Membaca perkembangan sejarah sinema suatu negara bisa dilakukan dengan berbagai metode dan sudut pandang. Bisa melalui tokoh-tokoh dan filem-filem yang telah menginspirasi atau berpengaruh pada suatu masa, melalui teknologi, atau bahkan penonton. Banyak subyek yang bisa diteliti dari seni ketujuh, seni yang dikatakan sebagai seni yang kompleks, sinema. Dari sekian banyak pilihan subyek itu, dalam pameran The Art of Film Poster in Japan yang telah berlangsung sejak 7 Januari lalu hingga 31 Maret 2012 memilih poster sebagai salah satu artefak untuk membaca bagaimana perjalanan sejarah sinema di Jepang.
Pameran yang dikuratori Hidenori Okada1 ini terbagi menjadi empat kategori; The Dawn of Modernism; Painting, Illustrations, and Graphic Novels; Art Poster Guild!; dan Cinema Goes Graphic. Keempat kategori disusun berdasarkan geneologi perkembangan artistik seni poster dari periode modern hingga kontemporer. Tidak hanya dinilai dari artistik pada poster filem itu sendiri yang kemudian hanya jatuh pada sudut pandang ‘seni grafis’ saja, tetapi juga dinilai dari segi nilai artistik dalam filem-filem yang posternya dipamerkan.
Pilihan kuratorial ini menarik. Apalagi karena pameran ini diselenggarakan di National Film Center yang tentu lebih memilih poster-poster dari filem-filem yang berpengaruh dan penting dalam sejarah sinema di Jepang. Pameran ini memunculkan nama-nama di sekitar sutradara filem yang juga secara tidak langsung memiliki andil besar terhadap filem itu sendiri karena telah berhasil membuat “sinopsis filem dalam grafis” dan menghubungkannya kepada publik.
Dalam pengantar katalog, dituliskan satu kalimat yang cukup menarik, “why this poster for that film?”.2 Kalimat ini tentu menjadi pertanyaan besar juga bagi siapa pun yang melihat pameran ini. Poster yang semula menjadi media promosi pada saat peluncuran filem yang disinopsiskannya (dan ditempel di jalan-jalan) telah bergeser di dalam ruang galeri. Ia telah menjadi benda seni yang mampu berbicara banyak. Judul filem, nama sutradara, ataupun kru, serta tanggal penayangan hanya sebagai identifikasi sejarah dan peristiwa. Sudut pandang artistik tentang sebuah desain yang berhasil menerjemahkan filemnya lah yang menjadi penting. Bagaimana hubungan antara desain dan konten filem mampu terkoneksikan dan dimaknai oleh penonton pameran. Disitulah letak jawaban dari pertanyaan, “why this poster for that film?”.
Seperti misalnya pada poster filem Shadow of Forgotten Ancestors-nya Sergei Parajanov yang dibuat oleh Higaki Kiroku tahun 1969. Filem yang dirilis tahun 1964 dan didistribusikan di Jepang lima tahun kemudian itu, bernuansa merah pekat. Berbeda dengan poster filem yang dibuat di Uni Soviet sendiri yang memiliki warna lebih satir. Walau tetap memiliki unsur kekerasan dengan hadirnya kapak di tengah sepasang kekasih yang berpelukan. Filem yang sempat dilarang di Uni Soviet itu dan membuat Sergei Paradjanov masuk dalam daftar hitam pemerintah,menceritakan tentang kisah percintaan yang berakhir tragis. Higaki Kiroku sendiri seorang desainer yang banyak mengerjakan poster-poster filem pada perusahaan produksi dan distribusi filem ATG (Art Theater Guild)sejak 1967. Ia dikenal sebagai seorang desainer progresif yang menampilkan gaya-gaya baru yang berbeda dari teori desain konvensional pada pembuatan poster filem di Jepang.
