In Wawancara

Pada Agustus tahun lalu, ARKIPEL International Documentary and Experimental Film Festival 2015 mengundang Jon Jost untuk menjadi salah satu juri pada sesi filem kompetisi serta mengisi program master class di Jakarta dalam rangka festival tersebut. Jost adalah seorang sutradara asal Amerika yang konsisten berkarya di jalur non-komersial sejak tahun 1963. Ia telah membuat sekitar 38 karya filem berdurasi panjang, lebih dari 50 karya filem berdurasi pendek, karya-karya instalasi, karya seni rupa dan musik, dan segala aktifitas itu membuatnya menjadi salah satu sutradara yang diperhitungkan di dalam skena filem independen.

vlcsnap-2016-03-01-17h52m21s220

Dalam salah satu kesempatan di sepanjang perhelatan ARKIPEL 2015, Bunga Siagian dari Jurnal Footage mewawancarai salah satu tokoh terpenting dalam sinema non-mainstream ini perihal terma filem eksperimental, kontekstualitasnya, dan pengalamannya di Festival ARKIPEL itu sendiri. Wawancara berlangsung pada 28 Agustus 2015 di resto “Dua Nyonya” di bilangan Cikini. Jon ditemani Marcella istrinya. Dan, Mohammad Fauzi mendokumentasikan sesi wawancara.

BungaBisa Anda jelaskan ulang pendapat Anda tentang eksperimental?

Jon Jost: Bagi saya, eksperimental, pertama-tama hadir dari ide dan semangat saintifik. Di dalam sains, kita hendak menguji  sesuatu yang baru, mempelajarinya, dan mencobanya. Pada umumnya, kita melakukan eksperimen bukan karena kita ingin bereksperimen. Kita melakukan eksperimen karena, misalnya, keingintahuan akan apa yang bakal terjadi jika saya mencampur bahan kimia ini dengan unsur lain, dan sebagainya. Kita mencari tahu dan kemudian mengerti, lalu mungkin menggunakannya untuk tujuan tertentu. Dan sepengalaman saya, emh… selama bertahun-tahun, banyak sekali filem eksperimen yang mempraktikkan langkah atau ide seperti itu. Mereka bereksperimen dengan sesuatu. Tapi, kemudian mereka tidak paham bagaimana mem-‘bentuk’-nya dan hanya mencoba-coba. Misalnya, bagaimana jika saya membuat flickers. Banyak pembuat filem yang membuat filem flickers kan? Menggabungkan tiga frame dari gambar ini dan tiga frame dari gambar itu. Lantas, mereka menjadi paham jenis optika visual seperti apa yang dihasilkan.

Tapi, saya rasa, banyak sekali orang-orang yang selesai saja di situ. Khususnya, banyak filem eksperimental seperti itu yang bisa ditemukan di festival filem. Semisal, saya tidak ingat istilahnya apa, menggunakan perangkat digital dengan tampilan filem tua. Itu digital. Lalu mereka membuat goresan dan debu lantas mencetaknya dengan algoritma. Dan filem seperti itu dengan cara berpikir akademik disebut filem eksperimental. Orang melihat apa yang sudah pernah dibuat 50 tahun yang lalu dan mencermati potongan-potongan dari filem. Oke, di bagian ini akan ada flicker, bagian yang ini akan ada flare, dan kemudian akan dibubuhinya efek kotor.

Bagi saya pribadi, saat memandang efek-efek yang demikian, itu lebih karena kesenangan. Ya, dulu, orang selalu punya alasan kenapa melakukan flare di filemnya. Seperti yang saya lakukan pada beberapa filem awal saya. Ketika filem selesai, terkadang hasilnya baik secara estetik. Atau pada teman saya Peter Hutton, saya pikir filemnya bukanlah filem eksperimental. Filem-filemnya adalah jenis dokumenter yang sangat personal. Dia bakal tersenyum dan membiarkan filemnya selesai dengan serangkaian flare. Itu oke-oke saja kala kita melakukannya semasa 1960-an  atau awal ‘70-an. Dalam konteks sekarang, saya merasa itu hanyalah bentuk fetisisasi dan sungguh klise. Tidak ada lagi originalitas. Kala awal-awalnya hal tersebut dipraktikkan, itu merupakan hal yang sangat baru, di luar keumuman kaidah membuat filem.

Mulanya, itu sesuatu yang amatiran sampai kemudian beberapa mulai menggunakannya dan menjadikannya avant-garde eksperimental, filem underground. Klise. Seperti… Oh, Andy Warhol melakukan eksperimentasi itu. Hal begitu ternyata baik buat dieksperimentasikan. Tatkala kau melakukan eksperimentasi dan menemukan sesuatu, lalu saya minta kau pertajam dan memberi bentuknya, alhasil, bagimu itu bukan lagi eksperimentasi. Kau sudah tahu apa yang kau lakukan, hingga kau berkata, “Oke, akan saya terapkan kualitas ini pada kerja selanjutnya”. Dan saya merasa, hal itu tidak terjadi pada banyak pembuatan filem eksperimental. Kau cuma tahu, “Oh, saya kenali efek ini adalah apa yang saya berikan kepadamu”. Hanya itu. Meskipun begitu, “Itu masih bisa menarik buat saya sebab saya suka mencuri-curi ide yang bagus. Beberapa dari mereka melakukan eksperimen kecil, dan saya pikir, filem-filem itu buruk kendati saya suka apa yang mereka lakukan. Buat saya, tidak masalah untuk mengambil ide orang lain karena saya tahu bagaimana menajamkannya. (Tertawa)

Maka, pandangan saya itu membuat saya merasa aneh terhadap orang-orang selingkungan dalam masalah pembuatan filem, khususnya pada generasi saya. Karena saya tidak melihat apa pun—yang istimewa (?)… misalnya, [Stan] Brakhage [1933–2003, pembuat filem eksperimental (non naratif) dekade 1960-an dan ’70-an dari Amerika Serikat]. Kau tahu, dia bagaikan Dewa bagi orang-orang macam itu. Ya, dia melakukan hal yang menarik dan sosoknya begitu penting. Dan, dalam sejarahnya, manakala Brakhage mengatakan: “Kita bisa membuat filem dengan biaya murah; kita bisa menggambar di dalam filem; kita bisa melakukan segala hal ini”, saya telah mengerjakannya jauh sebelum Brakhage melakukannya. Juga, filem di tahun 1920-an di mana orang sudah menggambar di atas medium filemnya. Tapi Brakhage seorang pendobrak kebekuan (ice breaker) yang jitu. Ia mendobrak kebekuan, lantas berujar, “Kau bisa melakukan hal-hal ini”. Untuk hal-hal yang begitu, dia bolehlah, tapi dalam pandangan saya, dia bukan pembuat filem yang baik. Saya tidak gampang menerima orang-orang yang sudah mendewa-dewakannya. Batin saya, “Intinya, [karena] dia mengerti terlalu banyak soal pembuatan filem”. Di Amerika, kalau kau bilang, “Oh, saya suka [karya-karya] Brakhage”, artinya kau sekadar berhenti di gaya [filemnya] yang seperti itu. (Tertawa). Betapa kelirunya!

