13 Juli 2012 lalu, Forum Lenteng berulang tahun yang ke-9. Sebuah perjalanan panjang buat kami, saya terutama. Di saat kawan-kawan merayakannya bersama di Jakarta, pada 20 Juli 2012, saya berkesempatan untuk mengunjungi Nam June Paik Art Center (NJP Art Center) di Gyeonggi-do, Korea. Dan beruntung untuk menghadiri sebuah pameran besar mengenang 80 tahun Nam June Paik di sini. Sebuah lokasi yang cukup jauh dari tempat saya melakukan residensi seni di Ansan City, sekitar satu setengah jam perjalanan dengan kereta dan setengah jam selanjutnya meneruskan dengan bus dalam kota. Sedikit cerita tentang NJP Art Center yang diinisiasi pembangunannya pada 2001 untuk didedikasikan pada sang tokoh Nam June Paik. Nam June Paik juga memberi masukan pada ide pembangunan gedung ini, dalam pembicaraannya itu, Paik berkeinginan agar institusi ini menjadi “Rumah Di Mana Semangat Nam June Paik Terus Hidup” dan telah dibuka untuk umum pada 2008.[1]
“Nam June Paik’s 80th Anniversary: Nostalgia is an Extended Feedback”, begitu tema kegiatan ini yang saya terjemahkan dalam judul tulisan di atas. Diambil dari Tulisan Nam June Paik pada 1992, Ia percaya bahwa nostalgia masa lalu tak hanya sebuah aksi dan perasaan untuk memunculkan ingatan, tetapi dapat memunculkan kebangkitan sehebat, atau bahkan lebih hebat dari, respon orang lain. Itu juga sebuah kasus untuk melihat kembali kerja Paik. Karena “nostalgia” untuknya ketika bergabung dengan seni media sekarang dapat memberikan sebuah ‘respon’ ‘berkelanjutan’.
Pameran ini dimulai dengan pola pikir Paik dalam segi visi dan berpikir ke depan. Ia menempatkan perkembangan teknologis dalam kekaryaannya, dan membuat karya seni yang menyediakan pengetahuan untuk lingkup masa depan media. Di awalnya, ia tenggelam dalam sibernetika, sebuah pengetahuan yang mana, tanpa mengesampingkan manusia, mesin dan alam, menginvestigasi cara mereka berkomunikasi dan bagaimana mereka mengendalikan komunikasi. Ia terpesona dengan pandangan dunia sibernetika yang melampaui batas-batas, dan untuk menyadri hal ini dalam jalur artistik, ia secara aktif mengadopsi teknologi untuk kerja keseniannya.[2]
Dan Paik tak sendiri dalam ‘bernostalgia’, beberapa seniman lain juga turut menampilkan karyanya dalam perhelatan besar ini. Sebut saja; Shinil Kim, Dan Graham, Lutz Dammbeck, Mary Bauermeister, Michael Snow, Valie Export, Bill Viola, Shigeko Kubota, Antoni Muntadas, Olafur Eliasson, Lee Bul, Catherine Ikam & Louis Fléri.
Nam June Paik, (20 Juli 1932 – 29 Januari 2006) adalah seorang seniman berkebangsaan korea-amerika. Berkarya dengan ragam media dan dianggap sebagai seniman video pertama. Lahir di Seoul saat periode aneksasi Jepang pada Korea, dan dibesarkan dengan latihan piano klasik. Pada 1996, Paik terkena stroke yang melumpuhkan bagian kiri tubuhnya; ia menggunakan kursi roda di dekade akhir hidupnya. Dan meninggal pada 29 Januari 2006 di Miami, Florida.[3] Melanjutkan karirnya di seni video dapat anda baca di sini: https://jurnalfootage.net/v4/artikel/seni-video-di-new-york-sebuah-catatan-pengalaman.
Kapal Antariksa Bumi dari Pixel ke Panorama
Teknologi bagi Paik bukan hanya instrumen dalam berkarya-seni, tetapi sebuah aparatus navigasi dari manusia ekologis, mesin dan alam. Dipengaruhi akan wacana sibernetika rentang 1960-1970an, dia mendekatkan komunikasi sebagai isu ekologis. Ia bermaksud dengan seni medianya untuk mengarahkan topografi yang dibentuk oleh elemen-elemen manusia, mesin dan alam, untuk meningkatkan hubungan di antara mereka, dengan apa yang dapat didenyutkan oleh planet.
