Dalam kerangka teater dokumenter Peter Weiss (1916-1982), yakni usaha menahan semua penemuan. Hal ini membuat penggunaan materi dokumenter yang otentik, yang difusinya (penyebarannya) dari panggung tanpa mengubah, tapi merestrukturisasi bentuk panggung itu sendiri. Teater dokumenter kemudian berdiri di realitas alternatif. Pandangan Weiss menunjuk pada sebuah definisi dari teater dokumenter yang mengarahkan bahwa dokumenter lahir dari negosiasi antara dua faktor yang berkonflik, antara: yang real dan representasinya: namun lebih menganggap masalah ini sebagai sebuah permasalahan yang harus diatasi[i]. Sebuah persepsi negosiasi antara peristiwa real dan representasinya, kedua hal ini harus tetap berbeda, namun lebih berinteraksi diantara keduanya. Weiss menunda dari seluruh temuan, mengambil bahan material yang otentik dan menempatkannya di panggung, Ia tidak mengubah isinya, namun mentranformasi dalam bentuk. Dialektika hubungan antara peristiwa dan representasinya menjadi tulang punggung dari praktik dokumenter Weiss. Pandangan Weiss dalam teater dokumenter dalam konteks filem fokumenter adalah untuk melihat bagaimana pengertian yang real dan representasinya menemukan cara sempurna diantara perbedaan keduanya menjadi tak tampak.
Tempat sebagai Kesaksian
Depth of Field (2017), karya dua seniman Jerman, Mareike Bernien dan Alex Gerbaulet, adalah semacam investigasi akan memori, trauma, dan harapan dari para warga yang mengalami shok dan tekanan dari peristiwa teroris yang dilakukan oleh kelompok ultra kanan NSU (National Socialist Underground) pada kaum imigran yang berlangsung antara tahun 2000 dan 2005, di Nuremberg, Jerman. Dokumenter ini seakan sebuah modus paska peristiwa yang menyisakan memori traumatik yang jauh lebih menyakitkan bagi para warga, yang disaat bersamaan, memori tersebut juga sebagai bagian memperluas pengertian korban paska teror.
Para imigran adalah permasalahan yang masih menggema di Eropa, di mana para pendatang telah menjadi keniscayaan global yang menggrogoti pengertian negara dan ras dalam pandangan para cauvinistik. Dalam Depth of Field, kamera nampak menginvestigasi atau juga memeriksa jendela-jendela rumah dan apartemen dari berbagai sudut kota, sebagai sebuah landskap yang seakan dihantui oleh memori akan teror rasis yang dilakukan oleh kelompok rasis ultra-kanan. Intensitas visual landskap pada jendela-jendela hunian penduduk dalam kerangka Peter Weiss adalah efek keterasingan yang digunakan untuk mencapai efek dramatis itu sendiri, atau gambaran akan memori dari trauma masa lalu. Dalam perspektif ini, kamera menjadi mengobservasi, memantau kesunyian dari memori dari trauma. Bidikan terhadap jendela-jendala rumah tersebut bagaikan kesaksian itu sendiri, situs yang melihat, atau sebuah landskap yang sedang berhadapan pada memori dari trauma kekerasan di masa lalu. Sebuah landskap yang menjadi saksi berdasarkan lintasan ingatan masyarakat yang melintasi ruang. Kebisuaan landskap bagaikan lokasi subyek yang tidak berdaya.
Dalam beberapa bidikan di filem ini, kamera bergerak dalam melingkar, yang menandakan bahwa kamera sendiri adalah poros dari observasi, atau semacam gerak orbit kamera yang membawa sebuah situasi yang lepas dari waktu dan masa lalu dari sebuah tempat untuk membentuk persepsi baru dari pemaknaannya di hari ini. Kamera menjadi semacam aktor, yang seakan melacak dampak yang meresahkan melalui bidikan-bidikan landskap-landskap jendela hunian penduduk. Dalam pandangan kritkus teater, Hans-Lehmann, platform Peter Weiss yang paling sentral adalah bagaimana menempatkan lokasi subyek dalam ketidakberdayaannya sendiri[ii]. Dalam konteks ini, bidikan terhadap landskap jendela rumah-rumah, jalanan yang sepi, sudut aparteman, dan lain sebagainya, seakan sebuah dampak keresehan dari sebuah teror yang terjadi di masa lalu. Dalam pandangan Weiss pada karyanya Investigation, image itu sendiri seakan menjadi korban, atau image sebagai semacam situasi laten yang terus menghantui.
Narator filem sendiri seakan sebuah anonim, seperti halnya bidikan kamera menuju jendela-jendela rumah warga yang juga seakan anonim. Konstruksi keanoniman ini seakan ingin memperluas pengertian korban yang tidak lagi bermuara pada subyek-subyek kasusistik semata, namun anonimitas membentuk perluasannya sebagai warga kota. Narator menjadi penjelas dari bidikan-bidikan yang diambil, menjalin dengan bidikan yang lainnya. Segi informatif dari narator semacam potongan-potongan dari liputan media, yang dikompres, dan direfleksikan.
