Sejak perhelatan ARKIPEL – Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival yang pertama di tahun 2013, reaksi terhadap ketidak-teramalan pengetahuan baru, ketidak-reduksiran dari yang teknis dan dari media dalam aliran berwacana, menjadi pijakan pembacaan dan penyampaian pengetahuan atas teknik-teknik baru, eksperimentasi bentuk dan konten, serta kemungkinan estetika bahasa filem yang bisa tercapai di dalam mediumnya. Berbagai pembacaan terhadap, baik teks-teks yang telah terproduksi, ritme (gelombang, siklus, periode) maupun hal-hal yang mereproduksi naskah maupun jejak yang metodis di dalam tradisi sinema sejak awal dimanifestasikan di dalam program-program kuratorial. Dalam testimoni awalnya, ARKIPEL memberikan penanda terhadap kerja-kerja di tahun berikutnya.
Tradisi sinema di Indonesia pada saat ini menghadapi setidaknya dua permasalahan, yaitu distribusi filem dan distribusi pengetahuan. Keduanya memiliki asas resiproksitas (timbal-balik) yang tak terbantahkan. Pada konteks pertama, kita dihadapkan pada suatu hegemoni yang mencoba menegakkan suara dogmatiknya dalam kondisi mencurigakan dan paradoksis. Pada konteks kedua, ada konsep ruang yang terkait dengan produksi informasi yang dihirarkikan dan selektif. Pada hal-hal mendasar tersebutlah maka ARKIPEL hadir sebagai aksi terhadap, bukan saja mengingat bahwa pengayaan pengetahuan yang progresif memungkinkan untuk mampu mengubah tatanan suatu sistem, tetapi agar dapat juga diperhitungkan bahwa sinema merupakan epistomologi ilmiah yang harus dilacak kebertahanannya.
Salah satu aksi pelacakan tersebut termanifestasi di tahun ini dalam program pameran sinema yang bertajuk ‘Jajahan Gambar Bergerak’. Pameran sinema ini direncanakan dapat terlaksana setiap tahun dalam memberikan ruang kepada sinema untuk menyatakan dirinya secara kesejarahan yang empiris dengan kronologis, dalam tema besar “Peradaban Sinema dalam Pameran”. Pada pelaksanaan di tahun ini, ARKIPEL akan memutar filem-filem dari Lumiére Bersaudara yang menjadi pijakan awal dari konsep sinema mesin yang kemudian tersebar dan mempengaruhi geo-politik di berbagai belahan dunia serta menyumbangkan peran penting dalam terciptanya bentuk-bentuk reaksi terhadap peristiwa-peristiwa politik di negara baru merdeka.
Peristiwa, pemikiran dan gagasan sosial dan politik pada tingkatan pragmatis turut membentuk estetika filem. Sejalan dengan tema khusus ARKIPEL tahun ini, yaitu Electoral Risk sebagai bentuk tanggapan atas kondisi politik yang terjadi di Indonesia, pembacaan-pembacaan kuratorial berada di ranah bagaimana sinema mengakibatkan maupun diakibatkan oleh suatu perihal politik tertentu. Kuratorial Amerika Latin dan Asia Selatan di tahun ini melakukan pembacaan dan pengarsipan atas catatan-catatan penting bagaimana sinema telah bereaksi terhadap peristiwa politik yang terjadi di kedua wilayah tersebut. Kuratorial “Marxisme Itu Suatu Yang Filemis” merupakan pembacaan atas pembacaan yang dilakukan Alexander Kluge terhadap Marxisme dalam filemnya “News From Ideological Antiquity : Marx – Eisesnstein – Das Capital”. Ketika aparatus-aparatus ideologis “Marxis” (negara, partai, sel, serikat buruh, dan ruang-ruang produksi doktrinal lainnya) berada dalam proses menghilang, maka ada tanggung jawab teoretis, filosofis dan politis untuk membaca seorang jenius seperti Karl Marx. Atau bagaimana dalam kuratorial “Tantangan Pemberontakan Atas Media (Filem)”, pembacaan terhadap perkembangan media di era kontemporer menjadi penting dalam memetakan aksi-aksi revolusioner baik secara estetik maupun pragmatis, karena medium dalam mana batas batas terbentuk adalah media itu sendiri.
Hal menarik di tahun ini juga adalah ARKIPEL bekerja sama dengan Lab Laba Laba melihat pergerakan sinema mesin, baik bentuk maupun eksperimentasinya dalam konteks perubahan yang radikal dari bentuk seluloid menuju digital. Program pelatihan film processing yang dilakukan Lab Laba Laba dengan medium seluloid merupakan bentuk pengawetan terhadap pengetahuan fisik atas sinema yang terkait erat dengan konsep yang di dalamnya terdapat pikiran-pikiran atau entitas-entitas ide otonom sinema terkumpul. Pelatihan ini memperkenalkan film processing secara metodis kepada anak-anak dan khalayak umum, agar mereka kenal dan awas dengan pengarsipan serta potensinya.
Kerja-kerja di dalam festival semacam ARKIPEL tersebutlah yang dipakai untuk melangkah terus dalam interpretasi dobel, yaitu pembacaan-pembacaan bersama yang dituntut dan diwajibkan untuk dicari korelasinya secara ilmiah dan terus menerus. Kerja semacam itu memiliki potensinya dan terabstraksikan di dalam 29 filem terpilih dari seluruh dunia yang masuk di sesi kompetisi. Ke 29 filem ini setidaknya, memenuhi apa yang disebut dengan tumpukan kenyataan-kenyataan akan pengetahuan yang tak terbantahkan dalam sejarah perkembangan sinema dan menjadi penting untuk dikenalkan kepada bukan saja penonton, namun juga pembuat filem. Dalam konteks ini, partisipasi Arkipel menjadi penting dan diperlukan agar bisa menunjukkan dan mengurangi kesenjangan sejauh mungkin, agar bisa mencocokkan realitas kepada yang ideal. Kerja Arkipel bisa bermanfaat untuk mengetahui bagaimana menyesuaikan suatu kondisi dengan kondisi – kondisi baru, apakah dalam hal cara-cara produksi baru, pengambilalihan pengetahuan, dalam kritik (teoritis dan praktis), dan seterusnya.