6 di mana kamera bekerja sebagai bingkai yang memenggal elemen-elemen visual dari konteks kenyataannya.7 Demi mentransformasi citra dari kenyataan itu menjadi “murni” bentuk, seorang pengkarya mesti melakukan stilisasi (‘stylization’) untuk “menyeka” materialitas objek, subjek, dan peristiwa sehingga, ketika disimak melalui bingkai kamera (bingkai film), mereka menjadi terasa “mengambang”, tampak fantastik (fantasmagorikal), dan pada akhirnya, bebas.8

Szilágyi juga berpendapat bahwa sinematografi ornamental bekerja pada beberapa tingkatan, antara lain gerak (‘movement’), gerak kamera (‘camera movement’), bahasa dan bunyi (‘speech and noise’), dunia dan ruang material (‘material world and space’), figur-figur subjek (‘human figures’), warna (‘color’), dan alur cerita (‘plot’).9

Dengan mengacu kepada klasifikasi Szilágyi, dan dengan menerapkan prinsip yang sama, kita bisa mendapati pada adegan-adegan lain dalam Change of Fortune suatu leitmotif yang menyerupai kontrapuntalitas pada adegan pembuka. Contohnya, adegan percakapan antara tokoh si advokat dan Filip di kantor (yang disela-sela oleh kebisingan dari luar ruangan—“Tuan Advokat! Tuan Advokat!”); adegan percakapan cepat antara Maria dan Filip dalam bidikan lateral (yang menampilkan gangguan kecil dari seorang sipir yang bergerak aneh dan bersiul-siul di atas atap bangunan); adegan wawancara si advokat terhadap Maria di penjara bawah tanah (ucapan-ucapan yang cepat dari mulut Maria diganggu oleh bunyi off-frame dari aktivitas orang menggali atau memukul batu); adegan teriakan Maria di penjara bawah tanah, di hadapan seorang sipir baru yang menyampaikan pidato rasis; dan bahkan juga adegan pertengkaran Maria dan Alexander sesaat sebelum penembakan terjadi (—apakah Anda “terganggu” dengan suara gunting yang dimainkan si murid perempuan dan ujaran-ujaran deklamatif Maria ketika membaca buku catatan hariannya?).

Pada konteks tingkatan bahasa dan bunyi, adegan-adegan yang disebut di atas menghadirkan “bunyi” (‘sound’) dan “bunyi-bahasa” (‘speech-sound’) secara berulang-ulang, (dan jika bunyi itu berwujud dialog, ia diperdengarkan dengan tempo di luar kecepatan percakapan normal), dan karenanya secara perlahan mengaburkan makna susbtansialnya dari segi naratif; apa yang tengah diperdengarkan, oleh si sutradara, distilisasi untuk mencapai “bunyi murni”.10

Meninjau stilisasi pada tingkatan-tingkatan lainnya, kita pun bisa menyebutkan sejumlah contoh adegan lain untuk memperkuat argumentasi bahwa Change of Fortune adalah memang ornamental, setidak-tidaknya kalau kita ingin memperbandingkan film ini dengan perspektif Szilágyi sehubungan dengan tingkatan-tingkatan citra filmis yang diajukannya itu.

Pertama, untuk stilisasi pada tingkatan gerak (yaitu objek/subjek yang bergerak di dalam frame),11 kita bisa mengingat kegiatan mondar-mandir Maria seraya menyulam dan mendengarkan pidato rasis si sipir; atau dua macam adegan kuda berlari di gurun. Repetisi gerak subjek maupun objek dalam adegan-adegan ini secara sengaja dan mencolok ditampilkan “artifisial”, seolah mengejar situasi “ritualistik”.

Kedua, stilisasi pada tingkatan gerak kamera (yaitu kamera yang bergerak bukan karena mengikuti objek-subjek di dalam frame, tapi kamera yang bergerak demi dirinya sendiri, demi “kehadirannya sendiri sebagai keindahan”, terlepas dari hubungannya dengan gerakan-gerakan dari objek/subjek yang tengah menjadi fokus naratif di dalam frame-nya).12 Contoh untuk stilisasi pada tingkatan ini, kita bisa mengingat bagaimana kamera bergerak merotasi secara perlahan di dalam adegan wawancara si advokat terhadap Maria, alih-alih sepenuhnya tampil dalam teknik shot-reverse shot.

