In Wawancara

Berawal dari mengejar “ketertinggalan”, Globalappleworks dan Surabaya New Media Art Center, membuat sebuah festival video bertajuk VIDEO:WRK – Surabaya International Video Festival 2009. Festival ini diramaikan 50 partisipan dari Surabaya, Jakarta, Yogyakarta, dan luar negeri. Pembukaan acara diresmikan oleh Ketua Dewan Kesenian Surabaya pada 11 Juni 2009 serta dimeriahkan penampilan kelompok Disc Jockey dan Visual Jockey. Bertempat di Balai Pemuda, Surabaya, festival ini berlangsung hingga 13 Juni 2009. Berikut wawancara Jurnal Footage dengan Benny Wicaksono, Direktur Festival VIDEO:WRK dan Project Manager Globalappleworks.

Bisa cerita tentang Globalappleworks (GAW) dan Surabaya New Media Art Center (SNMAC)?

Globalappleworks berdiri sejak 2005. Selama 4 tahun itu kami sudah memiliki banyak portofolio kegiatan-kegiatan seni, utamanya seni kekinian. Orientasi kami anak muda, baik visual maupun musik. GAW sendiri menjadi satu tempat berkumpul anak-anak muda di Surabaya, yang punya kesamaan minat dan visi untuk melakukan satu praktik kerja kolektif. Meskipun di luar ini, teman-teman yang lain juga aktif melakukan kerja kreatifnya sendiri. Sedangkan SNMAC merupakan naungan di bawah GAW yang berfokus pada pendekatan lebih teknologis. Kebetulan sekali di GAW kedekatan-kedekatan dengan teknologi itu dominan. Teman-teman di sini mayoritas adalah VJ, musisi elektronik, perancang grafis, pembuat video dan seniman media baru. Jadi kami sepakat untuk mendirikan SNMAC, dan coba membuat acara-acara kecil yang bersentuhan dengan teknologi. Kami juga mencoba untuk membuat pusat data siapa saja yang menjadi pelaku-pelaku teknologi ini di Surabaya. Pada dasarnya, kami melihat potensi besar penggunaan media di Surabaya. Salah satunya seperti dilakukan oleh teman-teman Institut Teknologi Surabaya yang menyelenggarakan lomba cipta elektronik nasional. Karya-karya mereka sangat bernuansa media baru.

Bagaimana proses kerja VIDEO:WRK?

Seharusnya, festival ini berlangsung pada 2008. Sayangnya, terbentur perizinan. Tapi dengan segala kerja keras akhirnya festival ini terlaksana juga. Jauh sebelum kami berpikiran membuat festival, sebenarnya teman-teman GAW sudah diundang ke festival-festival nasional, terutama di Yogyakarta. Setelah YIVF (Yogyakarta International Videowork Festival), kami menyadari bahwa di Surabaya belum ada festival yang fokus pada medium video. Akhirnya, kami pelan-pelan merancang itu, berdiskusi, menyamakan visi dan misi untuk membuat sebuah festival dalam skala kecil dulu. Kami sadar dalam soal infrastruktur kami sangat lemah. Kami tidak memiliki situs jaringan dan belum sempat melaksanakan proses kuratorial yang kuat. Jadi, yang pertama kami lakukan adalah menawarkan sebuah festival kepada publik Surabaya, yaitu untuk mulai bermain dengan medium video. Kami juga mengundang teman-teman dari luar, semisal Forum Lenteng, yang kami jadikan tolok ukur proses kreasi medium ini. Jadi ada semacam dialog yang nantinya kami harapkan positif bagi teman-teman di Surabaya sendiri.

Proses kuratorialnya seperti apa?

Dalam proses kuratorial, kami tidak menetapkan standar ketat. Hanya saja kami mensyaratkan satu, yaitu karya-karya yang ditampilkan bukanlah sebuah karya dengan isu basi, penuh kreativitas yang kemudian akan membangkitkan hasrat bagi penggunaan medium video. Kami juga melakukan wawancara dengan calon peserta festival.

Selain festival Video:WRK, apa lagi yang dikerjakan GAW?

Kebetulan kami punya agenda dua tahunan. Sejak 2003 kami menyelenggarakan ABANDON (Art and Media Exhibition), dan itu sudah berlangsung tiga kali (2003, 2005, 2008). Dari situ, kami membaca potensi-potensi karya visual dari teman-teman di Surabaya, baik itu video, karya-karya elektronik, karya lukis, gambar. Lalu kami kumpulkan dan pamerkan. Gelaran terakhir menggembirakan karena jumlah pesertanya cukup besar.

Pembacaan medium video di Surabaya itu seperti apa?

Saya lihat dari karya-karya video yang ada, pendekatan mereka lebih banyak soal kota. Jadi sampai sekarang saya belum menemukan hal-hal yang berhubungan dengan tubuh atau lainnya. Saya pikir ini wajar, sebab mereka hidup dalam lingkup dunia industri yang saling tarik-menarik dengan dunia kreativitas. Mungkin di situ ada semacam kegelisahan.

Apa harapan Anda pada pergerakan kawan-kawan di Surabaya ini?

Sampai sekarang, Surabaya masih dianggap ketinggalan dalam soal penggunaan medium video. Entah karena tidak mengakses informasi, atau memang tidak punya kecenderungan kerja eksplorasi ke arah itu? Saya tidak tahu. Padahal, saya melihat potensi besar di Surabaya. Dengan festival ini, saya berharap akan menjadi modal awal untuk melahirkan gagasan bersama yang dapat memberi kontribusi kepada masyarakat dan negara.

Apa yang membedakan festival ini dengan festival-festival lain?

Membuat festival berbobot merupakan tantangan besar. Kami tidak ingin sebuah festival hanya jadi semacam arisan video, melainkan memiliki pula tanggung jawab sosial dan artistik. Kami sadar ini kerja berat, dan kami harus belajar untuk membangunnya. Untuk itu, kesadaran kolektif harus dibangun sedemikian rupa agar situasinya lebih baik. Karena ini merupakan kali pertama festival, masih banyak yang harus dibenahi. Banyak pula pertanyaan harus dijawab. Soal ciri khas, ini mungkin menjadi pertanyaan besar bagi kami.

Recent Posts

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Start typing and press Enter to search