Ia unggul dalam memadukan sebuah fokus tampilan dalam layar pixel dan sebuah panorama dari sebuah globe. Dalam One Candle sebuah kamera video dan proyektor menghasilkan perbesaran dari sebuah gambar lilin yang menyala, yang meleburkan realitas dan virtualitas dalam satu dimensi spasial tunggal. Gerakan dari elektron-elektron kecil dalam gambar video muncul menjadi aktualitas dan fisikalitas berikut juga dengan karya TV Garden. Monitor-monitor TV diletakkan di antara hijau dedaunan yang memainkan musik dan tarian dari seluruh dunia, yangmana stimuli elektronik dan hijau alam menyatu dalam ‘tekno-ekologi’ organik. Moon is the Oldest TV memproyeksikan bulan, sumber purba cahaya dalam kehidupan manusia yang ditampilkan dalam garis-garis pindai televisi yang tak terhitung. Melihat 12 fase waktu berbeda dari sabit ke purnama yang ditayangkan dalam satu waktu. Dan sangat mungkin seseorang menjadi lebih sadar untuk menjadi manusia yang menumpang pada Kapal Antariksa Bumi.
Pada sebuah cakrawala di mana manusia, mesin dan alam berbaur TV Fish menampilkan imaji video manusia dalam sebuah monitor dan ikan sungguhan dalam akuarium menari layaknya bersama dalam satu panggung. Apple Tree di bangun dengan menggunakan 33 televisi yang menampilkan gambar-gambar kaleidoskopis dengan warna-warna yang mencolok dan efek pisah-layar yang memberikan kekuatan besar dalam istilah visual.
Fragments of an Archetype (Catherine Ikam & Louis Fléri, 1980/2012), menampilkan versi elektronik dari Vitruvian Man-nya Leonardo da Vinci, di mana seniman renaisans mengekspresikan prinsip-prinsip keteraturan dan keselarasan kosmos dalam proporsi matematis tubuh manusia. Menarik perhatian pada antroposentrisme, ikam dan Fleri memfragmentasi tubuh manusia ke dalam enam belas bagian yang direpresentasikan dalam gambar bergerak, dimana monitor-monitor diatur sedemikian ke dalam bentuk patung multi-televisi yang besar. Untuk menumpuk satu sama lain antara manusia, layar, dan dunia melalui teknologi dapat mengungkap kemungkinan adanya persebaran spasio-temporer manusia dalam jaringan relasional alam manusia-mesin . Hal ini tidak lain adalah seni sibernetika Paik di yang didefinisikannya sebagai pengetahuan akan hubungan, atau hubungan itu sendiri.
Homo Cyberneticus
Membuat berbagai karya akan hibrida manusia-mesin, Paik menampilkan ragam figur bersejarah, seniman-seniman, teoretisi, dan karakter dalam filem dan literatur. The Rehabilitation of Gengis-Khan dan Marco Polo adalah robot-robot yang ditampilkan dalam pameran Paik, Artist as Nomad: Electronis Superhighway – from Venice to Ulan Bator di German Pavilion dalam Biennale Venezia 1993. The Rehabilitation of Gengis-Khan di atas sepeda, di belakangnya menopang mesin-mesin dengan informasi transportasi, dan Marco Polo mengendarai sebuah mobil yang berisikan bunga sungguhan. Di taman Pavilion Paik membuat ‘Scythian Road’, ibarat Jalur Sutra, di mana ia meletakkan para nomad silang-budaya yang memnghubungkan Timur dan Barat dalam sejarah, direpresentasikan dalam patung robotnya. Ini adalah usaha untuk menggarisbawahi kemampuan dari pertukaran budaya antara masyarakat yang berbeda.
Paik terus menjelajahi gagasan tentang nomadisme. Happy Hoppi adalah sebuah penggambaran dari orang Hopi, satu dari orang Amerika asli, memakai tutup kepala khas Indian, memegang busur dan anak panah di kedua tangannya, dan mengendarai skuter. Sebuah kendaraan juga muncul lagi dalam karya Easy Rider, potret pemuda hippie yang mengendarai sepeda motor dari filem Hollywood, seperti juga dalam The Rehabilitation of Gengis-Khan dan Marco Polo. Menempatkan robot dan kendaraan, Paik menyinggung hubungan antara ‘transportasi’ dan ‘komunikasi’, di mana ia juga memperluas ke dalam masa para nomad digital. Dilambangkan oleh Highway Hacker yang meruntuhkan tembok dan batasan dalam informasi superhighway, untuk melintasi dunia melalui jaringan digital untuk menyingkirkan hambatan berpikir kreatif, yang sesuai dengan praktik dan filosofi Paik.
