(This article temporarily available only in Bahasa Indonesia)
La Chinoise bisa dianggap semacam pamflet politik sekaligus pamflet artistik dalam bahasa sinema Jean-Luc Godard. Melalui adaptasi lepas dari novel Fyodor Dostoevsky tahun 1872, The Possessed, filem La Chinoise lebih berupa pernyataan-pernyataan politik dan seni Godard pada era politik invansi Amerika yang semakin menguat di Asia Tenggara, khususnya dalam merespon arus gerakan revolusi kebudayaan Mao di Cina. Dibuat pada 1967, merupakan era revolusioner di Prancis menjelang gerakan 1968, La Chinoise lahir pada masa ekspansi kapitalisme di Vietnam melalui militer sebagai bagian dari pertarungan oposisi biner dengan komunisme di Asia Tenggara. Momen politik ini bagi Godard direspon dalam suatu pernyataan artistik sebagai sebuah pamflet seni dalam bahasa sinemanya.
Dengan mengambil identifikasi karakter para tokoh novel The Possessed, kisah La Chinoise merupakan dialog personal di antara lima tokoh mahasiswa di Prancis yang terlibat dalam kelompok radikal simpatisan gerakan Maois di Prancis, Aden Arabie Cell. Veronique (Anne Wiazemsky), merupakan tokoh radikal yang mengambil jalan teror dan kekerasan dalam revolusi, sedangkan Guillaume (Jean-Pierre Léaud) adalah seorang pengacara yang memiliki hubungan pribadi dengan Veronique yang lebih bersimpatik dengan gerakan massa sebagai pilihan revolusi. Yvone (Juliet Bertro), adalah pribadi yang unik, karena ia mempunyai profesi sampingan sebagai seorang pelacur untuk memenuhi hasrat fetisisme fesyen dalam kebudayaan kapitalis. Henri (Michel Semeniako) sendiri merupakan seorang revisionis gerakan kiri yang dalam suatu adegan dihina oleh Yvone, dan kemudian Kirilov (Lex de Bruijin) adalah seorang nihilis yang kemudian harus melakukan bunuh diri karena komitmen. Nama Kirilov adalah satu-satunya nama yang memang diambil dalam sebuah karakter novel Dostoevsky tersebut. Masing-masing adegan merupakan dialog persuasif masing-masing tokoh yang memiliki basis strategi ideologi berbeda. Adegan-adegan La Chinoise dijabarkan dalam beberapa tema yang sebagian kecil diambil dari buku Little Red Book-nya Mao Zedong yang berisi kuotasi-kuotasi tentang Revolusi Kebudayaaan.
Filem ini sendiri ditampilkan dengan gaya bertutur Brecthian yang berusaha menjaga penonton agar tetap sadar bahwa yang dilihatnya adalah sebuah filem. Penjagaan jarak yang disengaja tersebut menjadikan epik La Chinoise mampu membuka ruang dialog dengan para penontonnya secara dialektis. Gaya bertutur Brecht itulah yang menjadikan filem La Chinoise seakan mengaburkan batas antara fiksi dan dokumenter, menepis batas-batas antara sinema dengan penonton, antara parodi dengan drama. Perspektif ini justru juga bisa ditafsirkan sebagai usaha Godard untuk mempertegas pengertian fiksi dan dokumenter itu sendiri. Unsur didaktis yang menepis batas-batas tersebut dalam filem ini sesungguhnya bagian dari artistik Godard dalam menuturkan filem La Chinoise.
