In Artikel
[tab] [tab_item title=”ID”]

(Sekilas Catatan Menonton Filem Kidung Lelangkah/Pather Panchali (1955), Senin Sinema Dunia 3, 21 November 2011)*

Filem sering hanya memanfaatkan roman pada tokoh dan pengkisahan. Realisme roman sesungguhnya bisa membuka kemungkinan membaca kenyataan berdasarkan citra rasa “wilayah” tertentu.

PATHER-PANCHALI-2

Sutradara India, Satyajit Ray (1921-1992) adalah salah satu tokoh utama dalam perkembangan sinema dunia terutama dari Asia. Melalui karyanya Pather Panchali, yang diterjemahkan oleh Forum Lenteng pada program DVD Untuk Semua menjadi Kidung Lelangkah (oleh Ugeng T. Moetidjo), ia menghadirkan realisme dalam filem berdasarkan khasanah kebudayaan Bengali. Sutradara Asia pertama sebagai penerima Best Human Document di Festival Filem Cannes pada tahun 1956 ini, mengangkat Kidung Lelangkah berdasarkan adaptasi novel karya Bibhutibhushan Bandopadhyay (1894-1950) dengan judul yang sama dengan filemnya, Pather Panchali (1929). Pada filemnya, Ray bukan sekedar menyulih tulisan ke gambar, ia banyak melibatkan khasanah seni Bengali, seperti teater tradisional dan paham drama “Sanksrit” dalam konsepsi “rasa”, sebagai kerangka estetika. Filem Kidung Lelangkah merupakan cakrawala baru khasanah sejarah realisme filem, pasca periode ‘realisme puitik Prancis’ dan Neorealisme Italia. Filem dikukuhkan sebagai salah satu filem terbaik sepanjang masa dan menempatkan Satyajit Ray sebagai sutradara penting dalam sejarah sinema dunia.

Pather Pancali sebelumnya adalah karya sastra yang cukup populer, sebagai serial berseri yang terbit di sebuah majalah di Bengali di tahun 1928[1]. Menurut pengakuan Ray sendiri, ia sesungguhnya memang tidak tertarik membuat filem yang bersifat esoterik (penglihatan orang-orang tertentu). Namun Ray memilih Pather Panchali karena tiga hal; Kemanusiaan, liris, dan kebenaran.

Novel Pather Panchali telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Koesalah Soebagyo Toer, menjadi Tembang Sepanjang Jalan (Pustaka Jaya, 1996). Menurutnya, terjemahan Tembang Sepanjang Jalan kurang kontekstual dan tidak mengandung budaya religius yang melekat di Bengali. Terjemahan oleh Koesalah, berdasarkan novel Pather Panchali berbahasa Inggris melalui judul The Song of The Little Road. Pada terjemahan filem Satyajit Ray, Pather Panchali menjadi Kidung Lelangkah oleh Forum Lenteng, hal ini tidak lepas dari usaha untuk memberikan konteks sosial budaya Bengali dari novel karangan Bibhutibhushan Bandopadhyay. Novel ini sangat kaya makna-makna religius dalam setiap ekspresi budayanya. Pilihan kosakata ‘kidung’ juga merujuk pada senandung-senandung tokoh Bibi Tua pada suatu adegan dalam filem yang melantunkan syair, yang menggambarkan konflik batin yang tersirat dalam kisah. Satyajit Ray juga banyak melakukan perumpamaan kisah melalui iringan musik dalam filem ini.

PATHER-PANCHALI-1PATHER-PANCHALI-13PATHER-PANCHALI-8

Kidung Lelangkah (Pather Panchali): Rasa, Kidung, Sastra dan Realisme Dalam
Filem Kidung Lelangkah berkisah tentang pergulatan sebuah keluarga yang hidup di desa miskin, di India pada tahun 1920-an. Ada dua tokoh sentral dalam filem ini; Apu dan Durga—dua kakak-adik, anak dari pasangan Harihar Ray dan Sarbajaya dari keluarga kasta Brahmana. Apu dan Durga menghadapi pergulatan yang sangat kompleks pada budaya dan antar generasi (ayah, ibu dan keluarga besar) yang berujung pada pergulatan kemanusiaan. Dalam filem ini, Ray hampir tidak melindungi para tokoh-tokohnya dalam bingkai moral. Tokoh-tokoh pada kisah Kidung Lelangkah menghadirkan manusia-manusia yang khilaf dan salah karena eksistensinya. Serbajaya, sang Ibu, selalu sinis dengan sang Bibi Tua. Harirar, sang Ayah, canggung menghadapi situasi ekonomi keluarga yang menghimpit. Lalu, ia menyibukkan diri dengan tugas-tugas jasa doa dan perayaan sebagai seorang Brahmana, di tempat-tempat yang jauh dari kampungnya. Apu dan Durga dibiarkan tumbuh oleh keadaan lingkungan alamnya. Meski timbul kecemburuan-kecemburuan sosial karena kondisi ekonomi antara pergaulan anak-anak seumur mereka. Tokoh Durga yang pada akhirnya meninggal, dengan iringan gemuruh badai di malam hari, baru diketahui oleh adiknya, Apu telah mencuri manik-manik milik tetangga. Sebuah tragedi liris yang menghujat situasi sosial masyarakat Bengali pada masa itu.