Paik pernah berkata, ia memiliki sifat nomaden dalam gen nya, untuk melanglang buana ke cakrawala baru. Selalu bersemangat untuk melihat jauh ke depan, ia mungkin telah menyandikan atribut ‘homo cyberneticus’ dalam manusia robotnya. Manusia baru membudidayakan komunitas virtual di dunia maya seperti Howard Rheingold berpendapat. Paik tidak dengan begitu saja mengikuti teknologi-teknologi mutakhir; melainkan berusaha untuk memanusiakannya. Dia menjelaskan bahwa kemanusiawian adalah sebuah istilah yang dipinjam dari The Human Beings: Cybernetics and Society-nya Norbert Wiener. Dengan pengenalan yang tajam akan momentum historis dengan mana subjek dan objek, atau pencipta dengan ciptaan, dalam interaksi manusia, mesin dan alam semakin terhibridisasi, Paik tampaknya ingin menunjukkan kebutuhan untuk merefleksikan ‘kemanusiaan’ manusia dengan cara yang sepenuhnya baru sekarang.
Teater Robot
Perkembangan teknologi meningkatkan hasrat akan bagian-bagian tubuh mekanik, yang mana dipercaya orang-orang dapat mengatasi keterbatasan manusia. Robot pertama Nam June Paik, Robot K-456, yang mana ia mengkombinasikan manusia dan bagian-bagian mekanik, yang pertama kali dipamerkan di New York Avant-Garde Arts Festival Kedua pada 1964. Robot K-456, sebuah kolaborasi antara Paik dan Shuya Abe yang digerakkan dengan remote control. Robot ini mampu bergerak bebas, dan berinteraksi dengan penonton. Robot K-456 melangkah di jalanan, menyuarakan ulang pidato John F. Kennedy melalui mulutnya dan mengeluarkan bebijian dari belakang seolah-olah buang hajat.
Robot K-456 tampil dalam ragam performance Nam June Paik semenjak debutnya di 1964. Pertunjukkan terakhirnya adalah di Whitney Museum of American Art 1982, di mana ia ditabrak oleh mobil ketika melintas di jalan. Paik menggambarkan performance ini adalah, “bencana pertama di abad keduapuluh.” Melalui performance ini, Paik mengungkapkan fiksi akan rasionalitas mekanik, dan menyuguhkan kemungkinan mesin manusiawi yang mampu merasakan penderitaan dan emosi manusia dan juga pengalaman akan hidup dan kematian.
Ketertarikan Paik akan robot berlanjut hingga pertengahan 1980an, yang menghasilkan seri robot yang disebut video sculpture. Robot-robot ini tidak dikendalikan oleh manusia seperti Robot K-456. Sebaliknya, set televisi bergaya lama menggantikan tubuh manusia, dan monitor-monitor TV menayangkan video-video. Paik menghidupkan kembali dalam robot-robot ini ragam karakter bersejarah seperti Hipokrates, Descartes, Schubert, dan Danton. Dia juga menghidupkan kembali aktor dan sutradara filem Charlie Chaplin dan komedian Bob Hope. Lebih jauh, ia membuat robot-robot dari orang-orang Korea yang bersejarah seperti Ratu Seondeok dan Yule Gok. Robot-robot Paik memunculkan identitas-identitas mereka dalam namanya, dan tubuh mereka digantikan dengan ragam bentuk dari televisi-televisi yang mencitrakan karakteristik manusia.