Jadi, tentang eksperimen, apa yang saya suka pada pembuatnya adalah pada mereka adalah yang bermain dengan medium dan menemukan sesuatu, tapi kemudian tidak berhenti di situ. Saya ingin mereka melakukan sesuatu dengan itu. Tidak sekadar, “Oh, saya menemukan sekilas… sekilas… sekilas, apapun! Saya ingin mereka memberi bentuk atas apa yang mereka pelajari dari eksperimen yang mereka lakukan. Ya, seperti para saintis. Seorang ilmuwan takkan berkata, “Cobalah ini, cobalah itu”, lalu meninggalkannya begitu saja. Melainkan akan berkata, “Cobalah ini”, dan kemudian mereka menciptakan bentuk atau sesuatu yang lain semacam itu. Inilah yang saya singgung sejak awal wawancara. Dalam konteks ini, pembuatan filem yang tadi saya contohkan itulah yang saya tidak sepakati. Kita tinggalkan saja filem eksperimental macam begini. Dan, saya tidak suka menyemat-nyematkankan diri dengan yang begituan, yang buat saya itu sama-sekali bukan sinema atau pun seni.

Bunga: Oke, dari tadi Anda bicara soal filem eksperimental yang berangkat dari eksperimentasi saintifik. Bagaimana dengan yang berangkat dari konsep? Karena bagi saya, esensi dari filem eksperimental adalah keluar dari batas-batas yang sudah berlaku pada umumnya. Dan, saya pikir, filem eksperimental masih relevan sampai saat ini. Misalnya, Anda tahu di Amerika Anda punya tradisi filem eksperimental. Tidak begitu halnya dengan di sini. Misalnya, ketika kami bicara tentang [filem] dokumenter, seolah itu hanya dokumenter naratif. Kami mencari dan menawarkan sesuatu yang baru, dan ini yang ARKIPEL lakukan. ARKIPEL adalah festival filem eksperimental pertama di Indonesia. Dan penonton akan menemukan sesuatu yang baru di situ. Itu kenapa saya bertanya kepadamu mengenai ide untuk melakukan pendekatan-pendekatan eksperimental. Saya sepakat dengan pendapatmu, jika eksperimental sebatas bermain dengan medium, saya pikir, itu sudah selesai. Tapi sebagai konsep, eksperimental masih relevan. Bagaimana menurutmu?

Jon Jost:  Apakah maksudmu seperti filem konseptual?

vlcsnap-2016-03-01-18h23m07s228

Bunga: Eksperimental sebagai avant-garde. Itu tidak akan selesai.

Jon Jost: Oke. Tapi, banyak sekali ragam yang bisa kita letakkan di bawah istilah avant-garde. Jadi, avant-garde, itu mungkin Bela Tarr, atau Lav Diaz. Kau tahu kan, mereka bisa kita anggap avant-garde? Dan saya suka mereka. Saya suka filem-filem Lav, dan saya sangat suka Tarr. Tapi itu selera personal. Saya pikir, Lav pembuat filem yang baik meski saya tidak terlalu suka dengan apa yang digarapnya.

Jika kita bicara avant-garde, kita bakal meletakkan terlalu banyak jenis di bawah istilah ini. Beberapa darinya bisa dianggap sebagai karya seni dan selebihnya cuma ikut-ikutan belaka. Dan saya sudah menyaksikannya dengan menghadiri banyak sekali festival filem eksperimental selama hidup saya. Dan jujur saja, tiga-perempat dari pembuat filem eksperimental adalah mereka yang berkata, “Tidak… bukan begitu”. Dan jika kau bertemu dengan banyak dari mereka, [maka]. “Oke, kau hidup di dalam kultur di mana avant-garde sebenarnya justru tidak ada. Saya paham betul kau akan mengulang apa yang telah dilakukan orang lain di tempat lain. Sangat bisa dimaklumi. Kepingin saya adalah, well… saya ingin tahu sesuatu yang beda daripada sekadar menggunakan style filem Amerika tahun ‘60-an, ‘70-an, yang sebelumnya kau alami sebagai filem eksperimental. Pasti ada sesuatu yang khas dengan kultur Indonesia atau bahkan sesuatu yang sangat original. Misalnya, di tempat ini dan tempat lain di Indonesia karena Indonesia adalah negara yang besar. Sangat jelas. Banyak sekali kantung kebudayaan. Jadi, secara mental, sejumlah orang di Jakarta tidak akan sama dengan yang ada di Borneo. Itu kan menjadi hal yang berbeda. Saya lebih memilih untuk melihat beberapa eksperimen di dalam… Contohnya, besok saya mau ke museum. Dan saya tahu di sana ada banyak sekali teater bayang. Saya mau lihat orang-orang bereksperimen dengan itu. Sesuatu yang datang dari tradisimu, dan kemudian melakukan sesuatu yang baru dari itu. Ide mengenai bayang itu bagus, dan teater tradisional di sini, itu seperti sinema dalam bentuknya yang primitif. Kalian menyebutnya apa?

Bunga Uhm… wayang. Sejenis boneka kan? Kami menyebutnya wayang.

Jon Jost: Ya, bayangan, itu. Pada kenyataannya, wayang adalah salah satu bentuk sinema paling awal. Ya! Kita punya cahaya yang masuk. Kita punya bayangan. Lalu kita memanipulasikannya. Kau tahu, saya sepertinya… Well, di sini saya tidak melihat ada orang yang memainkan konsep wayang itu dan bereksperimen dengannya. Menemukan sesuatu yang unik, daripada hanya… Saya tidak ingin melihat sebuah filem dibuat oleh seseorang yang menonton Brakhage dan membuat versi yang sangat buruk dari Brakhage. Saya ingin melihat mereka berbuat sesuatu, dan itulah yang saya rasakan. Itulah masalahnya pada saya. Mari kita lupakan saja hal-hal begitu. Dari pengalaman…. selama 20 tahun, saya melihat orang-orang membuat sesuatu yang sudah pernah dibuat oleh orang lain 50 tahun yang lalu dan mengira itu adalah sebuah eksperimen. Itu sama sekali bukan eksperimen. Usai sudah itu. Tidak masalah, jika kau meniru demi mempelajari sesuatu. Tapi jangan pernah berpikir kau sedang melakukan sesuatu yang baru. Kau tidak melakukan apa-apa.

Kini, bagaimana kita membuat sesuatu. Maksud saya, filem, dan video, sekarang dimainkan dengan cara yang buruk. Saat ini kian sulit rasanya untuk mencari cara baru guna memanfaatkannya. Berkarya dengan cara yang berbeda. Maka, seperti filem yang saya lihat yang memakai efek flare filem lama, saya rasa, itu gegabah. Mereka orang-orang dengan mentalitas mengerikan yang berpikir berbuat sesuatu yang baru dengan menggarap hal yang klasik. Saya merasa, tamat sudah di sini.

