Pertanyaan-Pertanyaan
Malam ini adalah diam kesekian saya terhadap satu filem neorealisme Italia, Ladri di Biciclette (1948) yang dibuat oleh Vittorio de Sica dari naskah Cesare Zavattini. Saya tertegun dengan kepercayaan saya terhadap apa yang dikatakan filem itu tentang kenyataan kehidupan masyarakat Italia pasca Perang Dunia II yang dihadirkan sebagaimana mestinya. Bagaimana saya begitu percaya bahwa filem itu dibuat dengan membiarkan latar kenyataan berjalan namun tidak menimbulkan konflik citraan. Saya teringat dengan peristiwa ketika saya harus bersembunyi di balik pepohonan karena jalan di Taman Bunga Cibubur yang hendak saya lintasi sedang dipakai untuk pengambilan gambar. Apakah konflik citraan akan terjadi jika perlintasan saya menjadi latar adegan filem itu? Apakah ilusi akan patah karena itu? Lalu bagaimana dengan praktik medium video yang sejak kemunculannya mendekati neorealisme?
Sekumpulan pria yang turun dari buskota berjalan mendekati gedung jawatan tenaga kerja. Sekumpulan pria yang mencari kerja. Antonio Ricci, pemeran utama dalam filem ini, dipanggil oleh petugas, dan pria tak terkenali memanggil Ricci lalu menemukannya berada di luar kerumunan. Ricci ditarik masuk ke dalam filem. Adegan ini berjalan dinamis tanpa celah sedikit pun. Buskota yang datang dan buskota yang pergi —menjadi latar kedatangan Ricci ke depan gedung jawatan— berjalan seperti biasa. Mobilisasi sehari-hari masyarakat Italia pasca perang. Kemudian saya bertanya, apakah kerumunan itu benar-benar para pencari kerja? Ada dua kenyataan yang dihadirkan pada filem ini. Kenyataan sesungguhnya dan kenyataan filem. Dua kenyataan ini berjalan lurus. Jika saya mengabaikan kenyataan sesungguhnya atas informasi dari luar filem maka saya telah mengingkari sebuah gerakan yang memiliki pengaruh cukup besar dalam sejarah sinema dan visual, neorealisme. Tetapi filem ini sangatlah berbeda dengan filem-filem lainnya yang saya tonton. Perbedaannya berdasarkan pada apa yang kemudian saya lanjutkan setelah menonton. Filem yang baik adalah filem yang tidak selesai setelah layar diturunkan dan lampu dinyalakan. Ia meninggalkan sesuatu yang dipersilahkan bagi pemirsanya untuk menjawab. Neorealisme cenderung mengembalikan pada sinema rasa kegandaan arti kenyataan. Kita bebas untuk memilih dan juga bebas untuk menafsirkan. Apakah itu menyangkut tema, teknis, struktur, ataupun materi filem itu sendiri. Kejernihan dan kegamblangan unsur-unsur citraannya telah memberikan informasi yang begitu banyak sehingga saya begitu terhanyut akan ilusi kenyataan yang dihadirkan dalam bingkaiannya.
Lamberto Maggiorani memerankan seorang pekerja miskin di Italia yang bernama Antonio Ricci. Di luar itu, ia seorang bekas buruh pabrik baja Breda di Milan. Enzo Staiola memerankan Bruno Ricci, anak dari Antonio yang kesehariannya adalah anak-anak biasa yang bermain di jalan. Lianella Carell yang memerankan Maria Ricci, isteri Antonio Ricci yang kesehariannya adalah seorang jurnalis. Lalu apa bedanya antara kenyataan hidup mereka dan kenyataan filem, sedang di saat pembuatan filem ini, pada kenyataannya seluruh masyarakat Italia mengalami kesulitan ekonomi pasca perang? Lalu ada sebuah kenyataan ruang. Kenyataan ruang yang dimunculkan akibat benturan dari kenyataan sehari-hari dan kenyataan bingkaian pada filem itu. Ruang tersembunyi yang muncul setelah banyak orang yang membicarakan filem itu dari Andre Bazin, Satyajit Ray, James Monaco, Jean-Luc Godard, Wang Xiaoshuai, dan lainnya. Saya rasa pertanyaan-pertanyaan itu tidak bisa saya jawab. Saya hanya bisa takjub akan rancang bangun filem itu. Terutama ketika adegan Antonio mengejar si pencuri saat sepeda dicuri. Penolehan orang-orang yang menjadi latar seakan seperti disutradarai. Padahal jika mengacu dari informasi produksi filem, orang-orang yang berada di jalan adalah orang-orang sebenarnya, bukan pemain. Penolehan massa kepada Ricci yang mengejar si pencuri mengingatkan saya kepada kejadian sehari-hari di mana saya akan menoleh kepada orang yang berlari. Semua terlihat begitu alamiah. Tanpa susah payah untuk mengarahkan massa, Vittorio de Sica memanfaatkan psikologi massa untuk menghindarkan konflik citraan —mungkin ambilan gambar yang dipakai adalah ambilan kesekian kalinya— juga pada adegan-adegan kumpulan massa lainnya. Menghindari konflik citraan dengan kedudukan sudut pandang filem yang berada di dalam massa dan kedudukan antar bingkaian yang dirancang sangat baik oleh proses sunting di lapangan dan meja penyuntingan.