Waktu dan Ruang Sibernetika
Bergerak dari masa elektrik ke elektronik, menjadikan kemungkinan untuk menerima informasi yang sama pada lokasi yang berbeda di saat yang bersamaan, dan lebih jauh, untuk menyimpan informasi untuk membawa pengalaman lampau ke saat sekarang dan untuk melestarikannya untuk masa depan. Dengan keberubahan ini, yang dapat juga disebut sebagai revolusi sibernetika, seniman-seniman datang untuk bermimpi akan parameter-parameter baru akan waktu dan ruang yang tidak dapat dibayangkan oleh mereka pada masa elektrik. Mereka tidak disibukkan semata dengan menggunakan teknologi mutakhir, meskipun, dan menggambar dengan metode teknologi tinggi, mereka menciptakan karya seni yang mengedepankan mawas perubahan yang mendasar dalam persepsi manusia. Pekerjaan ini tepat sekali menunjukkan ide Nam June Paik bahwa, “seni tersibernetika sangat penting, tetapi seni untuk hidup tersibernetika lebih penting, dan kebutuhan yang terakhir untuk tidak tersibernetika.”
Dalam Space Seeing – Space Hearing karya Valie Export mengubah rekaman gambar tubuh diam menjadi jenis baru gambar bergerak melalui efek pisah-layar dan penyuntingan suara. Dalam karya Dan Graham, Past Future Split Attention, dua orang bersamaan dalam satu ruang, di mana yang satu terus memberikan penjelasan tentang apa yang dijelaskan sekarang oleh orang kedua, sementara orang kedua melakukan performance dengan memperkirakan apa yang orang kesatu akan lakukan. Performance ini membuktikan bahwa pengalaman temporal dapat dicampur adukkan hanya dengan ingatan dan tanggapan akan informasi. Nam June Paik dan Shigeko Kubota dalam Allan ‘N’ Allen’s Complaint menyatukan gambar-gambar ke dalam dimensi ruang-sementara yang mana tidak mungkin dilakukan pada masa elektrik. Dalam gambar yang diproduksi oleh Paik menggunakan video synthesizer, allan Ginsberg dan ayahnya yang meninggal tiga tahun lalu hadir di satu ruang, dan Allan Kaprow berjalan di atas air.
Sangat dikenal dengan video filosofis kontemplasi-nya, Ancient of Days karya Bill Viola membalikkan atau mendekonstruksi alur alamiah akan waktu, yang mana memperlihatkan ragam aspek pengalaman akan waktu secara subyektif. Karya Michael Snow, WVLNT merupakan versi sunting-ulang dari Wavelength yang diakui sebagai pembuatan filem avant-garde klasik. Video ini membedah karya aslinya, di mana di sana ada kejadian yang berbeda dalam satu bidikan-tunggal, ke dalam bagian-bagian singkat yang lalu ditumpuk satu sama lainnya. Hal ini jelas menunjukkan bahwa penyuntingan gambar dapat menimbulkan pengalaman ruang-sementara menjadi sangat berbeda. Untitled (“Infinity” Wall) dari Lee Bul, menciptakan sebuah ruang berulang yang tak berbatas, menggunakan cermin dan struktur-struktur seperti sebuah model dari kota virtual. Dunia nyata dalam ruang ini menciptakan ‘efek’ sibernetika mutakhir dengan perantara cermin-cermin, medium ilusi yang paling lawas.
Sirkuit Terbuka, Akses Terbuka
Memorabilia adalah sebuah rekonstruksi dari Studio Nam June Paik di New York, yang dipenuhi oleh benda-benda usangnya. Itu tidaklah sebuah bengkel teknis resmi dari seorang seniman media. Dari 1950an apa yang Paik anggap sebagai tugas utamanya terkandung dalam oerantara antara bidang yang berbeda seperti musik dan seni visual, perangkat keras dan lunak, elektronik dan kemanusiaan. Memorabilia merupakan sebuah laboratorium yang menyatukan pandangannya akan dunia dan filosofi artistik, tidak terikat dengan bagian tertentu atau kategorisasi.
Dalam Memorabilia ada tayangan dokumenter dari Lutz Dammbeck, The Net: The Unabomber, LSD and the Internet, yang berusaha untuk melihat ke perubahan avant-garde dan sosial yang dibawa oleh teknologi jaringan. Narasinya berpusat pada Ted Kaczynski yang terkenal juga sebagai “Unabomber” (University and Airline Bomber). Filemnya berisi riset arsip dan wawancara dengan tokoh kunci di dalam sibernetika. Di antaranya adalah Stewart Brand, pendiri dari The Well, komunitas online yang paling awal, dan seorang editor dari Whole Earth Catalogue, John Brockman, pendiri The Edge Foundation dan penulis Digerati: Encounters with the Cyber Elite, dan Heinz von Foerster, seorang fisikawan dan filsuf dan juga arsitek sibernetika awal. Pendahuluan filem ini menarik sebagai referensi ke karya eksperimental Paik tentang seni, mendistorsi wajah Marshall McLuhan di TV dengan demagnetizer, dan melakukan performance radikal dengan Charlotte Moorman. Paik berhasrat untuk optimistik dan menjadi pribadi revolusioner yang menyenangkan, sementara terkonsentrasi dengan kemampuan luar biasa akan komunikasi elektronik yang dipegang khusus oleh beberapa kelompok kekuasaan.