Kembali ke permasalahan… Oh…, oke, saya ingin melihat sesuatu yang baru. Ini pun berlaku bagi saya sendiri. Saya tidak suka, saya tidak mau membuat filem yang sama lagi. Seluruh filem saya, kau lihat, berbeda satu sama lainnya. Kau lihat, seluruhnya sangat jelas bahwa, sayalah yang membuatnya. Meskipun saya tidak bisa mengubah selera dasar saya tetapi saya selalu melakukan eksperimen karena saya mudah bosan. Saya tidak tertarik membuat filem yang terlalu bagus, seperti yang saya buat dua atau sepuluh tahun lalu. Saya tidak ingin melakukannya. Saya akan berkata, “Apa yang baru?” Misalnya, di sepuluh tahun terakhir, saya membuat beberapa filem konseptual. Saya melakukan beberapa bidikan. Saya menggarap filem berjudul Dissonance, yang mungkin bisa kau sebut filem eksperimental. Saya kerjakan, saya edit. Lalu saya simpan. Saya tidak melihatnya selama satu setengah tahun. Karena itu adalah konseptual, maka saya tahu. Saya tidak perlu melihatnya. Saya menunggu lama untuk melihatnya hingga saat saya di Tokyo memberikan workshop di sana. Waktu itu ada seorang pelaku Edinburgh Film Festival dan seorang kritikus filem, dan saya katakan, “Bisakah kau duduk bersama para peserta workshop dan menonton filem ini?” Sebab, saya tidak pernah melihatnya dan takkan pernah melihatnya kecuali orang lain yang melakukannya (Tertawa). Lalu, kami duduk bersama dan menonton. Apa yang menarik bagiku saat itu adalah, peristiwa itu persis seperti yang kupikirkan bakal terjadi. Saya tidak perlu melihatnya, saya betul-betul tahu apa yang saya lakukan.

BungaAnda masih akan terus mencari bahasa baru untuk filem Anda kan?

Jon Jost: Saya usahakan. Tapi, itu bukan perkara gampang. Karena medium filem, medium video, sudah terlalu banyak dipakai. Jadi, kita mesti betul-betul menemukan hal baru. Salah satu filem yang diputar di sini (ARKIPEL), kau sudah melihat semua filem?

BungaTentu saja.

Jon Jost:  Apa judulnya? A Place I’ve Bever Been.

Bunga: Ya…ya…. A Place I’ve Never Been There. Berlokasi di Yunani.

vlcsnap-2016-03-01-17h26m10s79

Jon Jost: Ya, itu. Pada level tertentu, filem itu semata sebuah filem dengan teknik flicker yang sudah dilakukan di banyak filem. Tapi itu adalah filem flicker yang sangat cerdas. Menurutku, ia [pembuatnya–ed.] melakukan sesuatu yang baru. Dia memakai kumpulan foto untuk merangkai filemnya. Kala kau melihatnya, oohh… kumpulan jumlah karya yang begitu banyak. Ia menemukan dan mengumpulkan bidikan foto sepenuhnya, seribuan foto. Dan dengan gamblangnya, secara digital menuturkan, “Oke, aku punya seluruh bagian dari ragam sudut yang dibidik dan dibuat oleh banyak orang; akan kulakukan hal yang sama dengan memutar seluruh bagian dan kau akan melihatnya secara konsisten di dalam filem”. Dan saya suka dengan bagaimana dia tidak menggunakan bingkai, sehingga bisa kau lihat seluruh artefak serta bagaimana dia telah menyusunnya. Saya pikir, filem itu sangat… sangat… Juri-juri yang lain [di ARKIPEL 2015], ketika saya memilih filem itu untuk dicermati secara khusus oleh mereka, ternyata, tidak ada yang menyukainya (Tertawa). Saya tidak mengerti mengapa orang tidak menyukainya. Filem itu adalah konstruksi dari sekian banyaknya karya, mungkin 10.000 foto, yang lalu disusun sehingga menghasilkan sesuatu. Saya sangat terkesan dengan itu. Saya akan berkata, “Yes! Itu adalah filem eksperimental dalam pengertian yang benar. Dalam artian, sebagaimana telah saya katakan padamu sebelumnya, di situ kau telah menyatakan sesuatu lantas menatanya dan memberinya bentuk. Tidak sekadar meniru bentuk yang sudah ada. Saya rasa, filem itu adalah salah satu contoh yang sangat baik dari filem eksperimental yang berhasil. Walau banyak orang membuat filem flicker sebelumnya tapi tak pernah saya lihat ada seorang yang dengan cukup berhati-hati menatanya dan demikian memikirkannya. Itu mengesankan.

Bunga: Bagaimana dengan… Saya baru dengar dari salah satu teman bahwa Anda mempersoalkan terma dokumenter dan eksperimental yang terpisah di ARKIPEL, yang menurutmu seharusnya sama.

Jon Jost: Saya tidak tahu mengapa mereka [penggiat ARKIPEL] melakukan (pemisahan) itu. Saya pribadi berpikir untuk berusaha menemukan filem yang mengandung kedua terma itu berbarengan. Mereka adalah dokumen. Beberapa adalah dokumenter tapi sekaligus eksperimental. Dan filem-filem yang diputar di sini (ARKIPEL) tidak seperti itu. Ada satu filem yang sangat buruk. Filem itu menggunakan efek filem tua yang diproses secara digital, filter digital. Dia memakai foto dari ayahnya—kurang lebih begitu—lalu memberi efek blurry pada filem digital berefek tua tersebut. Saya rasa itu buruk sekali. Saya merasa masygul. Tapi, itulah satu-satunya (di ARKIPEL) di mana ada orang yang begitu berupaya—dalam kasus [filem] ini—menjadi eksperimental dengan cara keliru. Mengambil konsep eksperimental yang klise, lalu menerapkannya pada foto ayahnya. Itu bukan eksperimental. Tapi, saya rasa, itu adalah satu filem yang kelihatannya mencoba untuk menjadi sebuah dokumenter dan melakukan hal yang tidak biasa secara sinematik. Saya rasa tidak ada filem lain. Kebanyakan dari filem-filem yang diputar, saya tidak suka. Sejumlahnya begitu eksperimental secara akademis. Dan… Saya suka ide untuk menggabungkan keduanya (dokumenter dan eksperimental) secara bersama tapi kemudian, saya pikir, di dalam filem-filem pilihan (hasil seleksi ARKIPEL 2015) mereka, saya harus… Ya, bisa saja, filem-filem tersebut memanglah bukan filem jenis itu (dokumenter sekaligus eksperimental), atau memang tidak banyak filem dengan jenis itu.

Ehm… Kau tahu, salah satu dari ini (menunjuk harddisk yang berisi koleksi filem karyanya) mengenai imigran, filem saya yang tidak saya anggap sebagai filem eksperimental. Itu eksperimental waktu dulu saya membuatnya, dalam artian bahwa, saya belajar sesuatu mengenai video digital dan mempelajari… Oh, well… mungkin kau bisa biarkan kamera merekam selama sepuluh menit dan melihat adakah sesuatu terjadi, dan jika tidak, kau tidak menggunakannya. Jadi, ketika itu saya melakukan eksperimen dalam proses membuat filem. Dan belajar untuk tidak terburu-buru. Jangan kuatir soal uang sebab uang dalam perspektif digital bukan masalah yang perlu dicemaskan. Seperti bidikan pembuka filem saya, kurang lebih 25 menit lamanya. Jika saya merekam dengan kamera filem, saya akan menghentikannya di menit kedua. Hal itu (bidikan lama) tidaklah membosankan. Kemudian sesuatu mulai terjadi yang menyebabkannya jadi tidak membosankan dan itu bidikan yang menarik meski buat memperolehnya kau butuh waktu. Ketika saya mengeditnya, saya cenderung memotong beberapa menit awal dan kemudian berpikir lebih baik saya biarkan saja, dengan risiko membuat orang bosan. Tidak masalah membuat penonton bosan karena itu adalah alat. Dan kau bisa berkata, “Oke… tidak apa-apa, hal remeh yang ada jauh lebih besar ketimbang jika saya memotongnya menjadi bagian-bagian kecil. Lebih berdampak.