Ladri di Biciclette merupakan salah satu karya neorealisme Italia. Filem ini menceritakan kisah masyarakat kelas bawah dengan kejadian yang sederhana dan sehari-hari yang mungkin dialami dalam hidup seorang pekerja. Kisah memilukan seorang buruh pasca Perang Dunia II yang baru saja mendapat kerja sebagai penempel poster namun sepeda, yang merupakan syarat pekerjaan itu dicuri oleh anggota masyarakat lain. Dimulailah usaha pencarian ke seluruh kota, di mana sebuah harapan besar menemukan sepeda yang tercuri menjadi bayang-bayang dalam durasi pencarian sepeda pada filem itu. Sepeda yang tercuri sama sekali tidak diperlihatkan selama berjalannya filem. Berbeda dengan Beijing Bicycle yang dibuat oleh Wang Xiaohsuai, di mana sepeda yang tercuri diperlihatkannya.
Kejadian pencurian dan pelacakan keberadaan sepeda yang tercuri dalam filem Ladri di Biciclette tidak seperti sebuah filem kriminal atau filem detektif yang menampilkan pahlawan dan penjahat dengan hitam dan putihnya sebuah karakter dan posisi tokoh dalam filem. Dramatisasi berlangsung karena sebab-akibat dari tema filem. Kemenangan dan kekalahan memiliki nilai setara yang dilihat dari adegan akhir filem di mana sang tokoh berakhir sebagai pencuri. Dengan penggambaran seperti itu, unsur kenyataan bertambah kuat.
Filem ini dimulai oleh kumpulan massa, diisi oleh kumpulan massa, dan diakhiri oleh kumpulan massa. Dramaturgi filem ini berjalan linear. Dari unit terkecil dalam sebuah masyarakat, yaitu keluarga, yang kemudian berjalan menyusuri struktur dalam masyarakat yang lebih besar yaitu negara melalui hubungan-hubungan sosialnya. Dari sebuah jalan-jalan di kota, lorong bawah tanah, permukiman penduduk, pasar, gereja, pertemuan dengan jawatan-jawatan pemerintah seperti pegadaian, kantor polisi, jawatan transportasi yang diwakili oleh buskota dan trem, jawatan kebersihan yang diwakili oleh petugas pembersih sampah kota, hingga berakhir di stadion sepak bola. Penelusuran ini secara bertahap telah memperlihatkan pembagian porsi kedudukan masyarakat dalam suatu negara serta porsi keterlibatan negara dalam masyarakat. Untuk selanjutnya, saya akan menyebut masyarakat atau massa sebagai kemiskinan dengan melihat tema dari filem ini yaitu kemiskinan yang melanda Italia setelah Perang Dunia II.
Antonio Ricci adalah salah seorang dari massa yang mempunyai latar belakang yang sama dengan anggota massa yang lain –terikat oleh kondisi pasca perang– dan tidak memiliki latar belakang individu –karena tidak diceritakannya sejarah Antonio Ricci pada filem. Individu (aku) melebur ke dalam pengalaman-pengalaman massa (aku-aku lainnya).
Antonio Ricci-Sepeda Tercuri-Massa-Negara
Sepeda yang tercuri adalah kunci pada filem ini yang dijadikan penghubung antara kemiskinan dengan negara. Melihat pada jalannya penceritaan, saya akan membaginya dalam beberapa bagian.
