Tulisan ini adalah sebuah pengalaman menonton karya video Apichatpong Weerasethakul berjudul Phantoms of Nabua (10′ 56″) yang dihadirkan dalam ruang utama Galeri Nasional Indonesia. Suasana ruang setengah gelap, sedikit ada ketegangan dan menontonnya perlu renungan. Karya video ini membawa penonton pada dua realitas kuasa mistis: cahaya dan kegelapan. Video menampilkan sekerumunan orang bermain bola api dalam kegelapan, dan di satu sisi lapangan terdapat layar dengan proyeksi kilatan-kilatan cahaya dan suara petir menggelegar. Tentu, adegan layar tancap itu sangat mudah ditemukan di Indonesia, namun jika digabung dengan permainan sepak bola api, itu menjadi ‘tidak biasa’.
Seperti layaknya karya-karya seni video, Phantoms of Nabua tidak membentuk struktur narasi yang linear. Apichatpong merekam dengan teknik kamera ‘diam’ (statis), dan menambahkan elemen ‘metafor visual’ yang membangun imajinasi dan fantasi penonton. Video ini bertitik tolak pada ‘bola api’ yang diperebutkan oleh sekerumunan orang di dalam frame. Saling berebut, menendang dan mempermainkan bola, menggambarkan keterhubungan konsep ‘power’ yang diusung dalam kuratorial pameran ini. Di sisi lain, Apichatpong berhasil menghadirkan pertanyaan kita tentang ‘batas’ realitas dan yang bukan kenyataan. Kekuatan bahasa sinema digunakan secara cerdas dalam video ini. Aura sinematik dan benturannya dengan bahasa video, menggiring kita kembali pada pertanyaan apa itu ‘sinema’ dan apa itu ‘video’. Seniman asal Thailand ini sangat jelas menghadirkan kemampuan sinematiknya dalam presentasi bahasa video. Gambar seakan-akan dibiarkan hadir secara natural (seperti yang terjadi dalam tradisi filem dokumenter), namun dengan ketelitian yang mumpuni, pada video ini ia secara terukur menempatkan kemungkinan-kemungkinan interpretasi penonton terhadap visual yang dihasilkan dari proyeksi gambar dan kenyataan yang direkam langsung.
Pada OK. Video FLESH 5th Jakarta International Video Festival 2011, kehadiran pelaku ‘sinema’ sekelas Apichatpong, cukup mengejutkan. Seniman/sutradara Asia yang banyak dibicarakan dalam forum-forum internasional ini adalah seniman yang sangat produktif membuat karya seni video. Video Phantoms of Nabua dihadirkan dalam sesi kuratorial Hafiz, ‘Face Domination’, bersama dengan seniman-seniman video anyar kelas dunia lainnya, seperti; Sebastian Diaz Morales (Argentina), Ade Darmawan (Indonesia), Tintin Wulia (Indonesia), Henry Foundation (Indonesia), Superflex (Denmark), dan Beatrice Gibson (Inggris).
Nabua adalah salah satu kawasan di timur laut Thailand. Wilayah ini menyimpan jejak tentang kehilangan, kepunahan, dan kekerasan dari masa lalu, sejak era kolonialisme Eropa hingga penyebaran ideologi komunis di Asia Tenggara. Nabua juga memiliki legenda lokal tentang hantu perempuan yang kerap menculik para lelaki yang singgah di sana. Apichatpong Weerasethakul menggunakan mitos tradisional dan takhayul untuk mengatakan hal yang jauh lebih luas. Phantoms of Nabua merupakan simbolisasi dari pembebasan jiwa dan arwah para lelaki yang terkurung di wilayah tersebut.
Apichatpong Weerasethakul lahir di Bangkok pada 1970. Ia adalah seniman muda Asia Tenggara yang karya-karyanya telah banyak mendapat pengakuan internasional. Pada 2007, Pemerintah Thailand memberikan penghargaan Silpatron, sebuah anugerah tertinggi bagi seniman di negara itu. Filemnya yang berjudul Uncle Boonmee Who Can Recall His Past Lives mendapat piala Palm d’Or di Festival Filem Cannes 2010 (katalog pameran OK. Video FLESH).
[/tab_item]
[tab_item title=”EN”]
(Temporarily available only in Bahasa Indonesia)
[/tab_item]
[/tab]