Shadow of Forgotten Ancestors bagian 1-9
http://www.youtube.com/watch?v=zGNQzQp1yM8
http://www.youtube.com/watch?v=qDYzJXuhEs8
http://www.youtube.com/watch?v=i3SogAyDbso
http://www.youtube.com/watch?v=1G65mKB4mN4
http://www.youtube.com/watch?v=SuGont5PE3Y
http://www.youtube.com/watch?v=vleInYmOXsk
http://www.youtube.com/watch?v=i9AVqB418fU
http://www.youtube.com/watch?v=qZj-8UynfEM
http://www.youtube.com/watch?v=1iU0nToBSF4
Poster filem Shadows of Forgotten Ancestors termasuk dalam kategori Art Poster Guild!. Kategori ini membicarakan tentang periode poster-poster filem yang terinspirasi dari poster terbitan Art Theater Guild yang berdiri sejak tahun 1961 hingga pertengahan 1980. Perusahaan filem ini banyak memproduksi filem-filem Gelombang Baru Sinema Jepang seperti filem Nagisa Oshima, Shinjuku dorobo nikki (1968) dan Tokyo senso sengo hiwa (1970); filem Toshio Matsumoto, Bara no soretsu (1969) dan Shura (1971); Tenshi no Kokotsu (1972) Koji Wakamatsu; lalu filem terakhir yang diproduksi yang masuk ke dalam nominasi Palme d’Or pada 37th Cannes Film Festival, Saraba Hakobune (1984) Shuji Terayama. Perusahaan yang memfokuskan pada filem-filem yang memiliki nilai artistik tinggi itu juga menghadirkan filem-filem yang berpengaruh pada sinema dunia seperti filem periode Neorealisme Italia, Umberto D (1952)-nya Vittorio de Sica yang didistribusikan di Jepang pada tahun 1962 dengan desainer Yoshiro Sakurai, sedang Hiroyoshi Oshima membuat poster 8 ½ (1963) Federico Fellini di tahun 1965.
Selain filem itu, Hiroyoshi juga membuat poster filem Mother Joan of the Angels (Jerzy Kawalerowicz, 1961) yang bernuansa padat dengan menghadirkan close-up wajah pemain utama perempuan yang hampir sama coraknya dengan poster filem L’Année dernière à Marienbad (1961)-nya Alain Resnais yang ia buat tahun 1964. Jauh berbeda dengan gaya Kiroku Higaki yang menyisakan ruang dalam posternya, seperti pada poster filem Sergei Paradjanov dan dokumenter omnibus, Loin du Vietnam (1967), yang posternya dibuat pada 1968. Kiroku Higaki juga membuat dua poster filem Yoshishige Yoshida, Erosu purasu gyakusatsu (1969) dan Rengoku eroika (1970). Setsu Asakura, desainer perempuan multitalenta yang lahir tahun 1922. Ia seorang penata artistik dan panggung, desainer produksi, penata kostum, dan terakhir dikenal sebagai sutradara teater, tari dan performance. Selain sebagai penata artistik untuk dua filem Toshio Matsumoto, Bara no Suretsu (1969) dan Shura (1971), ia juga mendesain dua poster filem itu. Karya poster filem Masakatsu Ogasawara untuk filem Matatabi (1973) yang disutradarai oleh Kon Ichikawa telah memenangi kompetisi poster film dalam perhelatan Cannes International Film Festival.
Kategori Art Poster Guild! sangat beririsan dengan kategori Cinema Goes Graphic, sebagai desain kontemporer Jepang yang masih banyak digunakan oleh desainer-desainer muda sekarang ini. Cinema Goes Graphic menjadi periode terakhir perkembangan seni poster filem Jepang yang memperlihatkan perkembangan seni grafis Jepang periode 1950-1980an. Tahun 1960an menjadi tahun revolusi dalam berbagai bidang. Dekade itu menjadi periode transisi meninggalkan masa modern yang menggejala di seluruh dunia. Dan gerakan Pop Art Amerika menjadi gerakan yang juga berpengaruh dalam seni grafis di periode itu. Pada kategori Cinema Goes Graphic hadir poster-poster filem bermutu dari sinema dunia yang diputar di Jepang. Desainer seperti Yoshio Itabashi, Akira Uno, Eiko Ishioka, Takashi Tamaoka, Heikichi Harata, Gan Hosoya, Seitaro Kuroda, Shiro Tatsumi, Tsunehisa Kimura, Koichi Sato, Kohei Sugiura yang berkolaborasi dengan Hitoshi Suzuki merupakan sederetan nama-nama desainer terkemuka Jepang yang terlibat membuat poster-poster filem. Kiyoshi Awazu spesialis dalam menerjemahkan filem-filem sutradara radikal seperti Umetsugu Inoue, Hiroshi Teshigara dan Masahiro Shinoda. Ia telah menerjemahkan filem Shinju tenno amishima (1969) Masahiro Shinoda menjadi dua jenis poster filem dengan meng-capture beberapa adegan penting dalam filem itu, seperti adegan jelang sepasang kekasih itu bunuh diri.