Penggambaran obyektif kondisi ekonomi kelas bawah. Sepeda merupakan simbol kemiskinan. Transportasi umum pada masa itu digambarkan sangat jarang dan mahal seperti digambarkan melalui buskota atau trem yang selalu penuh dan antrian panjang untuk mengaksesnya. Beberapa adegan antrian saya melihatnya sebagai sebuah kondisi di mana tidak seimbangnya antara kebutuhan dan pasokan. Antrian massa pencari kerja, antrian mendapatkan air di permukiman, antrian di rumah ramalan, antrian di pedagaian, antrian masuk gereja. Yang terlihat paling jelas yaitu pada adegan hitung-hitungan di rumah makan yang dilakukan Antonio Ricci dengan Bruno (anaknya). Sebelum adegan ini, di pegadaian, kita melihat bagaimana penyimpanan sprei yang digadai, ditumpuk menjulang tinggi yang dilihat dari loket penebusan. Kamera sebagai mata Antonio Ricci yang merupakan anggota masyarakat memperlihatkan objektifitas sebuah persoalan. Persoalan yang tidak hanya dimiliki oleh Antonio Ricci. Persoalan ekonomi kelas bawah lalu tidak menjadi eksotis. Dengan kata lain, penggambaran kondisi kemiskinan tidak dilihat dari mata masyarakat Borjuis —seperti yang ditampilkan oleh periode-periode filem sebelumnya. Kekeran ditampilkan sebagaimana mestinya dalam sebuah pegadaian. Bukan sebuah perlambang. Periode neorealisme melihat lebih ke dalam persoalan. Dengan masuknya perspektif filem baik dari sudut pandang kamera, penyuntingan, pengarahan adegan (screen direction), dan penokohan menjadi pengalaman massa atau masuk ke dalam kumpulan massa, keberpihakan yang seringkali menjadi pencelaka filem karena memaksakan selesainya sebuah persoalan dengan bijak –dalam artian selubung dakwah yang rasanya tidak diperlukan mengingat filem mempunyai bahasanya sendiri untuk memberikan pertimbangan solusi terhadap persoalan yang diangkat oleh filem itu kepada pemirsanya.
Perbedaan antar kelas bawah dengan kelas atas yang sangat jelas digambarkan di ruang makan. Posisi duduk Antonio Ricci dan Bruno sebagai wakil kelas bawah berada di kiri dan menghitung-hitung total pengeluaran dalam sebulan, sedang kelompok orang kaya berada di sebelah kanan dan memesan banyak makanan. Setengah kepala kuda di pintu dan bayangan penyanyi pria di antara Bruno dan Antonio Ricci yang sedang berdialog. Di sini terlihat adegan politis tetapi tidak berarti sebuah perlawanan atas pertentangan keadaan yang terjadi. Tetapi lebih kepada konsep pilihan akan ideologi kelas. Perbedaan dalam hubungan dua kelas itu dalam negara terlihat sekali pada adegan dalam gereja di mana kelas atas sebagai pengatur jalannya misa sedang kelas bawah adalah jemaat.
Kemiskinan, moral dengan sistem kepercayaan sangatlah dekat. Ada dua sistem kepercayaan yang dihadirkan pada filem ini. Yang pertama sistem kepercayaan terhadap sebuah ramalan yang dihadirkan oleh golongan kelas bawah dan kelas atas. Kedua sistem kepercayaan samawi. Kehadiran dua sistem kepercayaan ini secara bersamaan digambarkan sebagai kondisi pergeseran nilai keyakinan yang berujung kepada kebobrokan moral. Gereja untuk mendapatkan hal yang pasti seperti makan —yang diwakili oleh kakek tua— sedang ramalan atau mistik untuk mendapatkan sesuatu yang abstrak.
Kebudayaan dan politik yang digambarkan di dalam lorong bawah tanah. Antonio Ricci memilih kepada kebudayaan yang diwakili oleh pertunjukan latihan teater masyarakat. Sampai sebuah pengusiran kepada politik dilakukan oleh pekerja seni itu. Di sini terdapat pernyataan filem ini terhadap situasi sosial masyarakat Italia pasca perang. Walau terdapat adegan yang terlihat politis pada filem ini, politik tidak dijadikan sebagai subjek ideologis sang pembuat tetapi digunakan sebagai cara atau sudut pandang untuk melihat keadaan sosial masyarakat dengan objektif. Kebudayaan dan politik digambarkan dengan jernih dan gamblang dalam posisinya di masyarakat. Hal ini juga terkait dalam pemeranan tokoh-tokoh filem ini.
Hubungan masyarakat dengan negara. Persoalan inilah yang menjadi inti dari filem Ladri di Biciclette. Sepeda merupakan penghubung antara kemiskinan dengan negara. Sepanjang filem berjalan, sepeda yang tercuri menjadi sebuah abstraksi. Keberadaannya tidak diketahui. Pertentangan antar kelompok masyarakat kelas bawah yang dimunculkan menjadi dua dalam filem ini, saya menyebut kelompok yang pertama sebagai masyarakat pekerja dalam artian ingin berusaha untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan kelompok kedua sebagai masyarakat pencuri yang ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik dengan cara cepat. Tetapi keadaan dua kelompok masyarakat ini digambarkan dalam posisi yang sama atau setara. Kesulitan ekonomi yang dialami oleh dua kelompok ini tidak dibedakan. Semuanya mengalami kesulitan ekonomi pasca perang. Yang membedakan hanyalah cara untuk mendapatkan kehidupan itu. Adegan pertemuan dua kelompok ini menjadi klimaks pembacaan De Sica atas situasi kepentingan ekonomi dan ideologis masyarakat pasca perang. Satu anggota masyarakat lain tidak mampu mengalahkan massa yang lebih banyak. Kebenaran, kejahatan, pihak keamanan, sistem hukum, tidak berlaku di saat massa bertindak. Adanya perbedaan kepentingan yang menonjol yang akhirnya memunculkan hak minoritas sebagai perwakilan masyarakat dan hak mayoritas sebagai perwakilan negara. Seorang Antonio Ricci, salah satu anggota masyarakat yang berasal dari kelas bawah, dihadapkan dengan massa yang lebih banyak yaitu negara. Yang akhirnya Antonio Ricci menyerah dan kembali kepada massa yang anonim.
