In Artikel

(Liputan, Sesi Diskusi, ‘Video Talk’, Video Out; Focus on Henri Foundation, Reza Afisina, Wimo Ambala Bayang, 2 Oktober 2011, di dia.lo.gue Artspace).


IMG_3225 IMG_3235IMG_3236

“Video lahir karena teknologi”. Itulah ungkapan disampaikan oleh Hafiz pada sesi ‘Video Talk’, dalam acara pameran video bertajuk Video Out; Focus on Henri Foundation, Reza Afisina, Wimo Ambala Bayang, pada hari Minggu, 2 Oktober 2011, di dia.lo.gue Artspace, Kemang Jakarta. Perbincangan seputar fenomena video di Indonesia, memang masih berkutat dengan pertanyaan apa itu video? dari para pirsawan. Setidaknya, pertanyaan tersebut memang masih hadir, dalam sesi diskusi yang menghadirkan pembicara Hafiz (Direktur Artistik OK. Video) dan Reza Afisina (seniman video)

Pameran Video Out ini sendiri adalah satu diantara rangkaian acara OK. Video “FLESH”, 5th Jakarta International Video Festival 2011, yang perhelatannya akan dibuka pada 6 Oktober 2011, di Galeri Nasional Jakarta. Tema Flesh sendiri diambil dari refleksi perjalanan Festival OK. Video yang sudah berlangsung sejak tahun 2003, sebagai usaha merumuskan “video” sebagai bidang seni yang mandiri, baik secara pengetahuan maupun secara estetika, dalam mengembangkan khasanah video di Indonesia. Seperti apa yang diungkapan oleh Hafiz, yang menyatakan bahwa sudah saatnya video di Indonesia memiliki konsepsi yang jelas, dan bukan sekedar karya yang bermain-main.

Karya-karya Henri Foundation

henry-foundation_control_2010_3henry-foundation_fantastic-loop_2010henry-foundation_keluarga-disko_2009henry-foundation_love-captured_2009

Kebutuhan mempertegas konsepsi video memang tidak terhindarkan. Apalagi seperti yang diungkapkan oleh dua pembicara ini, bahwa kini perkembangan video di Indonesia kekinian mulai memasuki ranah ‘pasar seni rupa’, sehingga mempertegas konsepsi video sebagai kebutuhan memberikan batasan yang tegas pada video sebagai bidang seni terhadap persilangan dengan bidang seni di luarnya.

Kegelisahan ini memang tidak lepas dari kemudahan dalam penggunaan medium video sebagai sarana mengekspresikan diri, yang kemudian memberikan banyak peluang bagi siapa pun untuk membuat karya video. Beberapa karya yang cenderung hadir di Indonesia, memang masih banyak mengandaikan adanya para pembuat video yang tidak menggunakan kepekaan terhadap pengetahuan, apalagi estetika. Perjalanan refleksi inilah, yang kemudian melahirkan tema Flesh pada festival kali ini—lebih bernuansa sejarah dan pengetahuan video, yang menghadirkan karya-karya utama seni video dari Marina Abramović, Nam June Paik, Bill Viola, dan lain sebagainya.

IMG_3230IMG_3239

Lebih lanjut, OK. Video sendiri, seperti diungkapkan oleh Hafiz, memang lahir dari fenomena sebelumnya di Indonesia, yakni menjamurnya komunitas-komunitas filem yang banyak lahir pada tahun 2000-an. Perjalanan Festival OK. Video oleh ruangrupa sendiri, sempat menyebarkan semangat mendorong beberapa komunitas di Indonesia untuk membuat video pada tahun 2007 saat OK. Video MILITIA. Dari inisiatif-inisiatif yang dilakukan oleh ruangrupa inilah, sesungguhnya, sedikit banyak telah melahirkan para pembuat video yang diminati oleh pasar seni.

Karya-karya Reza Afisina

reza-afisina_my-chemical-sister_2004_3reza-afisina_united-in-ones-nation_2011reza-afisina_why_2009

Video memang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat di Indonesia. Menurut Reza Afisina, bahwa dunia sehari-hari masyarakat justru lebih dekat dengan dunia “moving image” ketimbang dengan lukisan. Kehadiran televisi sebagaian dari budaya masyarakat di Indonesia, adalah satu diantara tamsil yang bisa diambil sebagai budaya visual yang berlaku di masyarakat. Kondisi ini, lebih lanjut menurut Reza Afisina, bahwa para pelaku video memang beragam profesi, sehingga narasi video yang dekat dengan latar pelakunya, menghasilkan narasi video yang beragam.

Kemudian, dua pembicara ini juga mengungkapkan eksibisi video secara sosiologis yang berbeda dengan filem. Hubungan karya video dengan penonton, tidak mengandaikan disiplin tertentu seperti mengandaikan hubungan filem dengan penontonnya. Walau kedua pembicara tidak banyak mengupas tentang fenomena video yang dihadirkan di galeri, macam karya seni video yang bersifat instalasi, namun sifat video yang cukup kental diungkapkan adalah sifatnya yang memang interaktif sebagai pembeda dengan bidang seni filem.

Karya-karya Wimo Ambala Bayang

wimo-ambala-bayang_forget-it-forget-it-not_2005wimo-ambala-bayang_Once-Upon-a-Time-in-China_2005wimo-ambala-bayang_Once-Upon-a-Time-in-indramayu_2006wimo-ambala-bayang_Once-Upon-a-Time-in-Malang_2006wimo-ambala-bayang_sabar_2006

Video, yang berasal dari kata kerja bahasa Latin, “videre=aku melihat”, memang medium yang berhutang budi dengan teknologi. Menurut sebagian keterangan yang diambil dari Dictionary of Video and Television Technology (Keith Jack, Vladmir Tsatsulin: 2002),

…Video has emerged to a position in which it is no longer synonymous with TV. For instance, video does not have to be sent from long distance as TV does. Participating in a video game or playing back a videotape or videodisc is not watching TV. TV is, or has become, only one form of video, albeit a major one”.

Namun dari penggalan kutipan tersebut, menjadi agak berbeda dengan definisi video pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu,

“Bagian yg memancarkan gambar pada pesawat televisi; rekaman gambar hidup atau program televisi untuk ditayangkan lewat pesawat televisi”.

Mungkin cukup penting berpikir ulang terhadap harfiah video yang kita miliki. Apalagi melihat fenomena para pirsawan video, masih bertanya tentang apa itu video. Tapi setidaknya, berpikir ‘secara video’ sudah di mulai dari perhelatan OK. Video yang diadakan tahun ini.

Tabik.

Recent Posts

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Start typing and press Enter to search