Pasca menonton teknologi sinematografi Lumière pertama kalinya di Lyon pada Juni 1895, Jean Alexandre Louis Promio atau lebih dikenal Alexandre Promio, memutuskan pindah kerja ke perusahaan Lumière Bersaudara. Ia belajar mengoperasikan teknologi sinematografi dengan M. Perrigot yang bertanggung jawab mengajari operator filem perusahaan Lumière. Sejak April 1896, Promio memulai petualangannya memperkenalkan teknologi sinematografi Lumière Bersaudara ke beberapa negeri, seperti; Spanyol, Rusia, Italia, Jerman, Hongaria, Amerika Serikat, Mesir, Yerusalem (Palestina-Israel), Turki, Belgia, Swedia, Syria, Libanon, Yordania (Bethlehem), dan Tunisia. Pada perjalanannya itu, Alexandre Promio tidak hanya membuat pameran dan pertunjukan teknologi sinematografi Lumière kepada khalayak, terutama kelas atas, petinggi pemerintahan dan bangsawan, tetapi ia juga melakukan perekaman di jalanan, obyek wisata, bangunan-bangunan bersejarah, peristiwa kenegaraan dan kerajaan, dan peristiwa masyarakat sehari-hari. Petualangannya bersama perusahaan Lumière Bersaudara berakhir di tahun 1907. Ia kemudian bekerja untuk Théophile Pathé, salah satu dari empat bersaudara yang tergabung dalam perusahaan Société Pathé Frères hingga 1910. Di masa Perang Dunia I, Promio mengikuti wajib militer dan seusai perang, ia bekerja sebagai fotografer dan sinematografer pemerintah kolonial Prancis di Aljazair. Ia meninggal di malam Natal 1926.
Alexandre Promio merupakan satu dari tujuhbelas operator filem yang bekerja untuk kepentingan perusahaan Lumière Bersaudara. Ia bersama beberapa operator filem Lumière Bersaudara lainnya, seperti misalnya, Constant Girel dan Gabriel Veyre –operator filem yang membuat gambar bergerak di Prancis Indochina (Kamboja, Laos, dan Vietnam)– telah berkeliling dunia untuk memperkenalkan teknologi sinematografi. Selama bekerja di perusahan sinematografi Lumière, Alexandre Promio telah menghasilkan sedikitnya 348 reel gambar bergerak dari berbagai belahan dunia. Perjalanan memperkenalkan teknologi sinematografi ke beberapa negeri dilakukannya sejak April 1896. Ia juga merupakan sosok yang ditemui oleh Maxim Gorky yang datang menonton pertama kali ketika teknologi sinematografi diperkenalkan di Nizhni-Novgorod, St. Petersburg, Uni Soviet, 17 Mei 1896 lampau.
Tiga Gambar Bergerak
Ketika mengadakan pertunjukan teknologi sinematografi di Crystal Palace di wilayah Hyde Park, Inggris, pada Juli 1896, Alexandre Promio membuat sebelas gambar bergerak tentang; kebun binatang Regent Park, landmark (Tower Bridge, Marble Arch dan Piccadilly Circus), peristiwa sehari-hari (anak kecil mencari udang), upacara penikahan Putri Maud, dan tiga gambar bergerak yang dicurigai merupakan representasi masyarakat Hindia-Belanda; Danse Javanaise [katalog Lumière no. 30], Jongleur Javanais [katalog Lumière no. 53], dan Lutteurs Javanais [katalog Lumière no. 56].
Rentang satu bulan dari waktu perekaman, gambar bergerak ini telah diproses dan dipamerkan. Jongleur Javanais tercatat pertama kali diputar 14 Agustus 1896 di Vichy, Prancis dan Cardiff Empire, Wales, pada September 1896. Danse Javanaise diputar perdana 14 Agustus 1896 di Vichy, Prancis, dan 16 Agustus 1896 di Lyon, Prancis. Gambar bergerak ini juga pernah dipamerkan di Gran Teatro Nacional di Mexico pada 1898. Sedang, Lutteurs Javanais pertama diputar 9 Agustus 1896 di Lyon dan 31 Agustus 1896 di Valence, Prancis. Dalam keterangan katalog Lumière versi online, pada katalog yang dijual saat pemutaran pertama tahun 1896, performans di dalam gambar bergerak berasal dari Jepang. Lalu diubah menjadi multi etnis, termasuk orang Burma (Myanmar) yang saat itu di bawah kolonial Inggris Raya. Dan terakhir, diganti menjadi Jawa. Keraguan ini mungkin disebabkan karena Alexandre Promio tidak mengetahui dengan pasti berasal dari mana para performans yang ia rekam itu.
Pada kompilasi Film Lumiere 2 yang diupload atas nama nemkino ru ini, Jongleur Javanais terdapat di durasi sekitar menit ke-19.
Lutteurs Javanais terdapat di durasi sekitar menit ke-1.
Jongleur Javanais, Danse Javanaise dan Lutteurs Javanais yang ketiganya berdurasi antara 40-55 detik direkam dalam satu waktu di lapangan terbuka dengan gambar pepohonan menjadi latar. Identifikasi masyarakat Hindia-Belanda terlihat dari pakaian, alat musik, wajah, tarian, peragaan bola takraw, dan peragaan pertarungan pedang. Dan tidak semua performans berasal dari pulau Jawa. Ada yang berasal dari Bali dan Nusa Tenggara Barat.