Pada tingkatan gerak kamera, kamera bergerak berdasarkan aturan dari aparatusnya sendiri secara khas, meninggalkan teknik sinematografi yang umum. Misalnya, bidikan kamera berdurasi panjang yang bergerak geometris dengan orientasi berbasis garis lurus dan lingkaran (hal ini sangat umum kita temukan, misalnya, di film-film ber-“genre” slow cinema). Tapi aturan geometris ini hanyalah salah satu kemungkinan, bukan sesuatu yang absolut, karena stilisasi gerak kamera bisa bermacam-macam. Contohnya, di Change of Fortune, kita bisa menyimak keunikan gerak kamera dalam adegan ketika si advokat dan asisten magangnya, bersama Filip, menelusuri gang di kampung pecinan. Mengklarifikasi “gerak kamera” pada contoh adegan yang ini, poin ornamentalitasnya di situ bukan tentang kamera yang “bergerak karena sedang mengikuti ketiga tokoh”, tapi perihal bagaimana Muratova memainkan pergerakan kamera seolah-olah kamera itu bergerak untuk dirinya sendiri, bahkan dengan pola berulang: kamera membidik dengan bergerak maju di belakang ketiga tokoh tersebut, lalu berpindah ke bidikan yang bergerak mundur di depan mereka, kemudian berpindah lagi ke belakang dan bergerak maju, lalu berpindah lagi ke depan dan bergerak mundur, … begitu seterusnya. Pada momen-momen tertentu, kamera malah membidik hal lain, tanpa cut, seolah melupakan ketiga tokoh yang terus saja berjalan.

Unsur penting lainnya di dalam adegan “gang pecinan” di atas adalah haptikalitas dinding-dinding gang yang terekam kamera. Walaupun bukan menjadi poros dari stilisasi gerak kamera yang baru saja kita bahas, penampakan dinding-dinding gang itu juga memperkuat ketegasan dari kompleksitas ornamental adegan. Di aspek ini, haptikalitas yang saya maksud mengacu kepada fungsi kamera sebagai bingkai film yang menstilisasi gambar adegan pada tingkatan dunia dan ruang material.

Sebenarnya, stilisasi pada tingkatan dunia dan ruang material terlihat hampir di sepanjang film Change of Fortune, yaitu pada cara Muratova menunjukkan benda-benda: pakaian, mantel, kalung, kacamata, tirai, lukisan, surat, suasana sesak kantor si advokat yang dipenuhi rak buku, penampakan ruang tamu dan kamar tidur di rumah Maria, dinding-dinding penjara bawah tanah; kesemuanya secara “dekoratif” tampil sangat mencolok…, tetapi tanpa kedalaman.13 Di dalam soal “keberadaan lain”-nya dari sejumlah benda, ataupun subjek, Muratova juga menghadirkan “laku sentuhan”.14 Misalnya, adegan si asisten magang yang mengusap-usap jas si advokat ketika memberitahukan rahasia soal surat yang merupakan kunci penguakan skandal perselingkuhan. Selain itu, Muratova juga merangsang “sensasi haptis” ke diri penonton, misalnya lewat bidikan close-up ke wajah si gundik pribumi—yang kehadirannya hanya berupa salah satu bidikan sekilas di dalam suatu adegan penyela atau penjembatan antara peristiwa di dekat bar dan peristiwa perjalanan ke kampung pecinan.

Penampakan benda-benda dan subjek-subjek di dalam konteks relasi material tersebut juga beririsan dengan stilisasi pada tingkatan warna: tidak jarang kita melihat bagaimana warna dari satu benda saling kontras dengan benda yang lain; mereka saling tabrak, tapi sekaligus saling menyaru, menciptakan kaos. Kostum—satu benda yang kerap diperhatikan oleh banyak pengkaji Muratova—menduduki proporsi signifikan dalam hal mana Muratova mengemas ornamentalitas warna di filmnya, terutama melalui keberadaan subjek-subjek. Secara khusus di Change of Fortune, kostum juga mengisyaratkan konteks mengenai konsep ketaksaan identitas, sebagaimana yang terlihat pada adegan di ruangan meja depan dalam kantor si advokat, atau pada adegan di latar kampung tempat si advokat mencari keberadaan temannya (Filip). Di film-film sebelumnya, Muratova menghadirkan “warna kaotik” (‘chaotic color’) dan “warna kaos” (‘color of chaos’) dengan menonjolkan intensi kritisisme politik15 ataupun suasana sur-riil.16 Sementara di film ini, Muratova menekankan hiruk-pikuk warna untuk memicu kebingungan komikal sebagai efek dari kaos tersebut.