Jadi, ada satu filem awal saya—entah harus menyebutnya apa—ya, mungkin itu filem eksperimental. Awal karya video digital saya. Saya pikir, London Brief adalah filem pertama yang benar-benar saya shooting, saya susun potongan-potongannya. Selama musim panas, saya tinggal di kota pantai di Portugal. Saya membilangi diri agar pergi keluar dan merekam setiap hari. Jangan berpikir soal bikin filem, kala itu itu saya cuma mau pelajari sesuatu dari teknologi yang baru… apa bedanya teknologi lama dengan video digital, dan perasaan tak menggubris soal uang. Dan yang terjadi, kamera yang saya pakai out of focus kualitasnya yang banyak orang tidak suka sehingga Sony menariknya dari pasar lantaran hal itu justru yang saya sukai. Sebetulnya, saya tak niat membikin gambaran tentang kota itu tapi akhirnya saya sepenuhnya merekam selama musim panas dan beroleh materi rekaman sepanjang 12 jam. Hasilnya penuh out of focus yang mungkin orang akan bilang, itu “Pasti eksperimental sebab semuanya out of focus”. Saya cuma berpikir soal keindahan, dan saya sadar betul merekam dengan kondisi out of focus begitu sebab membuatnya jadi bagai lukisan. Singkirkan segala detail, kita hanya melihat kumpulan warna, dan cukuplah itu menggambarkan adanya seorang yang tengah melenggang. Saya pikir, karena saya tak pernah melihat yang macam itu, maka saya rasa, banyak orang bakal melihatnya dan berkata itu eksperimental karena mereka tidak pernah melihatnya. Kata saya, “Oh, yaa… bagi saya itu eksperimental pada awalnya karena saya bermain (uji coba) dengan kualitas tertentu; tapi, kala filemnya sudah jadi, itu bukan sebuah eksperimen lagi”.

Seperti, sekarang saya punya cara baru buat melukis yang saya sadari betul saya gunakan dengan tujuan tertentu. Bagi saya, itu bukan eksperimen; itu lebih ke sebuah tantangan karena filem itu nyaris berdurasi dua jam. Filem tanpa cerita dan dua jam gambar indah takkan bikin orang berniat untuk menontonnya. Filem itu haruslah menjadi sesuatu yang lain. Butuh waktu tiga tahun untuk menjadikannya sesuatu. Maka, selanjutnya kubuat filem itu jadi penggalan musik ketimbang hanya sekumpulan gambar indah. Sepertinya berhasil. Orang tidak bermasalah buat menontonnya walau tidak ada cerita apa pun di situ.

Bunga: Jadi, seperti katamu, saya simpulkan bahwa filem eksperimental harus dilihat kembali di dalam konteksnya. Pada awalnya, filem eksperimental bermain dengan medium di dalam tradisi saintifik, lantas kita berhadapan dengan kultur digital. Menurutmu, saat ini kita harus bereksperimen dari apa?

Jon Jost: Maksudmu, spesifik tentang digital?

vlcsnap-2016-03-01-18h37m10s220

Bunga: Ya, ini perihal kultur, terma eksperimental hadir dari konteksnya masing-masing. Dan sekarang orang membuat filem eksperimental di dalam konteks apa?

Jon Jost: Well, saya pikir, kau perlu…. Andai kita ingin bereksperimen, itu karena kita ingin mengkomunikasikan sesuatu. Sesudah itu, kita tak ‘bermain-main’ hanya demi bermain. Kita bereksperimen karena ingin menemukan sesuatu. Kemudian, kita jumput apa yang kita eksperimenkan itu dan membentuknya jadi sesuatu yang mampu mengkomunikasikannya kepada mereka yang menontonnya. Maksudku, tergantung siapa yang menontonnya. Boleh saja mereka bilang, “Saya mau menonton filem eksperimental yang buruk—atau—Saya anggap filem buruk yang eksperimental sebab saya akan mencuri idenya”. Itu cerdas: Saya akan mencurinya dan memberinya bentuk. Tapi umumnya, orang tidak melakukan itu.

Tentunya, saya tidak ingin melakukan apa yang dilakukan oleh filem Hollywood. Sulitnya, kemudian saat orang masuk ke bioskop, harapan mereka berdasar atas cerita sederhana tipe Hollywood dengan adegan membanting, tualang dan seks dan kekerasan dan lain-lain. Bagi orang-orang macam begitu, yang penting apakah kau bisa menarik perhatian mereka, seperti misalnya, filem yang kusebutkan tadi. Filemku itu masuk daftar “1000 filem yang harus ditonton sebelum mati”. Jika melihatnya secara formal, filem itu sangat radikal, tidak seperti filem yang kebanyakan orang pernah tonton. Tetapi, tidak ada yang bermasalah saat menontonnya karena filem itu memberi mereka apa yang mereka harapkan… sebuah kisah dengan orang-orang, apa pun. Dalam hal ini, ia melanggar kaidah sinema secara umum. Semisal, hal klise seperti, “Saya akan pasang tokoh yang pincang maka penonton akan menyukainya”. Itulah cara supaya mereka mau menontonnya. Last Chance for a Slow Dance, dalam 30 detik, langsung kau sadari bahwa pria (tokoh) itu brengsek (Tertawa). Berikutnya, filem itu hanya fokus kepadanya selama 90 menit, kan? Seterusnya, dia jadi tokoh pria menjengkelkan, tapi itu menarik. Menarik dalam hal karena itu merupakan penampilan yang bagus, dan bagian menariknya adalah, bagaimana saya memberi struktur di dalam filem itu. Itu tak seperti filem-filem yang pernah kau tonton. Tapi, saat kau menontonnya, itu bukanlah filem yang berat meski tak pernah kau tonton yang macam itu sebelumnya; tapi itu tidak berat. Itu filem panjang ketigaku.

Tapi sebelum itu, saya sudah membuat filem selama sepuluh tahun, filem pendek. Walau saya katakan bahwa saya membuat filem untuk diri sendiri, jika saya tidak suka maka saya takkan membuatnya. Sederhana saja. Orang bertanya, “Untuk siapa kau bikin filem?” Saya jawab: “Saya”. Tapi saya tidak sendirian. Ada banyak orang yang akan menyukai apa yang saya kerjakan, apa pun itu. Seperti Lav Diaz, kan? Kebanyakan orang tak bisa menikmati filem-filemnya. Tapi kau tahu, kau bisa tonton itu, dia belajar, khususnya tentang digital. Ia bisa mengambil satu bidikan selama dua puluh menit atau satu jam lamanya. Teman saya, James Benning… saya tak anggap dia pembuat filem eksperimental, dia pembuat dokumenter strukturalis. Pada dasarnya, dia membuat semua filemnya dari bidikan atas realitas yang diatur dengan sangat formalis. Jadi, pada waktu itu dia bekerja dengan kamera 16mm kala teknologi video muncul. Saya sudah kenal dia sangat lama. Saya coba masuk ke sistem video digital karena saat itu dia membuat filem panjang yang diputar di beberapa festival—mungkin tidak pernah tayang di televisi yang bisa menghasilkan sedikit uang. Dia habiskan 10.000 dollar buat satu filem yang akan ditayang sebanyak dua puluh kali. Dia takkan beroleh bayaran untuk itu. Saya pikir, dengan memakai kamera digital tak bakal menghabiskan uang sebanyak itu, mungkin cuma sekitar 100 dolar. Dia menolak dengan sedikit pembenaran. Karena kebanyakan filemnya lanskap, dia mesti belajar bagaimana merekam lanskap dari kamera digital. Apa yang bisa dan tidak bisa direkam dengan teknologi digital tersebut. Dan, pada umumnya, teknologi tersebut memang tak punya cukup fitur untuk merekam lanskap.

