In Artikel

MENYAMBUNG PEMBAHASAN DI artikel sebelumnya, hal kedua yang perlu kita lihat, terkait permainan plot Muratova di dalam Change of Fortune, adalah adanya adegan-adegan peristiwa yang tidak terdapat dalam cerpennya Maugham. Dengan kata lain, adegan-adegan yang akan kita jabarkan berikut adalah narasi tambahan dari Muratova sendiri. Keberadaan mereka dapat dilihat sebagai salah satu aspek yang mencerminkan bahwa Muratova tidak mengacu pada plot yang tetap dari suatu skenario yang final, apalagi mengacukan pengadeganannya pada sumber asli cerita.

Hari ini, sudah sangat biasa jika kita mendapati sebuah film ekranisasi menyajikan cerita yang berbeda dari sumber asli yang mendasarinya. Tapi, dalam konteks film Change of Fortune, mengapa adegan-adegan yang menjadikan cerpen The Letter terasa berbeda itu perlu kita beri tempat untuk dibahas secara khusus…?

Soalnya, bukan hanya karena membuktikan betapa Muratova gemar menyimpang dari sumber cerita asli dan tidak bergantung pada rancangan plot yang tetap, adegan-adegan berikut ini, dari segi bahasa sinema, juga mengindikasikan eksperimen formal-konstruktif yang tidak mengikuti kelaziman visual penceritaan. Sementara “ketidaklaziman” (tentu saja, dalam tanda petik) itu benar-benar mengusik, mereka menegaskan pula kekhasan gaya Muratova dalam menciptakan dunia sinemanya yang fantastis.

Di sini, saya hanya akan menjabarkan adegan-adegan tersebut serinci yang saya mampu. Analisis terhadap narasi-narasi interpolatif tersebut, dalam konteks eksperimen formal-konstruktif yang saya maksudkan, akan kita jabarkan secara khusus pada bagian ke-3 dari seri ulasan ini.

***

KELOMPOK adegan pertama yang jelas merupakan narasi yang berada di luar dari bagian asli cerpen The Letter, tentunya, adalah sekuen pertama yang mengawali cerita Change of Fortune, yaitu adegan-adegan perselingkuhan yang tampil dalam atmosfer yang rada-rada fantasmagorikal. Sekuen ini dibuka dengan sosok Maria yang, mengenakan baju merah dan topeng Harlequin hitam, duduk bersandar di sebuah kursi, terlelap dengan rambut panjangnya yang terurai, di sebuah lokasi yang tidak dikenali. Sementara itu, beriring-iringan dengan suara binatang (semacam lolongan serigala dari kejauhan) yang terdengar sayup-sayup, suara percakapan antara seorang perempuan dan seorang laki-laki (yang sudah dapat ditebak adalah suara Maria dan kekasihnya) meneror kita di sepanjang sekuen. Di sekuen ini juga, kita menyaksikan adegan di balik taman yang rindang, di mana si lelaki tengah mengejar si perempuan, memeluk dan menciuminya paksa sambil mendesakkan rentetan pertanyaan, sedang si perempuan berusaha menolak dan menghindar.

Kita belum tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi, selain menangkap kesan tentang adanya suatu rencana yang sedang disembunyikan dan risiko kekerasan yang mungkin saja dapat terjadi di momen-momen kemudian. Sekuen berakhir ketika sepasang kekasih itu memasuki sebuah ruangan gelap yang hanya diterangi cahaya temaram lentera, masih melanjutkan percakapan yang sedari tadi hanya diulang-ulang.

***

SEKUEN berganti ke sebuah lokasi yang tampak seperti ruang tahanan—belakangan kita tahu bahwa itu memanglah sebuah penjara di mana tokoh perempuan Maria sedang ditahan. Kita melihat Maria—sambil menyahuti omongan seorang sipir dari luar—sedang membersihkan badannya, dibantu oleh seorang laki-laki tua yang tampak dungu dan bisu.