The Net: The Unabomber, LSD and the Internet (2003) (1/12)
The File Room, Antoni Muntadas, berbicara tentang ‘penyensoran’ dalam hubungannya dengan kuasa otoriter dalam komunikasi. Ini adalah sebuah basis data dari kasus-kasus penyensoran dalam bidang seni dan budaya, dari zaman purba ke periode modern di seluruh dunia. Karya ini memiliki bentuk yang terbuka di mana siapapun dapat menambahkan kasus penyensoran, dan basis data yang terus berlanjut dan bertambah ini di kelola dengan kerjasama beberapa organisasi seperti National Coalition Against Censorship di Amerika Serikat. Database virtual di internet juga dialihkan ke dalam bentuk sel fisik yang terbentuk dari tumpukan ribuan lemari arsip. Dalam gelap, tertutup dan suasana atmosfir yang agak menyesakkan, penonton diajak untuk mencari database komputer dan untuk berpikir artian-artian baru dari komunikasi dua-arah yang dikejar oleh Paik. Ketika jenis seni ini, dilengkapi dengan semangat komunitas dan memimpikan untuk kesembuhan masyarakat, yang dibantu dengan teknologi, umpan balik dapat dikembangkan, seperti Paik menempatkannya, di mana hubungan baru melahirkan isi baru dan isi yang baru melahirkan hubungan yang baru pula.
Seni Partisipasi
Paik ingin menumbangkan ide yang terbentuk sebelumnya bahwa televisi adalah media yang sudah ditentukan dan dengan demikian terbatas. Di dalam pameran tunggal pertamanya di Galerie Parnass, Wuppertal, Germany di 1963, 30 set televisi eksperimental yang secara fisik telah dimanipulasi dipamerkan. Diantara karya itu, Participation TV memiliki mikrofon yang telah terpasang. Ketika penonton membuat suara di mikrofon, suara mereka diamplifikasi dan beragam garis-garis muncul di monitor TV mengikuti tinggi rendahnya suara. Menggunakan televisi eksperimental ini yang telah pula dimanipulasi bagian sirkuit dalamnya, Paik membuat karya seni sebagai sistem sirkuit kendali dan komunikasi. Dalam proses ini, penonton diartikan ulang sebagai subyek aktif yang berpartisipasi dalam karya seni dengan ragam umpan balik, tidak hanya sebagai subyek pasif yang hanya menerima informasi yang dikeluarkan.
Dengan Magnet TV, sirkuit dalam yang telah dimanipulasi agar gambar-gambar dari sinyal elektronik akan terganggu kapanpun penonton menggerakkan magnet. Karya ini, yang menciptakan gambar indah dalam monitor dengan proses operasional yang mudah, adalah temuan unik Paik layaknya Paik-Abe Vidoe Synthesizer. Dikembangkan bersama Paik dan Shuya Abe, Paik-Abe Video Synthesizer secara terus menerus menerima gambar-gambar dari berbagai sumber seperti kamera video, dan melakukan editing di saat yang sama. Paik menggunakan video synthesizer ini untuk meng-edit imaji visual dan film komersial Jepang dan memproduksi karya 4-jam, Video Commune, di mana ia siarkan langsung melalui WGBH di boston pada 1971. Pentingnya kejadian ini adalah Paik memang berhasil berkomunikasi dengan publik luas melalui karya video untuk penyiaran.