Selanjutnya, untuk stilisasi pada tingkatan plot dari Change of Fortune, hal itu secara tidak langsung sudah kita bahas panjang lebar pada sub-ulasan sebelumnya.17 Di situ, kita sudah mengurai bagaimana Muratova mengimbuhi kisah dari kasus perselingkuhan-cum-pembunuhan ini dengan interpolasi-interpolasi naratif yang “mempersulit” pemenuhan ekspektasi awam akan struktur penceritaan konvensional. Bahkan, di dalam interpolasi-interpolasi itu, terdapat pula situasi yang terasa menyimpang atau janggal dari segi kepatutan cerita, kalau bukan menyimpang dari alur cerpen yang menjadi sumber aslinya.

Yang terakhir, teruntuk stilisasi pada tingkatan figur manusia, contoh adegan yang paling mewakili, tentunya, adalah adegan pertunjukan sirkus di penjara bawah tanah. Akan tetapi, yang perlu kita garis bawahi: berbeda dengan sorotan Szilágyi terhadap karya-karya Paradzhanov (yang lebih fokus pada “kecantikan” atau “kegagahan” figur yang mempesona),18 stilisasi figur subjek yang dilakukan oleh Muratova dalam Change of Fortune agaknya lebih seturut dengan apa yang dilakukan oleh para sastrawan ornamentalis: manusia dengan perilaku monomaniak,19 yang tampil dalam karakter yang nyaris tak eling, idiosinkratik, eksentrik, dan abnormal.

Contoh-contoh yang sudah kita urai di atas menunjukkan bahwa “teoretisasi” Film Ornamental yang digagas oleh Szilágyi sangat berguna untuk mengidentifikasi dan merumuskan modus-modus sinematografi ornamental yang terdapat dalam film-film Muratova, khususnya Change of Fortune ini. Akan tetapi, ada satu hal yang mesti kita sadari: pendekatan analitik Szilágyi nyatanya masih mengamini dimensi simbolik (atau makna emblematik) yang dimungkinkan oleh keindahan ornamental dari citra film.20 Meskipun disebut-sebut bahwa Muratova mendasarkan inspirasi untuk Ornamentalisme Sinematik-nya pada karya-karya Paradzhanov,21 “teoretisasi” Szilágyi (atas sinema Paradzhanov) itu tampak berseberangan dengan kejaran estetik Muratova yang, sebagaimana sudah kita pahami bersama, justru berusaha menjauhi stereotipe simbolistik dan juga simbolisme. (Tentunya Anda setuju, bahwa, adalah konyol jika “peristiwa bebunyian” di adegan pembuka Change of Fortune serta-merta kita tafsirkan sebagai hal yang “menyimbolkan” sesuatu).

Sampai di sini, rasanya kita perlu sekali lagi mengesampingkan analisis sinematik sejenak. Sebab, untuk memperkaya pemahaman kita mengenai konsep “ornamentalisme”, kita mau tidak mau harus meninjau referensi yang bisa dianggap sebagai “akar” dari ornamentalisme, yang tak lain dan tak bukan adalah [teori] sastra.

Dari situ, nantinya, kita bisa melihat dan memahami, bagaimana “penolakan terhadap simbol[-ik/-isme]” yang diajukan Muratova bekerja di dalam Ornamentalisme Sinematik-nya. []

Subseri artikel berjudul “Yang Diperluas dari Surat” ini merupakan bagian dari seri artikel dalam Editorial 10, bertajuk “Materialisme, Ornamentalisme, dan Fantastisisme”, yang secara khusus mengulas karya-karya dan praktik sinematik Kira Muratova.

Endnotes[+]

Recommended Posts

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Start typing and press Enter to search