Tiba-tiba, di adegan tersebut, menyela sebuah medium shot yang memperlihatkan Maria berdiri di dekat laki-laki yang mengejarnya di sekuen pertama tadi, dan juga medium close-up shot yang memperlihatkan si laki-laki menciumi pipi Maria yang sedang terlelap. Sekali lagi, mereka mengulangi percakapan yang terdengar di sekuen pertama, mengindikasikan betapa ingatan atas pengalaman di masa lalu tengah meneror tokoh perempuan yang sedang mengalami hukuman kurungan ini.

Sekuen kemudian dilanjutkan dengan adegan dalam bidikan lebar yang statis: Maria berjalan bolak-balik di dalam ruang tahanan sambil menyulam renda, sementara seorang sipir laki-laki berdiri di tengah-tengah. Sipir itu mengamat-amati Maria sambil mengucapkan kata-kata rasis yang merendahkan kelompok masyarakat pribumi. Kita tidak menangkap reaksi keberatan Maria atas kata-kata itu. Dan dari celoteh si sipir jugalah kita tahu bahwa Maria sedang menjadi terdakwa kasus pembunuhan.

Di sekuen ini kita juga mendapat kesan bahwa para sipir penjara sangat menghormati dan menyanjung Maria sebagai seorang kulit putih, terutama saat, pada adegan berikutnya, teman si sipir yang berceloteh tadi memasuki sel tersebut bersama para tahanan lainnya. Si sipir kemudian memerintahkan ketiga tahanan lainnya itu untuk menampilkan semacam pertunjukan sirkus kepada Maria agar perempuan itu dapat merasa terhibur.

***

SELANJUTNYA, pada sekuen yang menceritakan pertemuan si advokat dan Filip di kantor, Muratova juga menambahkan adegan lain yang berbeda dari versi cerpennya Maugham. Pada percakapan antara si advokat dan Filip ini, kita mendengar suara yang begitu mengganggu dari luar ruangan, memanggil-manggil, “Tuan Pengacara! Tuan Pengacara!”

Akhirnya, di tengah-tengah perbincangan mereka, si advokat berjalan keluar ruangan, membawa pandangan penonton ke sebuah situasi hiruk-pikuk di luar kantor, di mana ada dua orang laki-laki sedang berbicara tak nyambung satu sama lain, membahas Amerika, sementara dua orang lainnya dengan kostum bernuansa “asiatik” sedang duduk di lantai, dan seorang lainnya yang tampak beretnis Cina (belakangan akan kita ketahui bahwa dialah pegawai magang di kantor si advokat—karakter di film ini yang mewakili tokoh Ong Chi Seng di versi cerpen) tengah asyik memeriksa cincin di tangannya.

Taubman memberikan catatan menarik tentang pemandangan dalam adegan di atas sebagai suatu “kebingungan ‘oriental’”, dan menurutnya ini adalah adegan pertama di dalam Change of Fortune yang memunculkan kesan tentang keberadaan sebuah lokasi yang sama-sama didiami oleh “penduduk pribumi” dan “kaum pendatang”; sebuah atmosfer yang secara mencolok membedakan “kekaosan Asia” dengan orientasi yang dianut si advokat, yaitu rasionalitas hukum Eropa.1

Bersambung dengan sekuen di atas, adalah sekuen di halaman penjara, di mana Maria bertemu dengan suaminya, Filip, dan ketiga teman perempuannya yang lain, serta seorang murid perempuan (yang diperankan oleh Oksana Shlapak—yang juga memerankan Marusia di Among Grey Stones). Sekuen ini, secara utuh, jelas-jelas tidak terdapat di dalam versi cerpen. Orang-orang di dalam film ini, selain para sipir, mengenakan pakaian musim dingin yang lebih kental bernuansa Eropa. Mereka semua datang berkunjung ke penjara untuk menjenguk Maria.