Lantas, muncul teknologi HD sewaktu dia punya kesulitan dengan laboratorium. Saat itu kebanyakan lab enggan memproses hasil 16mm. Lab sengaja memprosesnya dengan sangat buruk sehingga membuatmu tak berniat kembali lagi. Ketika filem pertamanya dalam HD dibuat, saya bertanya sendiri: Saya penasaran dengan apa efek dari perubahan medium ini. Saya langsung terpikir mengenai gayanya selama ini, kebanyakan dari bidikan di filemnya berdurasi 10 menit setengah. Itu maksimal dalam kamera 16mm. Beberapa dari filemnya—itu adalah batasku, saya akan merekam [selama] sepuluh menit lalu merekam lagi sepuluh menit. Dan cara dia membuat filemnya sama dengan logika struktural. Filem digital pertamanya berdurasi dua jam. Satu jam pertama direkam di Jerman, sebuah kawasan industri di Jerman, berisi sekitar 6 sampai tujuh shot panjang. Satu jam selebihnya adalah shot tunggal. Saya rasa itu fantastis. Anak saya tertidur dan orang-orang lain meninggalkan ruangan. Tapi bagi saya itu adalah bidikan efektif yang sangat indah. Saya tidak tahu, saya kira, dalam pandangan saya, saat itu dia tidak bereksperimen; dia melakukan apa yang dia ingin perbuat, melakukan apa yang sudah dia pelajari sebelumnya: “Ok…, saya punya mesin, sebuah medium yang bisa merekam selama satu jam, tidak lagi hanya sepuluh menit”. Ya, nanti saya akan bertanya kepadanya, “Apakah waktu itu kau bereksperimen?” Tapi saya yakin sekali dia akan berkata “Tidak, saya tahu apa yang saya lakukan”. Bahkan, meskipun dia tidak pernah melakukannya sebelumnya.

Bunga: Jadi, semakin sulit bagi pembuat filem untuk mencari bahasa baru saat ini. (Tertawa). Sudah banyak yang ditemukan di masa lalu.

Jon Jost: Ya, terlalu banyak yang sudah digunakan. Saya tidak masalah jika orang-orang… ini inheren, bahwa mereka akan meniru apa yang telah ada sebelumnya. Tengok sejarah lukisan, orang-orang meniru, dan kemudian membuat sedikit perubahan dan kita dapatkan perspektif atasnya. Tapi, berbeda dengan berpikir bahwa yang kau lakukan adalah baru, inilah masalah saya dengan eksperimental. Pada beberapa kasus, cukup dimaklumi karena mereka jelas sekali tidak paham sejarah. Sehingga mereka berbuat, “Oh saya baru membuat sesuatu yang sangat baru yang tidak pernah dibuat sebelumnya”. Ya, lantas akan saya tunjukkan ke mereka, ini ada sepuluh filemku yang lebih baik dari punyamu.

Bunga: Ah, Anda menyebut lukisan. Kenapa Anda masih melukis, sementara juga masih membuat filem?

Jon Jost: Saya suka. Saya ingin melakukannya. Dalam hal, saya seorang old-fashioned, dalam artian, saya suka membuat sesuatu yang indah. Seni kontemporer tidak indah. Dan saya suka, untuk kesenangan saya, membuat sesuatu yang indah. Saya tidak menganggap lukisanku adalah satu karya seni. Tapi, orang-orang menganggap itu karya seni. Kupikir tidak begitu, aku sekadar belajar memakai cat air. Andainya saya duduk-duduk saja, itu mungkin jika Marcella [sang istri] berhasil membuat saya berhenti pergi-pergi, atau mungkin kakiku yang menghentikannya. Jika saya bisa duduk diam, oke… setahunan saya bakal melukis lagi. Sudah lama sekali saya tidak melukis. Terakhir kali, itu di musim panas lalu. Tapi itu bukan seni. Seperti kukatakan, jika kita mau melakukan sesuatu, kita harus melakukannya setiap hari. Tak bisa kau jadi musisi yang baik cuma dengan bermusik sekali setahun. Kau harus melakukannya setiap hari, begitu pun dengan melukis. Jika kau ingin melakukannya, kau harus duduk melukis. Maka, jika nanti aku punya satu atau dua tahun yang hanya konsentrasi melukis, barulah aku sudah membuat sesuatu yang bisa dianggap karya seni. Karena seperti kataku, standarku bukanlah sekadar menciptakan. Beberapa lukisan cat airku secara grafis sangat indah. Tapi, itu tidak menjadikannya seni. Seni adalah hal lain. Jika aku bisa membuat lukisan [macam] Goya atau memahat di lempengan logam, maka akan kucari tahu bagaimana membuatnya jadi sebuah seni. Itulah standarku. Untuk saat ini, tak masalah bagi saya tidak membuat seni. Saya hanya belajar. Belajar bagaimana bermain dengan warna.

Bunga: Di akhir filem-filemmu, selalu Anda bubuhkan kata copyleft dan bukan copyright. Kenapa?

Jon Jost: Copyleft secara teknis adalah terma yang politis. Bukan berarti…, Oke, saya tidak percaya pada copyright. Saya tidak percaya. Pada pandanganku, copyleft secara teknis berarti tidak ada orang yang membuat sesuatu yang original. Kita semua berkarya, kita berkarya berdasarkan sesuatu yang telah ada sebelumnya, yang telah terjadi. Kita bukan yang begitu saja dapat ilham dari langit lalu berkata, “Oh… saya sudah mencipta”. Tidak, bukan begitu kita. Kita berkarya dalam suatu kultur dan konteks tertentu. Mungkin kau membuatnya dengan agak beda. Tak apa. Tapi itu bukan sesuatu yang sangat original. Saya ingat waktu satelit pertama mulai disiarkan, orang-orang berujar: “Hoi…! Lihat, betul-betul berfungsi, tuh; tengok, ‘bola basket’ kecil ini muncul di siaran kita”. Kita cenderung tertata begitu. Well, bukan sekadar roket. Itu rentetan hal yang terjadi agar roket itu ada di TV. Itulah nilai aslinya. Aku sungguh pesimis dengan masa depan kita karena kita berbuat yang begitu. Kita lihat ponsel yang kecil, padat, dan banyak fitur bagus di dalamnya, dan orang-orang bertingkah seolah ponsel itu begitu saja jatuh dari langit. Itu bukan datang dari langit. Sepenuhnya, hutan Borneo ditebang untuk kebutuhan membuat ponsel (Tertawa). Jika kau mulai hitung-hitung semuanya, kau bakal berucap, “Oh, mahalnya barang-barang ini, dunia kita bakal dibikin hancur; sebegitu mahalnya harga yang harus ditebus”. Kita mesti bertindak, menyingkirkan itu semua; kita harus hidup secara sederhana. Saya tidak setuju pada orang yang berkata saya butuhkan semua itu guna membantu saya melakukan apa-apa yang mau saya kerjakan. Jauh lebih baik jika kita semua mampu mengurangi. Jadi, copyleft itu satu cara untuk mengatakan segala sesuatu sifatnya komunal. Bukan semurni-murni saya membuatnya. Segala sesuatu di sekitarku lah yang menjadikan itu dan saya sekadar agen yang mengeluarkannya; aku bukan pemiliknya, kaulah yang memilikinya. Hanya, karena pada faktanya kau yang menjadikannya tak berarti… Misalnya, saya ambil gambar sebuah gedung. Bukan saya yang membuat gedung itu, dan bukan saya yang membuat itu semua yang lantas berakhir di filem saya. Itu orang lain yang melakukannya. Itu sebabnya saya menerakan copyleft.