Ketiga gambar bergerak itu memiliki pola perekaman yang sama dan memiliki tiga lapis gambar. Lapis pertama yaitu performans yang menjadi titik tengah bidikan kamera dan memiliki fungsi primer atau objek utama, lapis kedua para pemain musik, dan lapis ketiga jajaran performans yang berdiri dengan pakaian tradisional. Terdapat sembilanbelas orang Hindia-Belanda yang selalu hadir di dalam tiga gambar bergerak itu. Tujuh diantaranya bergiliran menjadi fokus kamera. Pemain bola takraw yang terbuat dari logam menjadi fokus pada Jongleur Javanais, empat penari perempuan Bali dalam gambar bergerak Danse Javanaise, dan peragaan dua laki-laki berkelahi giliran menjadi fokus di dalam gambar bergerak Lutteurs Javanais yang kemungkinan memang berasal dari Burma (Myanmar). Dua kelompok lain yang selalu ada di gambar bergerak namun memiliki fungsi sekunder, yaitu; lima orang laki-laki yang duduk memainkan alat musik pukul, tiup, dan petik. Kemungkinan alat musik itu berasal dari Bali. Serta dua orang berpakaian putih dan tiga orang berpakaian hitam yang berpose berdiri di belakang pemain musik. Kelima orang ini kemungkinan mengenakan pakaian khas Islam Wahabi dari Nusa Tenggara Barat.
Dua Moda Produksi Bayi Sinema
Dalam usaha merekam beragam objek kultural dari negeri-negeri otherness, operator filem perusahaan Lumière membuat gambar bergerak dengan dua cara; pertama, melakukan perjalanan dan merekam objek di lokasi; dan kedua, merekam objek-objek yang memang di bawa ke Eropa.
Di abad 19 dan awal abad ke-20, pameran kolonial yang membawa masyarakat dan budaya asli dari negeri-negeri otherness —tempat-tempat tertutup yang memiliki kekayaan etnis dan budaya tradisional yang belum terusik oleh modernitas— telah menjadi ‘fantasi kolonial’ yang dipelihara oleh Barat itu yang menjadi aktivitas rutin dan menarik ribuan pengunjung Eropa dari berbagai kalangan, seperti ilmuwan, antropolog, sosiolog, etnografer, peneliti, para penjelajah, dan lain sebagainya. Bahkan, tradisi ini telah memunculkan terminologi Human Zoo yang cukup populer di masyarakat Eropa saat itu. Saat perhelatan-perhelatan semacam ini berlangsung, operator filem Lumière datang untuk mendokumentasikan bagaimana kehidupan masyarakat otherness tanpa harus mengunjungi satu-satu negeri itu. Seperti misalnya, gambar bergerak awal Afrika yang dibuat ketika masyarakat Ashanti Afrika yang dibawa langsung dari Gold Coast (sekarang Ghana) dipamerkan dalam Human Zoo di Lyon, kota lahirnya teknologi sinematografi. Rentang 17 April-20 Juli 1897, operator filem Lumière membuat empatbelas gambar bergerak kehidupan masyarakat Ashanti Afrika, seperti tarian dan kegiatan memandikan bayi.
Dalam tiga gambar bergerak yang merekam masyarakat Hindia-Belanda, saya belum menemukan peristiwa apa yang membawa masyarakat Hindia-Belanda itu ke Crystal Palace, Inggris. Bangunan yang dibangun pertama kali pada tahun 1851 untuk penyelenggaraan Universal Exposition tentang industri, teknologi, dan budaya dari berbagai negeri.
Selain pameran kolonial dan kisah-kisah perjalanan dalam novel-novel tentang Hindia Belanda, fotografi juga memiliki andil dalam menyebarluaskan fantasi Hindia-Belanda. Foto-foto yang dimuat dalam brosur, kartu pos, majalah, surat kabar, buku-buku panduan wisata seperti Come to Java, telah menarik minat masyarakat Eropa untuk mengunjungi Hindia-Belanda dengan tujuan pariwisata. Mungkin, dari publikasi-publikasi semacam itu fantasi Hindia-Belanda dalam benak Alexandre Promio terbentuk. Hal ini butuh penelitian lebih jauh tentang sosok yang masih belum banyak mendapat sorotan, terutama kaitannya dalam menyebarluaskan kultur sinema di berbagai negeri.
Sadar atau tidak, Alexandre Promio telah merepresentasikan fantasi negeri tropis yang tak pernah ia kunjungi dalam tiga gambar bergerak itu. Dengan kameranya, Promio telah manipulasi ruang. Ia sadar dengan keterbatasan bingkai yang mampu menghadirkan kenyataan lain di dalam gambar bergerak. Jika memang orang-orang yang melakukan performans itu berasal dari Hindia-Belanda, maka gambar bergerak ini merupakan gambar bergerak awal yang merepresentasikan masyarakat Hindia-Belanda di dalam sinema, dan Alexandre Promio membuat gambar bergerak itu tanpa datang ke Hindia-Belanda. Ia memanfaatkan kemampuan ilusif yang ada pada sinema.
Disarikan dari berbagai sumber