Pada sekuen ini, kita mendapati adanya adegan-adegan yang secara logika penceritaan, rasanya tidak terlalu dibutuhkan (dalam arti, jika adegannya dihilangkan pun, itu tidak akan mengurangi nilai naratif pada sekuen). Adegan-adegan yang saya maksud, antara lain, adalah adegan pergunjingan dua orang sipir mengenai figur Maria dan kolega-koleganya, serta perdebatan mereka soal siapa yang membuat kopi; adegan yang memperlihatkan interaksi Maria dan murid perempuannya menggunakan bahasa isyarat (Muratova menampilkan adegan ini dengan hening, tanpa petunjuk apa pun untuk membuat penonton mengerti—terutama bagi mereka yang, seperti saya, tidak paham sama sekali bahasa isyarat); dan adegan seorang sipir di atas atap yang bersiul-siul dan memperagakan gesture cabul di saat percakapan antara Maria dan teman-teman perempuannya berlangsung.

Kemudian, setelah para kolega dan murid perempuan itu pamit, tinggallah Maria dan suaminya. Kamera membidik secara lateral dengan bergerak dari kanan ke kiri, mengiringi Maria dan suaminya yang berbincang sambil berjalan ke arah kiri frame. Sementara itu, di atas atap gedung yang ada di sisi kanan mereka, si sipir mesum masih mengawasi sembari tetap bersiul, dan berjalan dengan gesture yang aneh (menirukan gerak paruh burung yang berkicau dan memperagakan aksi orang bermain alat musik biola).

Dalam percakapan antara Maria dan suaminya, sebagian narasi tentang peristiwa kedatangan Alexander yang mendadak di malam hari, yang mengganggu tidur Maria, tersampaikan lewat mulut Maria yang berusaha meyakinkan suaminya bahwa semua insiden itu adalah suatu kecelakaan. Dalam percakapan mereka juga, kita kemudian mengetahui kegemaran Maria akan kegiatan menyulam. Di sini, Maria ditampakkan gelisah, merasa bersalah, dan menyesali semua yang terjadi, sedangkan Filip ditampakkan begitu bersimpati atas kasus dan kemalangan yang menimpa istrinya. Di penghujung percakapan mereka, Filip meyakinkan Maria bahwa semuanya akan baik-baik saja, dan dia sedang berusaha melakukan apa pun untuk membebaskan istrinya.

***

SEKUEN wawancara pertama antara si advokat dan Maria di ruang penjara bawah tanah, bisa dibilang, adalah pewujudan dari peristiwa wawancara yang dilakukan Tuan Joyce kepada Leslie yang pada versi cerpennya hanya muncul semata sebagai ingatan Tuan Joyce. Tentunya, dari segi naratif, bagian ini mengikuti alur di dalam cerpen. Akan tetapi, dari segi penyampaiannya sebagai sebuah plot film, Muratova nyatanya menyimpang dari cerpen. Sebagaimana yang sudah saya jelaskan di bagian artikel sebelumnya, bahwa sekuen ini merupakan narasi tataran kedua dalam struktur naratif bertingkat di film ini, Muratova lebih memilih menggunakan protagonis perempuannya sebagai medium langsung untuk menceritakan reka-ulang kejadian penembakan secara performatif kepada penonton, ketimbang menggunakan sekuen “kilas-balik”.

Akan tetapi, di sekuen ini ternyata tetap muncul apa yang bisa kita sebut sebagai “penggalan” dari sekuen “kilas-balik” (ingatan Maria tentang insiden penembakan). Namun, pada sekuen kilas-balik yang satu ini pun, lagi-lagi, Muratova melakukan penyimpangan naratif yang terbilang ekstrem dan terasa demikian aneh. Ia menyematkan sebuah adegan yang membuat film ini menjadi semakin enigmatis.