Sementara Paik-Abe Video Synthesizer menyatukan gambar yang beragam menjadi satu, Three Camera Participation dan Your Uncertain Shadow (Growing)-nya Olafur Eliasson mengundang penonton untuk menemukan gambarnya yang dipecah menjadi beberapa kesatuan. Menggunakan metode ilmiah dan teknologi, Eliasson menyublimkan elemen-elemen dari fenomena alamiah seperti cahaya, air dan kabut ke dalam karya seni. Dengan menampilkan stimulasi alam akan konstruksi dirinya sendiri di dalam ruang tertentu, ia memberikan penonton pengalaman yang unik-perlawanan akan peradaban dan alam. Dalam karya Eliasson, partisipasi penonton sangat berfungsi sebagai motif yang penting. Ia berbagi tujuan artistik umum dengan Paik selagi berusaha menuju ke arah kombinasi alam dan ilmu pengetahuan, interaksi antara karya seni dan penonton, dan komunikasi antara seni dan masyarakat.
Komunikasi White Noise
Nam June Paik seringkali mengutip Norbert Wiener, moyang sibernetika: “White Noise berisi informasi yang sangat maksimal”. White noise dalam sibernetika berarti sinyal-sinyal yang berisikan pesan-pesan ambigu. Dalam white noise, isi yang disampaikan secara langsung diminimalisasi. Wiener berpendapat bahwa pesan-pesan yang jelas dan dan berulang memiliki informasi yang lebih sedikit sementara pesan-pesan yang lebih ambigu yang menstimulasi imajinasi penerima, seperti puisi, mentransfer informasi yang lebih.
Paik memperhitungkan lukisan Mary Bauermeister sebagai contoh yang representatif dari white noise. Paik berkata, “lukisan Mary di 1959 mencerminkan ‘white noise,’ serpihan salju berwarna-warni. Ini adalah contoh yang mewakili informasi tingkat-rendah yang membutuhkan tingkat yang lebih tinggi akan partisipasi dari penonton.” Lebih jauh, dalam esainya (Norbert Wiener dan Marshal McLuhan) ia mencatat karya-karya seni yang ia percaya menunjukkan hubungan antara sibernetika dan estetika. Daftar ini dimulai dengan John Cage. Dengan kata lain. Apa yang Paik pertimbangkan penting dalam seni white noise adalah bukan untuk menyederhanakan bentuk, tetapi bagaimana untuk memaksimalkan imajinasi dan partisipasi penonton dengan mengikutsertakan proses tak menentu seperti ‘cool media’-nya Marshal McLuhan.
Dalam pengertian ini, karya Shinil Kim Invisible Masterpiece dapat dipertimbangkan sebagai wakil dari karya white noise. Itu berupa karya animasi: berupa rekam video penonton yang melihat karya seni di museum. Dan lalu apa yang tertinggal hanyalah kontur minim yang memperlihatkan gerakan manusia, yang “ditekan” ke kertas. Si seniman terinspirasi dari ide McLuhan akan cool media. Dengan demikian, dalam rangka untuk menciptakan situasi di mana penonton dibuat untuk menggunakan imajinasi sepenuhnya karena mereka diberikan informasi dalam jumlah yang kecil, ia memilih mencetak dibanding dengan garis-garis gambar sehinggakontur-kontur itu terbentuk dan hilang mengikuti sudut-sudut cahaya. Karya Nam June Paik Zen for Film, adalah contoh yang ekstrim dari karya white noise. Itu adalah gulungan filem kosong, yang ditampilkan di layar hanya tanda goresan fisik. Tepatnya karena ini tidak membawa informasi apapun, hanya untuk memancing imajinasi sang penonton. Lebih jauh, karena bayangan yang diciptakan ketika penonton melangkah antara proyektor dan layar, penonton menjadi partisipan yang aktif.
Penutup
Selang saya berputar-putar di dalam galeri kurang lebih 6 jam, saya menonton acara penutup di malam pembukaan ini. Dua buah performance dari Byungki Hwang (pemain Gayageum, dan komposer) beserta kawan-kawan dengan judul “In Memory of Nam June Paik” dan Takehisa Kosugi (seniman fluxus) dengan judul “July 20 for Paik”. Sebagai penutup tulisan ini, dan juga dikarenakan tidak boleh merekam dengan kamera video untuk pertunjukkan Takehisa Kosugi oleh panitia, saya sertakan audio penampilannya.
Salam.
Byungki Hwang (pemain Gayageum, dan komposer) beserta kawan-kawan dengan judul “In Memory of Nam June Paik”
Takehisa Kosugi (seniman fluxus) dengan judul “July 20 for Paik”
*Sebagian besar tulisan diterjemahkan oleh penulis dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia dari katalog acara 80 Tahun Nam June Paik di NJP Art Center.