Bunga: Jadi, copyleft adalah satu statemen politis. Bagaimana menurutmu mengenai ARKIPEL dalam konteks Indonesia?

Jon Jost: Well, saya pikir, itu kegiatan yang baik untuk diselenggarakan. Satu hal, saya pikir kegiatan itu bersifat endemik sama seperti di tempat-tempat lain orang membuat festival. Oke saja, kau mengadakan pemutaran, [tetapi] berapa jumlah penduduk di Jakarta? 12 juta?

Bunga: Ya.

Jon Jost: Kebanyakan pemutaran dihadiri oleh orang-orang dalam yang mengadakan festival, ditambah teman-temannya dan ditambah sedikit orang lain atau mereka yang diundang dari festival lain. Well, saya yakin ada jalan untuk menyebarkan berita ke orang lain sehingga mereka ingin datang dan hadir di pemutaran kalian. Saya yakin ada jalan untuk itu meskipun butuh waktu. Ya, benar, bahwa kebanyakan orang tidak tertarik dengan eksperimental atau apa pun selain filem Hollywood. Tapi saya yakin banyak seniman, musisi, dan lain-lain yang bisa terbujuk, tergoda, untuk datang dan menyaksikan apa yang tidak biasa mereka tonton. Untuk itu saya rasa butuh kerja yang harus dijalankan. Jadi, penontonnya bukan hanya mereka yang memang sangat tertarik dan dalam jumlah yang sangat terbatas. Sudah seharusnya sejumlah hal perlu dilakukan guna menjadikannya meluas walau, saya kira, festival ini tidak akan menjadi kegiatan yang populer. Saya maklum. Tapi, saya yakin, ada cara yang saya tidak tahu bagaimana. Ada potensi lebih dari ratusan orang di Jakarta yang bisa melihat ARKIPEL sebagai hal menarik. Mungkin juga 10.000. Ini soal bagaimana kalian dapat menggapai mereka sehingga mereka bisa datang. Saya yakin, dari 10.000 orang itu, jika kau dapatkan sepuluh persennya saja, bioskopmu bakal penuh. Sepengalaman saya, beragam festival yang kebanyakan saya sambangi tidak melakukan itu. Mereka tak melakukannya karena festivalnya sendiri bisa berlangsung. Omongan gampangnya: “Oke, kami bikin penayangan karena kami dapatkan uang untuk mendanai penayangan tersebut.

Ada teman saya di Universitas Nebraska yang selama 40 tahun tinggal di kota Nebraska yang merupakan kota kecil. Dia dirikan satu bioskop yang indah yang terhubung langsung dengan universitas. Benar-benar dua bioksop yang bagus yang diatur begitu rupa sehingga kita tidak perlu melihat kepala orang lain ketika menonton. Bagus… semuanya… peralatannya bermutu baik. Bioksop itu persis di sebelah kanan universitas yang punya 30.000 mahasiswa. Saya menonton filem di sana dan programnya sangat bagus namun saat itu cuma terisi 10 orang, di tempat mana terdapat 30.000 orang muda yang di antaranya mungkin ada ratusan pasangan setiap malamnya yang menyukai filem ‘X’, ‘Y’ atau ‘Z’.

Tapi, ketahuilah, mereka itu dari Nebraska yang begitu tergila-gila bola (Tertawa). Saya yakin, ada… Ya, saya tahu teman saya itu sudah berupaya. Ada masalah di kelembagaan universitas padahal ada Jurusan Filem di situ. Dan orang-orang di Jurusan Filem itu tidak pernah minta ke muridnya untuk, “Oh, ada filem bagus lagi tayang. Ayo, ke sana”. Hubungan dia buruk dengan Jurusan Filem. Entah kenapa. Saya rasa, Dan tidak berbuat hal yang jelek terhadap mereka. Pernah saya bilang, “Hey, kau punya murid yang belajar filem, dan Dan akan memutar filem yang menarik dan tak bisa mereka temukan di bioskop komersial; seharusnya kau bilang saya ingin seluruh kelas saya menonton filem itu. Lapangkan cara pikirmu tentang filmmaking.” Tapi, itu tak terjadi. Sembilan bulan aku di sana. Tak ada apa pun yang mereka lakukan. Menyedihkan, mengapa universitas tak ingin para mahasiswa mereka berbuat sesuatu. Saya masih tidak tau kenapa.

Bunga: Jadi, ARKIPEL harus melakukan sesuatu yang lebih radikal? (Tertawa). Ya, sebetulnya, setiap tahunnya penonton kami bertambah. Tapi kami optimis bisa meraih penonton lebih besar setidaknya dua tahun ke depan. Belum ada kultur filem eksperimental di sini, jadi kami sedang berusaha keras untuk itu.

Jon Jost: Apakah di sini ada budaya musik eksperimental? Di sini saya bertemu seorang musisi bernama Iman Fatah. Saya bertemu dengannya karena dia mengisi musik untuk teman saya seorang Jepang yang datang ke sini. Dia bermusik untuk… Dia bilang ada sebuah skena musik yang merupakan bagian dari skena musik besar. Dia bermain di satu band rock dan juga band eksperimental. Saya kira, ada usaha serupa di bidang seni yang lain, entah itu pada seni lukis atau patung. Pasti ada kelompok seperti itu dan mereka bisa didekati. Saya tidak tahu, bagaimana melakukannya di sini. Karena, saya rasa, ada kendala saat ini dengan media sosial dan internet; ehm… saya rasa tidak cukup hanya mengunggah sesuatu di internet. Harus lebih ada yang mesti dilakukan. Kelihatannya, sudah cukup saat kau unggah sejumlah informasi dan jadwal festival di internet tapi itu tidak 100 persen berhasil. Itulah. Mungkin bisa kau dapatkan beberapa orang lewat itu. Saya rasa kalian harus lebih agresif atau terkonsentrasi. Cobalah mendekati beragam orang yang potensial; seniman atau universitas lainnya di sini. Katakan, “Kami mengadakan festival di sini dan mahasiswa di fakultasmu seharusnya datang demi kepentingan mereka juga”. Ya, itu saran saya, saya tahu itu satu kerja keras.