Adegan yang saya maksud, adalah, sesaat setelah kamera membidik ke arah tubuh mayat Alexander yang bersimbah darah terbujur kaku di lantai, kamera berganti ke bidikan lebar, memperlihatkan Maria yang bergerak meletakkan pistol dan memberikan cincin kepada dua orang pelayannya (laki-laki dan perempuan; mungkin suami-istri) yang tampak juga beretnis Cina. Kita pun dapat melihat bahwa, di dalam ruangan itu, ada tiga anak kecil dan seorang balita beretnis Cina yang bisa diduga adalah anak-anak dari pasangan suami-istri pelayan Maria dan Filip tersebut. Kehadiran para bocah ini terasa sangat janggal; mereka tampak tidak sedang berakting, menunjukkan sikap malu-malu yang alamiah sehingga menyimpang dari ketentuan pengadeganan. Dan jangan berpikir Anda akan menyaksikan suatu reaksi ketakutan sebagaimana yang kerap diharapkan terjadi dalam adegan penembakan.

Si murid perempuan, yang sebelumnya sudah diperkenalkan pada sekuen sebelumnya, juga muncul; dengan tingkah kanak-kanaknya, ia menendang-nendang tubuh Alexander dengan penuh kekesalan. Kemudian, bidikan kamera berganti lagi ke medium shot, memperlihatkan percakapan di antara kedua pelayan tentang seekor kuda milik Alexander yang berlari kabur.

Dan selanjutnya, sebuah sekuen yang memperlihat kuda berlari subuh hari, yang menurut saya paling aneh di film ini, tiba-tiba menyambung adegan di atas. Di sini, saya meminjam deskripsi Taubman untuk menggambarkan lebih maknyus sekuen aneh tersebut: “…sekuen panjang dan indah memperlihatkan kudanya Alexander yang melarikan diri, melintasi perbukitan menuju gurun, satu-satunya suara yang terdengar adalah suara tapak kakinya dan lolongan serigala—gema yang menakutkan dari sekuen pembuka.”2

Konon, sekuen puitik tersebut mengundang pertanyaan dari audiens kepada Muratova, soal intensi simbolik yang dimungkinkannya. Menjawab pertanyaan itu, Muratova membantah adanya intensi dari dirinya, sebagai sutradara, untuk menghadirkan gagasan simbolisme, atau apa pun yang berkaitan dengannya, di dalam adegan pelarian kuda.3 Dan nyatanya, jika Anda mencoba memenggal sekuen ini dari film Change of Fortune, hal itu tidak akan mengubah inti cerita The Letter. Tapi, Muratova, seperti yang sudah kita ketahui, lebih senang melakukan hal yang tentunya jelas berbeda dari sekadar menyampaikan inti cerita.

***

LANJUT lagi, pada sekuen wawancara kedua yang dilakukan si advokat terhadap Maria, dalam rangka memverifikasi keberadaan surat bertuliskan tangan terdakwa, Muratova menyisipkan adegan di mana salah seorang penjaga penjara melakukan pelecehan terhadap protagonis perempuan ini. Dan sekali lagi, yang juga terasa aneh adalah, adegan ini tidak mempunyai konsekuensi naratif apa pun di sekuen-sekuen setelahnya. Ia tampak diselipkan begitu saja, seolah untuk sekadar menunjukkan perilaku biadab dan moral yang rusak dari institusi lembaga pemasyarakatan.

Sementara itu, pada sekuen “kilas-balik” kedua, yang menunjukkan detik-detik peristiwa pembunuhan (yang di bagian artikel sebelumnya saya tempatkan sebagai “narasi tataran ketiga” dalam struktur naratif bertingkat di film ini), kita menyaksikan Maria membaca buku catatan hariannya yang berisikan penilaiannya tentang Alexander. Alexander sendiri tampak sedang bergegas ingin meninggalkan rumah itu. Alih-alih sentimental, sekuen ini adalah sebuah histeria, di mana karakter yang berinteraksi di dalamnya mengalami gejolak emosi yang meledak-ledak, saling bersitegang. Si perempuan mengharapkan afirmasi soal perasaan, sedangkan si laki-laki mengharapkan pemakluman akan kebebasan dari hubungan. Si murid perempuan yang bisu mengitari adegan tersebut, memprovokasi Alexander dengan gunting.