[1] http://www.njpartcenter.kr/en/about/mission.asp, diakses pada 23 Juli 2012, 18:53
[2] Katalog Pameran “Nam June Paik 80th Anniversary: Nostalgia is an Extended Feedback” (2012)
[3] http://en.wikipedia.org/wiki/Nam_June_Paik, diakses pada 23 Juli 2012, 19:38]
[/tab_item] [/tab]
Terima kasih Anda sudah menuliskan terinci sang Nabi. Pendekatan telaah di luar tv culture memperluas perspektif kita mengenai Paik dan seni media baru. Saya kira tulisan ini bermanfaat bagi mereka yang ingin tahu mengenai seni media baru dan konteksnya dengan budaya kini dan ke depan serta komitmen bersama tentang kemanusiaan. Pameran ini lengkap bahkan beberapa di antaranya karya-karya yang langka dimuat dalam buku. Anda beruntung sudah jauh-jauh menyempatkan diri. Tulisan ini memicu kembali pertanyaan klasik saya: mengapa karya-karya seperti ini lahir dari seorang Asia (Korea) ? Jika tidak penting pertanyaan ini lalu apa penjelasannya? Keren Andang!
Mungkin dalam hal ini Paik memanglah seorang kelahiran korea, di seoul pada 1932 dan berasal dari keluarga yang cukup kaya. dan semenjak 1950 dia dan keluarganyanya menjalani hidup nomadik karena perang Korea. tapi yang menarik adalah eksperimentasinya dengan ragam medium. Dibesarkan sebagai pianis klasik, mendapatkan dasar spiritual zen di Tokyo dan lalu mempelajari filosofi eropa dan musik modern di Munich dan Cologne, Jerman. dan lalu bertemu john cage (1958) di Jerman juga yang menginspirasi dirinya untuk bereksperimen dengan zen buddhism dan new music lalau melakukan performance juga di masa itu bersama kelompok fluxus. di 1963, dia mulai eksperimen dengan TV sculpture-ing dan setelah itu melakukan eksperimen lagi dengan Shuya abe, untuk memanipulasi sinyal dalam televisi.
Ia pindah ke amerika pada 1964, dan bertemu dengan charlotte moorman dan bekerja bersama untuk membuat karya. Seperti TV Cello dan TV bra, yang sempat juga tertangkap polisi karena aksi mereka. obyek dalam karya ini menjadi satu, musik-media elektronik-tubuh. dan kemudian seni video yang dikembangkannya dari konsepnya sendiri akan visualisasi musik, yang akhirnya menyatukan media dan seni yang sekarang menjadi genre artistik yang unik dari Paik.
Di 1965, seperti yang sudah kita tahu, Paik mendapatkan kameranya Sony Portapak, kamera portabel pertama. dia yang menjadi seniman pertama yang menggunakannya. Hari di mana ia dapat itu yang bertepatan dengan kedatangan paus, dan merekamnya langsung, dan menayangkannya di hari yang sama di Cafe a Go-Go.
Dan ya, ia adalah salah satu seniman yang unik dari sekian banyak seniman yang ada di abad keduapuluh, yang dapat di relasikan dengan kemampuannya untuk berkreasi dengan ragam disiplin dan bahasa, mengkombinasikan teknologi media dengan seni. dan ia juga paham akan cakupan media massa, dengan good morning mr.orwell. dan ia sanggup bersanding dengan seniman-seniman besar lainnya.
Dan akhirnya mungkin bukan darimana ia berasal, karena toh ia pun mendapatkan banyak sesuatu yang baru dari hidup nomaden bersama keluarganya. yang terpenting mungkin kemampuan dia untuk mengkombinasikan itu semua. pengalaman dan eksperimentasi untuk sesuatu yang baru. dan sangat mungkin juga dalam beberapa tahun ke depan ada genre-genre atau teori baru yang menumbangkan konsep yang ia buat. Entah bagaimana kemampuan seniman-seniman muda baru terutama di Indonesia, mampukah mereka bereksperimentasi dan keluar dari zona nyamannnya sendiri? bergelut dengan konsep-konsep yang memusingkan itu di dunia dan melahirkan sesuatu yang baru? hehehe.
Mungkin itu, kalau memang ada tanggapan lain?