Ia juga membuat seri tiga poster filem politik Jean-Luc Godard, La Chinoise (1967), Weekend (1967), dan Le Vent d’est (1969) dan satu poster filem dari sutradara gerakan Cinema Novo di Amerika Latin, Glauber Rocha, Antonio das Mortes (1969); sedang cinema diary-nya Jonas Mekas hanya Reminiscences of a Journey to Lithuania (1971-1972), sebuah filem yang menelusuri tanah kelahiran sang sutradara dan membicarakan persoalan-persoalan imigran. [insert G 14] Desainer Tadanori Yokoo juga menjadi fokus dalam kategori ini. Desainer yang selalu menggunakan dirinya sebagai model ini membuat poster filem Nagisa Oshima, Shinjuku dorobo nikki (1968) menjadi dua jenis. Memainkan gradasi warna dan teknik kolase foto. Gaya itu sangat berbeda ketika ia menerjemahkan filem Kaiidan: Ikiteiru Koheiji (Nabuo Nakagawa, 1982) dan Kofuku-go shuppan (1980) besutan sutradara Koichi Saito yang naskahnya bersumber dari novel sastrawan kenamaan Jepang, Yukio Mishima. Ia meninggalkan foto dan menggantinya menjadi drawing.
Dua kategori lainnya, The Dawn of Modernism dan Paintings, Ilustrations, and Graphic Novel menjadi corak poster filem sebelum tahun 60an. Terdapat duabelas poster yang mewakili periode awal poster film modern Jepang (The Dawn of Modernism) yang menerjemahkan filem-filem era realisme sosial periode 1930-1940. Poster filem Takashi Kono (1906-1999) yang paling dominan dalam kategori ini. Salah satu pelopor desainer grafis modern di Jepang itu membuat poster filem Chichi (1930) karya Tsunejiro Sasaki, Ojosan (1930) karya Yasujiro Ozu yang telah hilang, Ten-ichibo to Iganosuke (1933) karya Teinosuke Kinugasa, dan Tonari no Yae-chan (1934) karya Yasujiro Shimazu. Tahun 1929, Takashi Kono mulai bekerja pada perusahaan filem Shochiku.3 Di dalam kategori ini, perusahaan filem Shochiku dan Toho menjadi dua perusahaan besar yang mengusung gaya modern pada poster filem di Jepang.
Pada kategori Paintings, Illustrations, and Graphic Novels, muncul nama desainer yang juga merupakan sutradara penting di sinema dunia, Akira Kurasawa. Ia sendiri yang mendesain poster filem Dodesukaden (1970) dan Kagemusha (1980). Kategori ini mencoba melihat bagaimana perkembangan poster filem yang hadir di bioskop-bioskop ataupun jalanan di Jepang usai Perang Dunia Kedua.
Salah satu desainer yang muncul di periode itu adalah Hisamitsu Noguchi (1909-1994) yang membuat empat poster filem Eropa dengan gaya graphic novels, di antaranya Summertime (1955) David Lean dan Les Quatre Cent Coups (1959) Francois Truffaut.
Sedangkan Sentaro Iwata dan Tatsumi Shimura lebih kepada lukisan dalam menerjemahkan filem-filem Akira Nobuchi (Taruya Osen koshoku gonin onna, 1948), Kenji Mizoguchi (Oyu sama, 1951 dan Ugetsu monogatari, 1953), Keigo Kimura (Senhime, 1954), Sadao Nakajima (Kogarashi Monjiro, 1972), Kazuo Mori (Tojuro no koi, 1955), dan Tai Kato (Hibotan bakuto: Oryu sanjo, 1970). Ruangan kategori Paintings, Illustrations, and Graphic Novels menyatu dengan kategori Art Poster Guild!. Dari penyatuan ruang ini tergambar jejak perubahan dari periode modern ke kontemporer.