Meskipun terjadi di lokasi yang sama, yaitu di rumah Maria dan Filip, pengadeganannya tampak jelas berbeda dengan sekuen “kilas-balik” pertama yang sudah kita jabarkan sebelumnya. Pada sekuen ini, belum lagi tampak kedua orang pelayan beserta bocah-bocah beretnis Cina itu; sesuatu yang mengindikasikan bahwa yang kita saksikan adalah peristiwa yang berlangsung beberapa saat sebelum pembunuhan terjadi. Di dalam sekuen ini, juga terdapat bidikan intensional ke arah lukisan yang, menurut Taubman, bergenre Neo-primitivis,4 dan sebuah bidikan ke arah mural di dinding: gambar dua ekor kuda yang berlari di gurun, di bawah pohon dedalu—adegan dalam mural ini seakan menjadi counter-shot bagi sekuen dari larinya kuda Alexander, yang muncul lebih awal. Dan ketika Alexander akhirnya terkapar setelah ditembak oleh Maria, kita melihat si murid perempuan bisu itu bersedih, lalu berbaring di lantai dan menyelimuti dirinya sendiri dengan kertas koran. Gambar mural tersebut menjadi latarnya.

***

ADEGAN-adegan tambahan lainnya juga tampak pada sekuen ketika si advokat berkunjung ke sebuah bar untuk menemui Filip, memberitahukan kabar soal adanya surat yang bisa menjadi bukti untuk memberatkan posisi Maria dalam proses persidangan.

Diawali dengan adegan permaian piano yang bernuansa Barat, sekuen ini sebagian besarnya menunjukkan suasana eksterior di mana ada begitu banyak orang dengan etnis non-Barat beraktivitas, termasuk kegiatan-kegiatan tari jalanan. Sebagaimana dengan hiruk-pikuk di kantor si advokat, atmosfer yang mengemuka di sekuen ini adalah kesemarakan oriental dari kehidupan vernakular, yang beradu kontras dengan kehormatan-kehormatan kelas atas a la Eropa. Namun, tetap saja, tanda-tanda pertemuan antara pribumi dan kaum pendatang (sebagaimana para ahli menyebutnya sebagai “pertemuan antara masyarakat terjajah dan para penjajah”) di dalam sekuen ini, masih hanya mencuat dalam konstruksi rupa yang semakin menyulitkan pengenalan kita terhadap lokasi dan bentuk kehidupan yang terbingkai di dalamnya. Apakah Muratova tengah merepresentasikan lingkungan kehidupan masyarakat tertentu dari dunia riil…? Tak ada petunjuk apa pun yang mengarahkan kita ke situ.

Di sekuen ini, kita melihat adegan Filip yang tengah berdansa dengan seorang perempuan, mengutarakan kegemarannya mengoleksi senjata api yang didasarkan oleh alasan bahwa ia semata mengagumi bentuknya, bukan karena ingin menggunakannya untuk menembak. Selain itu, ada juga adegan di mana seorang laki-laki pribumi memohon-mohon kepada si advokat untuk membantu membebaskan saudaranya dari jeratan kasus pembunuhan. Dua adegan yang sangat mencolok ini tidak terkandung di dalam versi cerpen.

Cerita perjalanan Tuan Joyce, Tuan Crosbie, dan Ong Chi Seng menuju rumah tempat gundik Hammond tinggal, “diperluas” oleh Muratova dalam sekuen saat si advokat dan pegawai magangnya, bersama Filip, menaiki jeep melintasi gurun di antara pohon-pohon dedalu, lalu dilanjutkan dengan menaiki suatu angkutan berbentuk truk yang melintas di atas rel kereta di antara perbukitan, menembus terowongan, dan yang terakhir, menempuh perjalanan dengan berjalan kaki menelusuri labirin gang yang berkelok-kelok di sebuah kampung antah-berantah. Ketika berjalan kaki, dan nyaris tersesat, mereka bertiga diserbu segerombolan anak-anak gelandangan dan pengemis. Suasana menjadi kaos. Si pegawai magang membubarkan kerumunan dengan melepaskan tembakan ke langit. Beberapa saat kemudian, mereka pun sampai di rumah si gundik, menebus surat dengan sejumlah uang.

