In Wawancara
[tab] [tab_item title=”ID”]

Persebaran video di dunia umumnya dan di Indonesia khususnya sangat pesat. Menurut sebuah penelitian, satu dari sepuluh orang Indonesia menggunakan video untuk berbagai kepentingan. Perkembangan teknologi telepon genggam berkamera semakin memudahkan akses masyarakat untuk menggunakan video. Dalam persoalan karya, video dikatakan sebagai media pengganti filem seluloid yang selama ini dikenal. Kemudahan akses dan fungsi video ini membuatnya potensial sebagai alat demokratisasi massa.


Bagaimana prospek video di masa depan?
Bagi saya, video sekarang sudah menjadi pengganti filem. Dari prinsipnya, filem dan video itu berbeda karena video sudah lebih dekat ke masyarakat, di mana fungsinya sendiri, sudah menggantikan, kalau secara material, tidak mengubah esensi filem itu sendiri.

Saat membuat sebuah karya, dari mana Anda memulai?
Saya contohkan karya saya, Jalan Tak Ada Ujung, di mana saya memulainya dari sebuah riset. Tapi lebih jauh, sebelum saya melakukan semua hal itu, ada ide yang mendahului pengalaman saya. Terlebih karya itu lahir karena adanya rangka kerja Forum Lenteng tentang video puisi, yaitu menerjemahkan puisi ke dalam rangkaian gambar-gambar. Setelah beberapa kali penggalian ide, akhirnya muncul karya tersebut. Ini juga berdasarkan dari pengalaman personal saya. Keseharian saya dekat sekali dengan kehidupan di gang-gang. Setelah itu baru riset dan akhirnya jadi meluas ke pembicaraan soal arsitektural kota Jakarta. Sebenarnya idenya sendiri sangat personal, karena waktu itu, buat saya, video sangat personal.

Karya Jalan Tak Ada Ujung itu mendapat penghargaan, bukan?
Ya, kebetulan karya itu mendapatkan penghargaan dari Asean New Media Art. Pemenang pertama. Asean New Media Art itu kompetisi se-Asean mengenai media baru, walaupun sebenarnya saya sedikit kecewa dengan kompetisi tersebut.

Kenapa bisa kecewa? Bukankah Anda mendapatkan penghargaan pemenang pertama dalam kompetisi itu?
Hal itu disebabkan beberapa orang dalam kompetisi Asean New Media Art sendiri tidak dapat menjelaskan apa arti dari new media art. Buat saya, media baru tidak mempersoalkan medianya tetapi bagaimana cara menyampaikan konsep ide kita dengan apapun, termasuk dengan video.

Alasannya, karena video adalah sesuatu yang dekat dengan masyarakat, murah tapi tidak juga gampangan. Maksudnya?
Ya, dengan modal uang yang sedikit, yaitu kamera video, kaset, dan komputer, kita sudah bisa membuat karya. Buat saya inilah konsep seni media baru. Dan menurut saya, tidak ada kejelasan konsep dalam kompetisi tersebut.

Apa yang membedakan karya Anda dengan karya lainnya dari kompetisi itu?
Ada tiga orang pemenang yang mereka pilih, semuanya dari Indonesia dan satu dari Filipina.Ketiga-tiganya berbeda secara teknik dan pendekatan. Saya contohkan karya Akbar, dari Bandung, dengan memakai medium video juga. Pendekatannya lebih dokumenteris dan investigatif. Karya ini menurut saya baik, karena berbicara soal konsep video itu sendiri. Dia berusaha memanipulasi gambar, dan ini sah, menurut saya, disebabkan ketika orang sudah ada dalam bingkaian dia tidak menjadi orang itu lagi. Dia sudah menjadi rangkaian kode-kode yang membentuk sebuah gambar di dalam video itu sendiri. Ketika ia digabungkan, meski orang itu berasal dari Indonesia, tapi publik yang berasal dari Malaysia atau Filipina akan setuju dengan gambar yang disajikan sebagai masalah yang dekat dengan kehidupannya sehari-hari. Bagi saya, gambar dalam video sudah menghilangkan realitas sebenarnya. Begitupun karya lainnya yang menjadi pemenang kompetisi, meski memakai animasi 3D, ia menjadi sah sebagai karya video, karena berusaha memalsukan gambar yang rangkaiannya disusun melalui komputer.

Apakah pemalsuan gambar itu merupakan esensi estetika dari sebuah karya video?
Saya orang yang percaya kalau estetika itu terbangun tanpa harus dibuat dengan sedemikian rupanya. Estetika itu hadir jika ide berbicara terlebih dahulu. Estetika itu nomor dua sedangkan hal yang ingin kita sampaikan menjadi yang pertama.

Persoalan seni dalam video bagi Anda seperti apa?
Ketika memulai Massroom Project bersama Forum Lenteng, tahun 2003 lalu, saya tidak berpikiran apakah nantinya karya saya hingar-bingar dan bernilai seni tinggi. Waktu itu, saya dan teman-teman disarankan untuk kembali melihat dari perspektif personal untuk kemudian dikemas menjadi video yang dekat dengan masyarakat.

Dampak apa yang ingin diberikan ketika Anda membuat karya video?
Persoalan dampak itu hadir belakangan. Orang yang mempunyai kesadaran pengalaman di tempat itu akan melihat secara berbeda pada suatu karya dibanding karya yang bersifat agung dan bernilai seni tinggi. Saya percaya, dengan teknik, kita bisa menghancurkan nilai otentik di dalam karya seni, atau materi video yang kita buat.

Jadi teknik itu sesuatu yang bisa menghancurkan otentisitas?
Ya, karena sebenarnya teknik itu adalah sesuatu yang bisa sangat membantu kita. Di situlah kesenangannya bermain dengan video. Ia bisa memanipulasi, ia juga bisa memainkan segala bentuk kesadaran. Sifat-sifat video yang demokratis serta dualisme video yang bisa menjauhkan sekaligus mendekatkan diri dengan masyarakat, tergantung kapasitas orang yang membuatnya menjadi keistimewaan tersendiri dari suatu karya video. Yang mengacaukannya adalah, ketika teknik dibuat untuk suatu manipulasi yang bercitarasa seni tinggi.

Apakah persebaran teknologi yang begitu luas sekarang menjadi suatu ancaman bagi pekerja video?
Sebaliknya. Ini suatu hal yang baik, dan saya sangat senang jika semakin banyak orang memiliki senjata video. Video tidak lagi menjadi benda eksklusif seperti filem 35mm atau 8mm. Dulunya memang, filem 8mm dipakai untuk mengabadikan peristiwa penting dalam kehidupan sehari-hari, seperti keluarga dan semacamnya. Mereka bisa dimudahkan untuk membuat karya video mereka sehari-hari. Ke depan video bisa menjadi semacam catatan harian kehidupan mereka. Saya berharap semoga video bisa menjadi seperti itu, sesuatu yang bisa dinikmati oleh semua orang.

[/tab_item] [tab_item title=”EN”] (Temporarily available only in Bahasa Indonesia)
[/tab_item] [/tab]


Recommended Posts

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Start typing and press Enter to search