Federico Fellini menganggap bahwa Neorealisme Italia bukan sebagai pertanyaan tentang “apa”, tapi “bagaimana” sutradara menampilkan realitas.
Kekhawatiran atas Neorealisme sebagai formalisme terhadap realisme, sesungguhnya tidak lepas dari kebakuan dalam menampilkan realitas yang membawanya ke arah propaganda.
Filem Cabiria Dalam Malam (Le Notti di Cabiria), 1957, karya Federico Fellini dikomentari oleh André Bazin: Realisme tidak mungkin dirumuskan dari tujuannya, tetapi dari sarananya. Hal ini tentu saja sebagai pembelaannya pada gerakan Neorealisme Italia dengan percabangan gaya di penghujung periode emasnya. Lalu, tuduhan negatif yang dilancarkan oleh Guido Aristarco —dari Jurnal film Italia Cinema Nuovo— yang mengatakan adanya sikap borjuis di balik karya-karya Fellini.
Jika kita melihat filem ini, sesungguhnya lebih menitikberatkan pada “menampilkan tokoh” ketimbang “peristiwa”, layaknya karya-karya genre yang sama sebelumnya. Yang menarik dari Fellini dalam Cabiria Dalam Malam, ia menghadirkan tokoh bukan berdasarkan karakter, tetapi berdasarkan tampilan (appearances) tokoh di balik benda-benda.
Cabiria Dalam Malam diilhami oleh adegan pendek karya Fellini sebelumnya, The White Sheik (1956) —yang memperlihatkan penampilan aktris Giulietta Masina pada adegan awal filem tersebut. Dari tokoh Masina inilah, Cabiria berasal. Pengambilan nama Cabiria sendiri, oleh Fellini diilhami oleh filem karya Giovanni Pastrone, Cabiria (1914), sebuah filem berdasarkan epos Italia pada jaman Hannibal di Romawi.
Kisah Cabiria Dalam Malam adalah tentang Cabiria Ceccarelli, seorang pelacur di Ostia (dekat kota Roma), sebuah pemukiman kumuh yang miskin. Cabiria berharap berjumpa dengan pujaan hati yang jujur. Namun moral hidupnya membawa ia pada kenaifan hidup, karena harus dipecundangi oleh pria yang ia percayai.
Cabiria Dalam Malam, mempertegas pentingnya tokoh yang menjadi kunci dari bangunan realisme ala Fellini. Hal ini pula yang menjadikan banyak pandangan pada karya-karyanya yang dianggap biografis.
Karakter pelacur pada Cabiria Dalam Malam adalah para karakter yang nyata. Para pelacur tersebut sempat ia temui ketika ia menggarap The Swindlers (1955). Keaktualan para tokoh inilah yang sesungguhnya masih menyisakan semangat Neorealisme Italia Fellini, yang merupakan sesuatu yang khas dan melekat dalam Neorealisme Italia.
Diakui atau tidak, Fellini memang sudah sedikit bergeser dalam tradisi Neorealisme Italia. Namun, dalam pengakuannya, ia masih berada dalam gaya Neorealisme Italia. Bangunan realisme tidak lagi sekedar menghadirkan realitas. Baginya pertanyaan tentang siapa yang menghadirkan realitas menjadi penting, karena faktor kekuasaan yang melingkupinya. Gaya Neorealisme Fellini memasukkan unsur-unsur realitas metafisika dan spiritualisme.
Dari segi nama, tokoh Cabiria adalah spiritualitas Italia zaman Romawi. Ekspresi Cabiria terhadap pemaknaan hidup, khususnya harapan akan seorang lelaki jujur yang mendampingi hidupnya merupakan spiritualitas tanpa lelah sampai penghujung kisah.
Spiritualitas Cabiria dihadirkan dengan suasana kota yang khas, pada kebudayaan Italia yang tidak luput dari endapan pengaruh-pengaruh Romawi. Cabiria dihadirkan dalam kehidupan malam kota. Ia tidak dihadirkan sebagai karakter yang menonjol. Namun, tokoh pelacur ini dihadirkan bersama dengan artefak-artefak kebudayaan Italia. Hal ini terbalik jika dilihat dari khasanah Neorealisme Italia. Sang sutradara menghadirkan arti dan artefak yang bersifat dokumenter melalui benda-benda. Dalam hal Cabiria, pada filem ini, Fellini menghadirkan sejarah prostitusi di Eropa yang memang dekat dengan kebudayaan borjuis.
Cabiria semacam Charlie Chaplin, bukan soal karakter namun kekasatan mata pada benda-benda dan Chaplin pada gerak. Fellini telah mengembangkan sejarah realisme tokoh pada sinema, terutama pada adegan interupsi Cabiria menghadap kamera, yang oleh Bazin di sebut sebagai “mata bertemu mata”.
http://www.youtube.com/watch?v=_e0YEjUvNDY
[/tab_item]
[tab_item title=”EN”]
(Temporarily available only in Bahasa Indonesia)
[/tab_item]
[/tab]