Kehadiran video di ruang-ruang pribadi seperti di rumah, membuat medium itu lebih mungkin mendekat kepada neorealisme. Baik tema ataupun gayanya. Seperti video yang cukup mengejutkan kita di tahun 2004. Rekaman tentang bencana tsunami di Aceh. Bagaimana sebuah ruang kenyataan hidup dihadirkan dengan begitu rupa sehingga kita tidak segan-segan mengatakan kalau tayangan itu adalah tayangan peristiwa yang sebenarnya. Padahal terdapat kesadaran pada diri kita bahwa kenyataan yang dihadirkan itu adalah kenyataan bingkaian yang sudah tereduksi oleh televisi. Tereduksi berulang kali karena penyuntingan kepentingan. Saya percaya bahwa rekaman itu adalah rekaman kejadian yang telah terjadi di Aceh. Saya tidak menyanggahnya. Yang saya tawarkan bukan keraguan atas rekaman itu tetapi ada ruang kenyataan lain yang dimunculkan oleh rekaman itu.
Kenyataan-Bingkaian-Medium Penayangan-Saya (Pemirsa)
Dari ruang kenyataan kepada ruang saya telah terjadi tiga tahap proses yang menembus antar-ruang. Kenyataan yang lalu dibingkai, kembali dibingkai oleh medium penayangan, terakhir dibingkai oleh saya —itupun kalau saya tidak kembali merekamnya ke dalam bentuk video yang lain semisal merekamnya dengan kamera atau alat pemutar video.
Begitupun dengan tulisan ini. Saya rasa penjabaran ini telah terbingkai berulang kali. Ketika saya hadirkan kembali, tentu bingkaian saya ini adalah milik saya. Ini bisa menjadi salah, lemah, meleset, lari, ataupun memiliki argumentasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Ladri di Biciclettedibuat pada tahun 1947, dua tahun setelah usainya Perang Dunia II yang menimpa kekalahan Italia dan sekutunya atas Amerika Serikat dan sekutunya. Keadaan negara dan masyarakat yang hancur karena perang memunculkan gerakan kebudayaan neorealisme yang diawali sejak kemunculan Roma, Citta Aperta (1946) karya Roberto Rosselini. Pada tahun 1942 sudah muncul tanda-tanda kemunculan neorealisme melalui Ossessione karya Luchino Visconti. Ciri khas dari neorealisme adalah filem-filem itu dimainkan oleh pemain bukan profesional yang berasal dari teater atau filem. Dalam filem ini, pemeran tokoh Antonio Ricci benar-benar seorang pekerja. Ia buruh dari pabrik Breda, sedang pemeran Bruno adalah anak-anak yang biasa berkeliling di jalanan, sedang pemeran isteri Antonio Ricci adalah seorang jurnalis. Di sinilah letak kelebihan dari pengadeganan masing-masing tokoh yang terlihat menjiwai karena mereka merasakan kesulitan hidup dalam kenyataan yang kemudian ditransformasikan ke dalam filem. Pengambilan gambar dilakukan dengan latar lapangan kenyataan. Tidak ada satu pun adegan yang dilakukan di studio. Semuanya difilemkan di jalan. Seperti kebanyakan karya-karya neorealisme, filem ini juga sangat condong kepada pewartaan, memiliki mutu dokumenter cemerlang, yang memiliki kesatuan dengan situasi sosial tempat akar-akarnya tertanam begitu dalam di masyarakat, kesetiaan penuh dan wajar akan aktualitas dan tawaran pentingnya atas penggambaran aktualitas. Generasi neorealisme Italia lebih bisa disebut humanisme ketimbang dikatakan sebagai gaya. Tahun 1949, setahun setelah terbitnya filem ini, Rosihan Anwar membuat satu reportase yang bagus tentang filem ini setelah menontonnya di Belanda. Dia mengatakan agar sutradara di Indonesia bisa membuat filem seperti itu karena dekatnya dengan persoalan di Indonesia pasca agresi kedua Belanda.