Bunga: Ya… akan kami lakukan, terima-kasih untuk sarannya (Tertawa). Bagaimana tentang 35 filem yang terpilih? Berapa yang menurutmu adalah filem eksperimental?

Jon Jost: Apa saja yang masuk kompetisi? Saya harus lihat daftarku. Tapi, oke, filem-filem yang kami [Dewan Juri] menangkan… tidak satu pun yang bisa saya sebut eksperimental.

vlcsnap-2016-03-01-18h16m22s32

Bunga: Jadi, mana yang menurutmu eksperimental?

Jon Jost: Rata-rata dibuat dengan baik, dan pada dasarnya adalah dokumenter. Tidak ada satu pun darinya yang eksperimental. Salah satunya, mungkin beberapa orang menyebutnya eksperimental tapi bagi saya tidak. Paling banter 10 yang semacam eksperimental. Harus kulihat lagi daftarku. Dan beberapa yang disebut eksperimental adalah filem yang sangat buruk bagi saya. Saya rasa filem tersebut tak layak tayang untuk publik. Kau tahu filem apa?

Bunga: Bisa Anda sebutkan?

Jon Jost: Ada satu lokasi dengan kereta yang sedang berjalan. Gelap, dengan trek yang tetap dan bidikan yang tetap. Terkadang ada suara ini terkadang suara itu. Ada papan bertuliskan di antaranya… Jadi, mereka membuang suaranya. Itu sangat akademik, karya dari seorang yang sekolah filem di sekolah akademis yang buruk dan dia berpikir itu eksperimental, menarik dan cerdas. Filem itu sangat bodoh, membosankan. Oke, memang mungkin untuk melakukan hal bodoh, tapi kalau saya pribadi tidak akan memilih filem seperti itu dan memutarnya untuk publik. Ada beberapa lagi yang saya rasa tidak pantas ditayangkan. Walau salah satunya, oleh juri lain dianggap layak memperoleh hadiah. Saya tahu, soal ini sangat subjektif, yakni selera… Saya mencoba, ketika saya… Jika saya dalam situasi menjurikan, saya akan menyingkirkan… soal selera saya itu. Akan saya katakan, “Oke, saya mungkin tidak suka filemnya sama-sekali tapi saya bisa berkata bahwa itu adalah filem yang baik”. Dan filem yang saya sebutkan tadi, tidak bisa saya bilang itu filem baik (Tertawa). Itu filem yang buruk. Oh, ada satu lagi, salah satu juri merasa menyukainya dan saya tidak tahu mengeja namanya? Apo… cheet pong… whatever.

Bunga: Apichatpong…

Jon Jost:  Ya… Bukan dia yang membuatnya, tapi namanya ada di kredit. Saya seperti melihat salah satu filem dia, dan saya tidak terlalu menyukainya. Saya tidak mengerti mengapa orang menontonnya. Dan filem yang saya bilang tadi… Well, oke, ada laki-laki dengan seragam tentara, dan ada aktifitas gay di situ, memainkan senjata. Lantas kenapa…?

Bunga: Maksudmu [filem] Endless Nameless…?

Jon Jost: Ya… Dan, saya pikir itu tak berujung, tak bernama, dan tanpa maksud (Tertawa). Saya tidak perlu menontonnya. Menonton filem itu butuh waktu; kita meminta orang-orang guna meluangkan sedikit hidupnya untuk menonton. Saya akan memintamu untuk menginvestasikan sepuluh menit, sepuluh jam, atau berapa pun itu. Kemudian kau merasa… jika “Saya melakukan itu, berarti kau harus memberikan sesuatu yang pantas sesuai dengan waktu yang saya berikan”. Filem tadi berisi beberapa akre hutan, laki-laki berperan sebagai militer, mencoba membuatnya terlihat seperti filem tua atau apa pun lah itu. Dan itu terasa asing. Barangkali, saya secara kultural… ya, mungkin ada satu kultur tertentu di situ, di mana ada seorang dari Thai atau dari sini di dunia. Orang seperti Lav Diaz, katakanlah, orang-orang bilang filemnya terlalu panjang. Ya, filemnya sangat panjang tapi ada sesuatu yang yang mendasari: kau minta banyak dari waktuku agar duduk di sini [bioksop] selama 8 jam dan menonton ini? Lalu dia (Lav Diaz) akan berkata: “Well…kau harus mengerti, ini adalah my late time”. Ada orang di sini yang sempat menyinggung soal jam karet. Oke…, berarti ini soal perlakuan kita terhadap waktu… Ooh… telat dua atau tiga jam tidak masalah (Tertawa). Dan saya coba maklum dan menerimanya, itu sebabnya saya bisa menerima filem-filemnya Lav Diaz, karena ada sesuatu di dalamnya. Lav piawai dalam perkara itu. Tapi Endless Nameless tidak dapatkan (kultur tertentu) itu dan itu buruk. 20 menit tanpa memperoleh apa-apa.

Ada lagi yang lain, serangkaian bidikan lanskap, bidikan yang abstrak. Dengan NASA… dan voice over.

Bunga: [Filem] Adam…?

Jon Jost: Adam… mungkin saya akan menyukainya jika tanpa voice over. V. O. di situ sangat menggangu saya. Kenapa kau tidak percaya dengan gambarmu yang puitis itu, dan tak perlu kau memberitahuku bahwa kau akan turun… Saya tidak perlu mendengarnya. Saya bisa melihatnya. Saya lebih memilih… Ya, oke bila kau memasukkan track drum… atau hal lain. Mengapa kau tak percaya saja dengan citra yang kau buat; biarkan itu menjadi puitis ketimbang mencoba menekankan suatu pesan. Citra itu sendiri adalah pesan. Ada lainnya… Oh, The Nation, yang juga memakai bidikan lanskap. Agaknya, terasa tidak jelas menghubungkan antara voice over yang bercerita tentang membangun sebuah bangsa, pergi perang, dan semacam itu lah. Bagai voice over yang tak bertautan dengan citra yang ada di filem.

Bunga: Bagaimana dengan Killing Time?

Jon Jost: Ooh, saya tidak suka (Tertawa). Cuma sitcom (komedi situasi). Mengapa dia masuk?

Bunga: Kontennya?

Jon Jost: Saya terlalu kesal dengan bentuknya, jadi saya tidak peduli dengan isinya. Saya pikir, ketika si perempuan pergi keluar menuju lapangan… pintu… apa pun… bagi saya itu adalah sitcom yang coba menjadi pretensius… Ia sukses menjadi pretensius… dan sukses sebagai sitcom. Saya sangat alergi dengan segala sesuatu yang pretensius. Saya tidak suka filem Peter Greenway. Saya bertemu dia di… Dia mengira dirinya berkah Tuhan bagi bumi. Sedang bagi saya dia itu si bodoh yang pretensius.

