Pembukaan Ok.Video—4th Jakarta International Video Festival 2009 yang berlangsung di Galeri Nasional Indonesia, pada 28 Juli 2009, dipadati pengunjung. Malam itu, Hafiz, Direktur Festival, bersama-sama dengan Tubagus “Andre” Sukmana (Direktur Galeri Nasional Indonesia) dan Aminuddin TH Siregar (kurator festival) memberikan kata sambutan sebagai tanda dibukanya gelaran akbar dua tahunan yang diselenggarakan oleh ruangrupa ini. Festival berlangsung hingga 9 Agustus 2009. Banyaknya pengunjung yang hadir menunjukkan bahwa perkembangan seni media baru, khususnya video, disambut antusias oleh masyarakat. Pada konteks ini, OK.Video telah berhasil secara gemilang menularkan seni video di Indonesia. Sebagai pendatang yang relatif baru, seni video kini meraih legitimasi dalam kancah kebudayaan kontemporer.
Pada penyelenggaraan kali ini, festival OK. Video mengusung tema yang merangsang lokus kesadaran, berbicara tentang pemahaman kritis dengan gaya komedi. Menurut kuratornya, Aminuddin TH Siregar, tema komedi ingin menunjukkan bagaimana komedi sebagai bentuk komunikasi melalui medium video membicarakan berbagai permasalahan saat ini secara kritis. Dari permasalahan kota, politik, kekuasaan, moderenitas, teknologi, ekonomi, generasi, gender, tradisi, agama, media massa, identitas, budaya pop, seni keseharian, sampai pada pemilihan umum. Video non-naratif yang terbuka bagi rekonstruksi, manipulasi rekaman, dan berbagai pendekatan komedi dari lelucon, parodi, absurd, satir, sarkastik, vulgar, tabu dan hingga komedi tragis dapat disaksikan selama pameran berlangsung.
Bagi ruangrupa, tema komedi dipilih karena merupakan cara ampuh untuk melepaskan diri dari kecemasan. Sebagai kecaman kritis yang menyamar dalam hiburan, komedi bisa merefleksikan segala sesuatu, menertawakan diri sendiri, protes tanpa amarah dan mengubah celaka jadi jenaka. Komedi juga merupakan cara berkomunikasi yang telah menemani masyarakat Indonesia sejak dulu—dari komedi yang menggunakan tubuh hingga dalam bahasa audio-visual. Pemilihan tema komedi ini tidaklah tercetus begitu saja, melainkan melalui serangkaian perdebatan yang panjang. Seperti tertulis dalam pengantar festival, OK.Video: Comedy berupaya menanggapi kondisi sosial, politik dan budaya di negara ini. Penyelenggaraan OK. Video Comedy juga tak terlepas dari upaya diseminasi ruangrupa dalam menggagas praktik seni media baru untuk merespons bahkan menginterupsi kondisi global, yang dalam hal ini merujuk pada moderenitas.
Media Protes
Konsepsi representasi melalui media baru di negeri ini mewabah sejak satu dasawarsa terakhir. Setelah runtuhnya kekuasaan Orde Baru pada tahun 1998, atmosfer politik berubah secara drastis. Masyarakat dapat mengakses teknologi informasi dengan mudahnya. Konsumsi terhadap teknologi informasi tersebut membentuk sebuah institusi sosial baru seperti warnet, chat-room, mailing-list, dan sebagainya. Bersamaan dengan itu, representasi politik masyarakat tertampung melalui penggunaan media baru. Di Indonesia, praktik seni media baru tak terlepas dari kritik terhadap ketergantungan masyarakat dalam mengonsumsi televisi, video games, komputer dan berbagai macam peranti seperti internet dan smart-phone. Praktik seni media baru menjadi semacam budaya tandingan atas dominasi media, terutama televisi.