Estetika Perlawanan Peter Weiss
Dalam kerangka estetika resistensi (aesthetic of resistance), Weiss menganggap bahwa bagaimana pun perihal perlawanan dalam seni adalah resistensi menjadi motif yang paling utama, sebuah resistensi yang berhadapan dengan subyek yang tak berdaya sama sekali, terkait dengan memori-memori di masa lalu dan bukan sekedar masa depan yang secara mudah siap dipakai. Pandangan sejarah Peter Weiss, bisa dihubungkan dengan pandangan sejarah Walter Benjamin, dimana Ia tidak melihat bentuk masa depan yang homogen. Teater dokumenter menawarkan model realitas analitis yang menempatkan penonton di sebuah tribunal, atau pencarian fakta yang tidak bukan dalam kerangka hukum, namun fakta yangi bukan berasal dari penemuan yang diajukan. Fakta tersebut adalah menjadi semacam dalam kerangka teater dokumenter Weiss yang berisikan hal yang partikular dan ‘ekstrak dari realitas’ (extract of reality) yang dipotong dari material keseharian, sebagai sebuah kondisi laten dimana keseharian tersebut disusun saling berkonflik satu sama lain. Banyak yang berlangsung disekitar kita tanpa disadari. Tidak melihat yang ‘liyan’ lakukan bukan berarti bahwa yang ‘liyan’ itu tidak ada. Ia mungkin ada, namun kita tidak melihat atau mengakui. Ini adalah kondisi laten.
Estetika perlawanan adalah bagian penemuan dan bagian dokumen protagonis. Sebagian menciptakan dan sebagian mendokumentasikan protagonis pertukaran pemikiran tentang tindakan politik serta diskusi tentang mimpi dan eksplorasi interpretatif karya seni yang kaya. Teks menunjukan bahwa perjuangan perlawanan telah meningkatkan kemampuan persepsi mereka dan mendapatkan orientasi meskipun dimana-man terjadi distorsi ideologis dan ancaman fisisi baik dari para Nazi dan para Stalinis.
Praketik estetika dalam estetika perlawanan Weiss, adalah spasial teater dokumenter diperiode 1960an, dimana dalam pandangannya, seni tidak sekedar merujuk pada teori keindahan seni dan alam, namun juga sebuah kritik pada persepsi indera, pengolahan kognitif dan imajinasi manusia. Perlawanan mengalami pemaknaan yang luas, yakni perjuangan politik pada hambatan psikologis, atau semacam persepsi keindahan dalam situasi yang genting untuk melawan di saat situasi menghadapi penyumbatan psikologis di masyarakat. Hambatan psikolgis tersebutlah situasi laten, yang dalam karya Depth of Field, narasi tentang teror sendiri merupakan situasi laten itu sendiri. Paska peristiwa teror ulah kelompok ultra kanan, situasi kejahatan laten tersebut masih belum terselsaikan, dimana prolem imigran yang bagaikan bom waktu yang bisa meledak kapan saja, bersamaan dengan keniscayaan problem para imigran yang sudah menjadi keniscayaan global saat ini. Dalam Depth of Field, menghadirkan image itu sendiri sebagai korban dalam Investigation Weiss sebagai gambaran situasi laten, secara tidak langsung adalah gambaran dari hambatan psikologis yang masih melingkupi tentang persepsi konflik rasial. Bidikan-bidikan tentang tempat, jendela rumah, landskap hunian penduduk, menjadi tingkat realitas yang coba terdengar, terganggu, dan bergeser, menelusuri guncangan psikolgis sebagai situasi laten yang melingkupinya.
Depth of Field mencoba menyelidiki kedalaman yang amat sangat dari motivasi kejahatan rasial, beserta situasi laten yang melingkupinya. Pandangan seni Weiss, jauh dari kategori keindahan, Weiss membuat cukup penggunaan sebuah physiognomical topos (tema tradisional tentang seni atau ramalan yang menilai karakter manusia dari gambaran wajah), kekuatan ekspresif dan keindahan dari wajah pejuang perlawanan[iii]. Image-image dalam Depth of Field adalah semacam investigasi yang mengajak penonton meramal situasi laten yang berlangsung di sudut-sudut kota paska peristiwa teror rasial. Kita diajak untuk mempersepsikan kembali situasi teror rasial tersebut melalui situasi laten yang dimungkinkan dari image-image landskap kota tersebut. Proyek Weiss sendiri adalah negosiasi tegangan antara seni dan politik, dan investigasi sejarah perlawanan. Bagaimana bisa kita bertindak di masa tekanan politik?
Bidikan-bidikan dalam Depth of Field adalah mise en abyme dari image-image yang jalinannya berasal dari salinan-salinan sudut kota yang muncul berulang kali secara ‘rekursif’, atau semacam efek droste; dari pengulangan-pengulangan objek yang semakin mengencil dan mendalam dari pusatnya. Sastrawan André Gide menggunakannya untuk menggambarkan penyisipan reflek diri dari sebuah pencarian yang terdapat di karya itu sendiri. Mise en abyme sendiri juga sebuah permainan penanda dalam teks, dimana sub-teks saling mencerminkan yang bisa sampai pada titik dimana makna menjadi tidak stabil, atau semacam proses dekontruksi. Image-image tentang landskap sudut-sudut kota, jendela, hunian penduduk dalam Depth of Field, adalah perlawanan terhadap persepsi itu sendiri, apa itu teror, korban, dan kejahatan, dimana gambaran landskap pada karya ini lebih ingin memperlihatkan situasi laten beserta hambatan psikologis yang jauh lebih menyiksa yang berlangsung paska peristiwa, yang efeknya jauh lebih dalam, intens, dan berdurasi lebih lama.
[divider scroll_text=””]
[i] Stella Bruzzi. “ New Documentary”. New York: Routledge, 2006, hlm.13
[ii] Hans-Thies Lehmann. “(To be) Continued Reflections on the Aesthetics of Resistance”, dalam The Aesthetic of Resistance Peter Weiss 100, 2016, hlm. 23
[iii] Olaf Berwald. “An Introduction to the Works of Peter Weiss”. Rochester: 2003, hlm. 112