Ugetsu Monogatari bagian 1-7
http://www.youtube.com/watch?v=9eBccxMsgYc
http://www.youtube.com/watch?v=oZvjL2sq_fo
http://www.youtube.com/watch?v=a_3tO5CdbkY
http://www.youtube.com/watch?v=w2whxMsqdnA
http://www.youtube.com/watch?v=FYMp85GDcao
http://www.youtube.com/watch?v=3IEIR6pUnpQ
http://www.youtube.com/watch?v=KchTwnuhroo
Membaca perkembangan artistik pada pameran seni poster filem Jepang, baik poster filem-filem yang diputar di bioskop-bioskop komersil ataupun bioskop-bioskop seni seperti Cinema Palace yang memutar filem-filem avant-garde Prancis di tahun 20an di Jepang, juga memberikan pengetahuan tentang bagaimana sinema dunia hadir pada publik negara ini, seperti filem-filem dari Alain Resnais, Ingmar Bergman, Francois Truffaut, Vitorio de Sica, David Lean, Glauber Rocha, Sergei Paradjanov, Jonas Mekas, Jean-Luc Godard, dan Federico Fellini. Filem-filem itu hadir dan bersaing dengan filem-filem dari sutradara kenamaan Jepang yang juga masuk ke jajaran sutradara-sutradara penting dunia seperti Yasujiro Ozu, Kenji Mizoguchi, Akira Kurosawa, dan Nagisa Oshima.
Disarikan dari berbagai sumber, baik buku dan internet. Terutama dari katalog pameran The Art of Film Poster in Japan yang diterbitkan The National Museum of Modern Art. Juga dari laporan pandangan mata pada dua kali kunjungan, 21 Januari 2012 (sendiri) dan 31 Januari 2012 bersama Hidenori Okada, kurator pameran ini.
Catatan kaki:
1 Hidenori Okada menyelesaikan studi tentang Prancis di Faculty of Liberal Arts, The University of Tokyo, tahun 1991. Bekerja sebagai asisten kurator National Film Center selama delapan tahun (1996-2004) dan menjadi kurator film di institusi yang sama sejak 2004. Ia juga seorang anggota dari Japan Society of Image Arts and Sciences yang melakukan penelitian arsip film Jepang. Penelitian yang pernah dijalankannya yaitu History of Motion Picture Film Manufacture (Nitrate Film, Acetate Film, Fuji Film, Konishiroku) & Study of Japanese Documentary Film (Cultural Film) yang telah dijadikan bentuk paper dengan judul Nitrate Film Production in Japan: A Historical Background of the Early Days (dimuat dalam Journal of Film Preservation/Academic Journal, 2991, no. 62) dan The Rise and Fall of The Nippon Eigasha Jakarta Studio-The Encyclopedia of Indonesia in The Pacific War, yang telah dimuat dalam Documentary Box #20 (13 September 2002) terbitkan Yamagata International Documentary Film Festival.
2 Katalog pameran The Art of Film Poster in Japan, The National Museum of Modern Art, Tokyo, 7 Januari 2012.
3 Shochiku sendiri salah satu perusahaan filem tertua di Jepang yang banyak memperoduksi filem-filem dari sutradara Yasujiro Ozu, Kenji Mizoguchi, Akira Kurosawa, dan bahkan sutradara Taiwan, Hou Hsiao-Hsien.
[/tab_item]
[tab_item title=”EN”]
(Temporarily available only in Bahasa Indonesia)
[/tab_item]
[/tab]
Keren dik…! Seharusnya kalau pun ada pameran poster filem di Indonesia, kuratorialnya juga bisa ‘menusuk’ kepada persoalan ‘filem’ seperti dalam tulisan ini. Menarik.
Salam
Hafiz
Poster film indonesia wajib dipamerkan… like this 🙂