Dalam sejarahnya, kelahiran seni media tak lepas dari perkawinan antara seni dan teknologi yang dipicu oleh problem kultural, sosial dan politis di dunia Barat di tahun 1960an. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi waktu itu dipakai sebagai instrumen dehumanisasi manusia. Hal ini menyebabkan proses reifikasi manusia tak dapat dihindari dan berlangsung di mana-mana. Krisis patalogis inilah yang menyertai kelahiran seni media baru.
Seni media muncul sebagai bentuk protes terhadap penetrasi hegemonik teknologi informasi saat itu. Adalah Nam June Paik sebagai perintis awal bagi perkembangan seni media baru yang konsisten menggugat dan menentang budaya visual, terutama yang disosialisasikan oleh televisi sebagai agen penyalur informasi dan hiburan. Paik curiga bahwa televisi memiliki ekses buruk secara sosial, politik dan ekonomi. Ia menganggap televisi sebagai perpanjangan tangan dari penguasa dan raksasa korporasi. Paik, kemudian mencoba mengartikulasikan kritiknya terhadap budaya visual masyarakat Barat.
Tentu, kehadiran seni media baru tak terlepas dari kelahiran video yang merupakan elemen gambar bergerak. Teknologi video, tidak dapat dipungkiri memiliki peran besar bagi lahirnya seni media baru. Menurut Krisna Murti, seorang praktisi dan pengajar seni media baru, seni media lahir dari perkembangan budaya visual di mana berbagai elemen terangkum menjadi kesatuan kosmik. Seni media baru mengandaikan elemen interaktivitas, virtualitas, dan imaterialitas. Dalam perkembangan selanjutnya, praktik seni media baru tampil dengan konsisiten sebagai arus perlawanan terhadap dominasi media arus utama. Kehadirannya pun telah memberikan inspirasi bagi proses demokratisasi media sehingga monopoli terhadap informasi dapat diminimalisir. Hingga kini, seni media baru tetap relevan dan bahkan sangat berkembang sebagai sebuah cara untuk memberikan komentar dan refleksi atas gegap-gempitanya arus informasi. Seni media baru tampil sebagai antitesis atas aneka isu masyarakat kontemporer.
Teknik Kurasi
Pada penyelenggaraan Ok.Video—4th Jakarta International Video Festival ini tercatat sebanyak 65 karya video yang lolos seleksi dari 56 partisipan. Selain itu, festival juga dimeriahkan dengan tiga presentasi khusus dari Goethe Institut, CCF, dan Cologne OFF.
Berbicara mengenai pola pemilihan karya-karya video yang ditampilkan di festival, Aminuddin mengatakan, ada dua kecenderungan. Pertama, seniman membangun narasi—panjang maupun pendek—yang lalu sengaja ditata, baik alur, suara, dan pola komunikasinya, untuk kemudian direkam. Kedua, menunggu momentum dari realitas kehidupan sehari-hari yang secara kebetulan memancing tawa dan secara tak sengaja terekam oleh kamera. Kuantitas kecenderungan yang pertama jauh lebih dimanfaatkan seniman.
Sebagai penyelenggara, ruangrupa menjalankan dua pola aplikasi karya. Pertama, pendaftaran terbuka kepada siapa saja yang (merasa) seni videonya memiliki nilai komedi. Kedua, melalui undangan khusus bagi mereka yang sepanjang kiprahnya acapkali memunculkan kualitas humor di dalam karya-karya video mereka. Semua dibagi ke dalam sub-sub genre komedi yang dipandang mewakili segala yang satir, sinis, kritis, parodik, situasional dan absurd.
Menurut Aminuddin, festival OK. Video: Comedy berfungsi secara nyata sebagai parameter perbincangan seni-seni mutakhir di Indonesia. Istilah komedi, menurutnya, bisa dipahami sebagai salah satu cara—yang sangat spesifik—untuk melihat peluang tentang bagaimana seniman menggali sensibilitas ‘humor’ melalui kamera. Di lain pihak, tema komedi juga secara efektif mampu menyematkan dimensi kritis dalam mencermati kehidupan dan praktik seni kekinian.