Efek jarak (distancing effect) sebagai praktik teori Brecht pada La Chinoise diartikulasikan dalam intelektualisme sinema yang mengambil semangat Marxisme-Maoisme yang tidak lagi patuh pada dogma-dogma artistik kaum seniman kiri pada umumnya. Penokohan utama beserta bentuk-bentuk kepahlawanan dalam kisah-kisah revolusi sebagai praktik realisme romantis, dalam La Chinoise digantikan oleh intelektualitas kolektif dengan memainkan beberapa karakter aktor sebagai bagian dari kondisi kekinian gerakan kaum kiri di Eropa pada era itu. Simpati terhadap penonton oleh Godard dibangun melalui nalar gagasan dialog dan adegan dari para aktor. Dalam adegan Yvonne yang sedang berlaku sebagai seorang perempuan petani, merupakan bentuk parodi terhadap invansi Amerika di Vietnam –mencitrakan eksotisme perang yang tidak seimbang. Kecanggihan perang dan kekuatan militer pihak Amerika digambarkan dalam adegan mainan anak-anak berupa peralatan milter yang mengkonotasikan bahwa kapitalisme disokong oleh budaya konsumerisme dan budaya kekerasan itu sendiri. Sebagai bagian dari tradisi sejarah isi dalam konsepsi Bazin, nampaknya Godard konsisten menampilkan isi yang mempengaruhi bentuk sinema. Bentuk artistik La Chinoise sendiri adalah aplikasi dari diktum Mao yang menyatakan seni Marxis harus mampu keluar dari dogma untuk lebih bisa berkomunikasi dengan massa, sebagai bagian gerakan kiri kekinian pada masa itu yang dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran Louis Althusser. Artikulasi artistik Maoisme menjadi sangat kental dalam La Chinoise ketika sinema revolusi tidak ditampilkan secara romantis, apalagi berdarah-darah dalam membangun simpati penonton.
Selain sebagai parodi, La Chinoise juga menjadi kritik terhadap fetisisme revolusi dan fetisisme fesyen yang hampir sejajar. Dalam satu adegan Godard menampilkan adegan di mana lusinan buku Little Red Book yang konon pada era Mao dicetak sekitar 5 juta eksemplar, berhamburan di lantai sebagai bentuk fetisisme revolusi. Kemudian pada adegan lain, fetisisme fesyen melalui pamflet dan poster yang menjadi latar dalam salah satu ruangan dialog. La Chinoise adalah filem revolusi dengan gaya bertutur khas Godard, tampilan-tampilan artistik revolusi tidak lagi menggunakan keagungan perang yang heroik dan dramatis, pada adegan peperangan yang ditampilkan di tengah-tengah tumpukan buku Little Red Book, menjadi ungkapan konteks sosialis di Prancis yang berangkat dari kaum muda intelektual, dan buku sebagai basis pertahanan kebudayaan kaum sosialis pada masa itu.
Sikap artistik Godard sangat terlihat pada La Chinoise ketika dalam salah satu adegan tentang kebudayaan awal sinema sebagai objek yang imajinatif. Dua sikap awal dari kelahiran sinema antara sifat dokumenter Lumiere dan sifat imajinatif Méliès, dihadirkan dalam dialog antara Veronique dan Guillaume, di mana Godard mempertanyakan ulang sifat realitas dari dokumenter dalam karya Lumiere, dan lebih mengarah pada sifat imajinatif Méliès dalam sinema. Bagi Godard, seni bukan pantulan cermin dari realitas, justru realitas adalah pantulan dari kesadaran manusia itu sendiri. Dari diktum Godard itu pulalah, La Chinoise kemudian dalam artistiknya tidak lagi memainkan sifat realisme natural dalam adegan filem, bermain-main dengan imajinasi dan berdialog dengan penonton tentang kisah revolusi yang khas Prancis dalam muasalnya sebagai bagian dari sejarah isi dari filem tersebut.
Apa yang ditampilkan dalam La Chinoise itu sendiri adalah menyatunya pamflet politik dengan pamflet artistik. Simpati Godard terhadap gerakan Mao di Cina benar-benar diartikulasikan dalam gerakan seni yang tidak lagi terpaku pada formalisme sinema yang dogmatis dan kaku. Kelincahan gaya bertutur Godard dalam La Chinoise secara Brecthian ini, menandaskan keanekaragaman kaum sosialis, khususnya di Prancis, yang menciptakan kedekatan dan semangat massa di eranya. Konteks massa sebagai tokoh utama dalam filem, pada La Chinoise dikisahkan di adegan dampak radikalisme individu yang membahayakan revolusi itu sendiri, di mana teror bom adalah pahlawan individu. Semangat massa yang diekspresikan dalam La Chinoise oleh Godard secara langsung menegaskan diktum Godard tentang tidak terpisahkannya antara konten dengan gaya. Gaya artistik Godard adalah pernyataan politik dan kebudayaan terhadap situasi gerakan kiri baru pada masa itu dengan melepaskan formalisme sinema Rusia pada masa itu. Dalam bahasa Mao, segala bentuk formalisme itu adalah Marxisme yang dogmatis dan dengan begitu adalah anti Marxis itu sendiri.