Dalam sekuen yang saya sebut di atas, Muratova menyela perjalanan ke “kampung liar pemukiman pribumi” itu dengan kumpulan adegan yang sekali lagi memperlihatkan suasana di dalam penjara bawah tanah. Di adegan-adegan penyela ini, Maria sudah tidak lagi terhibur oleh pertunjukan sirkus (seorang pemain sirkus tengah mempertunjukkan aksi membakar topi yang dikenakan di kepalanya), karena ia sedang gelisah dan ketakutan soal kemungkinan dirinya akan segera dihukum gantung. Seakan menerapkan metode montase intelektual Eisenstein, Muratova melakukan suatu improvisasi: sebuah adegan yang menunjukkan Maria mencoba melilit lehernya dengan tali (agaknya untuk menguji rasa sakit tali gantungan) sekonyong-konyong disela oleh sebuah shot yang memperlihatkan seekor harimau yang gelisah di dalam kurungan.

Kumpulan adegan penyela di sekuen ini berakhir tatkala si sipir yang rasis masuk ke dalam sel, memperkenalkan kepada Maria seorang sipir baru yang akan menggantikannya bertugas di penjara itu. Maria, alih-alih menghiraukan kedua sipir, justru berteriak histeris sambil memeluk bantal. Si sipir baru, yang tidak menunjukkan kekhawatiran apa pun dengan reaksi Maria, bertingkah datar saja; ia mengujarkan kalimat-kalimat rasis yang sama persis dengan sipir sebelumnya. Setelahnya, adegan menebus surat pun berlanjut.

***

YANG terakhir, narasi yang tidak terdapat di dalam cerpen, adalah sebuah adegan di sekuen penutup: peristiwa makan malam untuk merayakan kebebasan Maria.

Setelah Maria memberikan pengakuan yang jujur kepada si advokat soal motivasinya membunuh Alexander, di momen mana “surat laknat” itu telah dimusnahkan, menyusul sebuah adegan yang memperlihatkan tubuh Filip yang tergantung di tali, tidak bernyawa. Seorang suami yang berhasil membebaskan istrinya dari jeratan hukuman gantung itu, justru mengakhiri hidupnya dengan gantung diri.

Memerinci adegan penemuan mayat Filip: sebelumnya, di adegan tangga, kita melihat si murid perempuan duduk di samping si advokat. Ia bermain-main dengan dua ekor kucing. Kemudian, shot berganti ke ruangan gudang gelap. Pintu dibuka oleh si murid perempuan yang melongok ke dalam gudang. Kamera berganti lagi, kita melihat dua ekor kucing, di atas  gundukan goni, memain-mainkan tali sepatu yang tergantung. Kamera bergerak ke atas, secara perlahan memperlihatkan sepatu Filip, terus ke atas memperlihatkan badannya mengenakan stelan jas abu-abu. Tampak kaku. Kamera berganti lagi ke bidikan lebar: tubuh Filip tergantung di tali. Di sampingnya ada seekor kuda cokelat. Lalu si murid perempuan pergi meninggalkan pintu, dan kita melihat kuda cokelat itu berlari ke luar gudang.

Disela-sela oleh rententan shot yang menunjukkan lukisan-lukisan neo-primitivis (dengan langgam visual yang rada-rada simbolik), film ini akhirnya ditutup dengan adegan puitik lainnya yang memperlihatkan kuda-nya Filip, di sore hari, berlari-lari bebas di hamparan gurun pasir perbukitan. []

Subseri artikel berjudul “Yang Diperluas dari Surat” ini merupakan bagian dari seri artikel dalam Editorial 10, bertajuk “Materialisme, Ornamentalisme, dan Fantastisisme”, yang secara khusus mengulas karya-karya dan praktik sinematik Kira Muratova.

Endnotes[+]

Recommended Posts

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Start typing and press Enter to search