Para aktor dalam Kidung Lelangkah adalah aktor amatir. Hanya tokoh Bibi Tua (Indir Thakrun) yang dimainkan oleh aktor panggung profesional. Ia berasal dari kelompok teater tradisional Bengali, bernama Chunibala Devi. Tokoh Apu pada awalnya dipilih melalui pengumuman di media massa. Namun sang sutradara tidak mendapatkan aktor anak kecil yang sesuai dengan keinginannya. Tokoh Apu akhirnya jatuh pada Subir Banerjee, atas saran sang istri. Subir Banerjee adalah anak seorang tetangga keluarga Satyajit Ray.

Satyajit Ray adalah sutradara yang tidak terjebak dalam pengaruh ‘Eropa-sentris’ dalam membahasakan filemnya. Menurutnya, tidak selamanya teori-teori itu mampu memberikan jawaban. Sebagaimana pun indahnya seni dan kisah-kisah itu, semuanya haruslah berangkat dari ‘tanah’ dan ‘bangsa’. Semangat ‘kewilayahan’ inilah yang kemudian menjadikan ‘realisme dalam’ pada filem-filemnya yang kental dengan nuansa kebudayaan Bengali. Sutradara ini menjadikan konsep ‘rasa’ dalam konsepsi drama Sankrit, yang tidak sekedar menghadirkan pengalaman tokoh dari karakter aktor. Ia melakukan ekperimentasi ‘rasa’ itu dengan ambilan-ambilan panjang tanpa dialog dan dramatisasi melalui ekspresi musikal yang sangat kental.

IMG_4778
IMG_4765IMG_4753
Suasana Menonton Senin Sinema Dunia 3, di Forum Lenteng

Satyajit Ray dan Pather Pancali
Dilahirkan di kota Kolkata, India, Satyajit Ray belajar di Ballygunge Government High School, Kolkata. Ray muda sebenarnya belajar seni rupa, namun ia menyelesaikan gelar kesarjanaan bidang ekonomi, di Presidency College of the University of Calcutta. Atas saran sang ibu, pada tahun 1940, Ray belajar pada the Visva-Bharati University, Santiniketan sebuah universitas yang didirikan oleh sastrawan terkenal Rabindranath Tagore. Di Santiniketan, Ray banyak belajar pada seorang pelukis terkenal, Nandalal Bose, dan Benode Behari Mukherjee. Karena simpatinya terhadap Mukherjee, ia membuat dokumenter tentang pelukis tersebut, dengan judul The Inner Eye.

Satyajit Ray sempat bekerja sebagai desainer visual pada sebuah biro iklan D.J. Keymer, pada tahun 1943. Lalu ia sempat bekerja sebagai seorang pembuat desain sampul buku di Signet Press. Beberapa sampul buku karya Ray adalah; Maneaters of Kumaon (Jim Corbett), 1944 dan Discovery of India (Jawaharlal Nehru), 1946. Buku Pather Panchali untuk versi anak-anak dengan judul Am Antir Bhepu (The Mango-seed Whistle) dibuat dan diilustrasikan oleh Satyajit Ray.

Pada tahun 1947, bersama Chidananda Dasgupta, Satyajit Ray mendirikan The Calcutta Film Society, sebuah Kine Klub yang banyak melakukan pemutaran filem-filem asing. Pada 1949, sutradara pelopor gaya ‘Realisme Puitik Prancis’ Jean Renoir, datang ke Kolkata untuk pembuatan filemnya The River. Satyajit Ray banyak membantu Renoir untuk mencari lokasi ambilan gambar. Perjumpaan Ray dengan Renoir inilah, yang menghidupkan ilham Ray untuk membawa Pather Panchali ke layar lebar. Ray banyak berkonsultasi dengan Renoir tentang rencana filemnya. Pada tahun 1950-an, ia berkesempatan tinggal dan bekerja di London. Di kota ini ia banyak kesempatan menonton filem. Sebuah filem yang cukup berpengaruh dan mengilhaminya untuk membuat filem adalah Ladri di biciclette/The Bicycle Thief (1948) karya Vittorio De Sica.

Filem Kidung Lelangkah (Pather Pancali) kemudian dikenal sebagai Trilogi Kisah Apu (The Apu Trilogy) yang terdiri dari; 1) Pather Panchali (Song of the Little Road ) 1955; 2) Aparajito (The Unvanquished) 1956; dan 3) Apur Sansar (The World of Apu) 1959. Filem Aparajito mendapatkan Golden Lion di Festival Filem Venesia, Italia pada tahun 1957. Untuk edisi novelnya, Bibhutibhushan Bandopadhyay hanya membuat untuk dua judul; Pather Panchali (1929) dan Aparajito (1932).

Kidung Lelangkah (Pather Panchali), Satyajit Ray, 1955



http://www.youtube.com/watch?v=k_QXhH9RwJQ
http://www.youtube.com/watch?v=SG9Bjfv8cYI
http://www.youtube.com/watch?v=g_pnaX4ue8w

*Catatan Menonton Filem Hasrat Nafsu/Ossessione (1943), Senin Sinema Dunia 2, 14 November 2011


[1] Menurut keterangan Satyajit Ray, dalam kumpulan tulisannya pada buku, Our Films, Their Films; A Long Time on the Little Road, (New Delhi: Orient Longman, 2006), hlm. 32. Keterangan lain menyebutkan serial Pather Panchali ini beredar pada awal tahun 1928, dan dipublikasikan ke dalam bentuk buku pada tahun 1929, (www.wikipedia.org)
[/tab_item] [tab_item title=”EN”] (Temporarily available only in Bahasa Indonesia)
[/tab_item] [/tab]

Recommended Posts

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Start typing and press Enter to search