Saya harus lihat dalam daftar sekiranya ada filem eksperimental lagi. Saya tidak suka The Nation, saya tidak menganggapnya filem eksperimental. Itu filem konservatif yang sangat tidak eksperimental dan tidak berhasil. Saya punya… Ada beberapa juri ARKIPEL yang adalah akademisi. Saat itu saya berusaha untuk menahan diri karena percakapan mereka dan semua… yang dalam pandanganku  adalah bahasa intelektual yang klise yang diambil dari filsafat Prancis… blah… blah… blah… Kata mereka, filem itu punya tekstur; apa yang dimaksud dengan tekstur? Tak bisa kita bicara tekstur begitu saja tanpa penjelasan apa-apa. Orang itu penuh ungkapan seperti itu. Dalam hati saya, apa maksudnya? Atau, mungkin dia pikir dia paham maknanya. Ya, yang saya dengar saat itu adalah setumpuk percakapan akademis yang klise, percakapan akademi filem. Itu membuat saya kesal. Saya rasa, dia sudah benar-benar keluar dari apa yang terdapat di filem itu sendiri. Oke… lihat filemnya… lihat ini dan itunya, setidaknya, jangan omong padaku soal tekstur. Bak ingin menangkap tekstur tanpa pernah kita tahu tekstur macam apa yang sedang kita bicarakan. Mereka kelompok intelektual yang abstrak… Mengotori… Orang-orang yang sok tahu… berbicara dan… ya saya harus menahan diri.

Dari sudut pandang politis, jika saya menjadi juri, tentu saya ingin memenangkan filem yang saya suka (Tertawa). Itu seperti sains. Mengerti cara bermanuver terhadap sesuatu sehingga kita raih apa yang kita mau tanpa harus berdebat keras dengan yang lain. Saat menjuri ARKIPEL, [saya] seperti itu. Hanya ada 3 filem yang saya inginkan menang. Beberapa yang mereka pilih, sama-sekali tidak saya suka. Kau tau, The Nation dipilih oleh 3 dari 5 juri, mereka menyukainya. Jika [filem] itu dipaksakan menang, dengan agak keras akan saya ujarkan, “Ho ho ho…!” (Tertawa). Tapi saya tidak perlu melakukannya.


Wawancara dalam bahasa Inggris ini ditranskrip oleh Fiky Daulay dan diterjemahkan oleh Bunga Siagian.

Arkipel International Experimental and Documentary Film Festival invited Jon Jost to be one of the juries for international competition and to gave Master Class program. Jon Jost is American director who consistent in non-commercial scene since 1963. he has made 38 feature film, more than 50 short film, installation, fine arts and music, makes him one of the most respected director in independent film scene. In one occasion throughout Arkipel 2015, Bunga Siagian from Jurnal Footage interviewed Jon Jost about experimental film terms, its contextuality and his experience in Arkipel. Interview occurred in Dua Nyonya Cikini, 28 Agustus 2015 with Marcella—his wife and Mohammad Fauzi who documented this interview session.

vlcsnap-2016-03-01-17h52m21s220

Bunga:  Can you tell me about your statement all over again. What is experimental?

Jon Jost:  For me, experimental, first of all, it comes from in the first place, a scientific idea. And in science, you would try something out, learn from it, and then use it in some way. In general, you don’t experiment just to experiment. You experiment because you say ok what happens if i mix this chemical with that. You find out and then you oh now i understand that. And then maybe use it for something. And my experience, um… after many years is that a lot of experimental filmmaking does the first step. They experiment with something. But then they don’t understand how to mold it and say ok… i figure out. Let’s say if i do flickers. Lot of people make flicker films right? Just 3 frames of this, 3 frames of that. Um…and then they know sort of visual the optically what that does. But then i don’t feel like many people don’t do anything with that. Actually lots of experimental films particularly later now where you all see one of them for example in the festival. I don’t remember the name of it, use this digital old film look right. It is digital, and then they write this scratches and the dust so they print that in with the algorithm. And this is true of a lot of academically taught experimental filmmaker, people will see something that was made fifty years ago and that just takes a chunk of it. Oh ok these parts would have flicker. For these parts gonna be flaring and you know were gonna have dirt on them. But and I look at that, to me, it’s rather mind bliss. Well…there was a reason people had flares going out some. Like I have in some of my earlier films. Film ran out and it goes sometimes aesthetically nice. or I have a friend Peter Hutton. I don’t think that his films are experimental. They are sort of severe very personal kind of documentary. That he’ll laugh and let the film run out and lit the flare. Which…you know…when you did it in the sixties or early seventies that was ok. Now I feel it’s like fetishization of these things and just a cliché. It’s not like anything original. When it was first out, it was original. Wow that was cut that out. Normally, professionally, you’d always cut that out. That was amateur and then some people used it and it became an experimental avant-garde, underground cliché. Like oh… he just showed that like Andy Warhol did that. And that kinda stuff, well it’s fine to experiment. When you experiment and found out something works. And I wanna see you shape that and form it, so in effect it’s not an experiment to you anymore. You know what you are doing. And you say oh ok, I take this quality now I put it next to that. Now its still kinda visual music. And I feel with a lot of experimental filmmaking, that doesn’t happen. You just see oh I just figured out that this effect I just thrown at you and that’s it. It can be still interesting for me because I’m happy to steal a good idea you know. Somebody does little experiment thing, and I think they are horrible film but I like what they did. I have no problems taking it out from because I know how to shape it (laugh). So, anyway, that’s my view puts me odds with the people who are around. It’s kinda filmmaking, particularly, from my generation. Because I don’t look at something… like Brakhage, I said you know, like a god for these people. And I say well… he did interesting things and he was very important. And historically in the sense that he said: “look you can do it very inexpensively and you can draw on the film, you can all these things” which I’ve been done long before he did it as well. And there were films in the 1920’s, where people were drawing on films. But he was a good ice-breaker, he broke through, and he said “here’s things you can do”. He was good that way but my view he was not a good filmmaker. I have a hard time with people, sort of making him a god. When I said: “basically he really understands too much about making films”. In America, if you say oh I love Brakhage, you just stuck yourself in the whole hell (laugh) you are wrong! So the experiment, ya… I like it with people play with the medium and figure out things but then I want them to take that and do something with it. And that you’d say oh I make flash flash flash, whatever. And I want them to mold what they learnt through their experiments. Just like the scientists. The scientist don’t say let’s try this, lets try that, and just leave it. They say let’s try this, and we make plastics or something. So this is what I said earlier during the talk. In this context, it’s filmmaking I have a problem with. Leaving this angle, the experimental filmmaking. And I don’t like to have myself attached to it because it attaches me to bunch of things that I don’t think is with filmmaking or art.

Bunga: So if you say that the experimental based on the scientific experimenting, so what about idea? Because I just think that experimental films just trying to go beyond the boundaries. And I think it’s still relevant until now, because especially, I don’t know in America you have a tradition of experimental films festival. Not in here, of course. We are always talking about, we are facing the narrative documentary. We just find something new, like Arkipel. It’s the first experimental film festival. And the audience just watched something new from that. I just asking you about the idea of experimental. I think, I agree with you, if just playing with the medium is just out of that. But let’s playing with the idea. What about that?

Jon Jost:  Are you talking more like conceptual movies?

vlcsnap-2016-03-01-18h23m07s228

Bunga: Experimental, is like Avant Garde.

Jon Jost: Well…ok. But there’s so much that got put under these big umbrellas. Like Avant Garde, so, avant garde might Bela Tarr, or Lav Diaz. You know that could be considered avant garde, right? And at the same time who I like. I like Lav’s films, right. And I like Bela Tarr so much. But that’s my personal taste. I think he’s good filmmaker, but I don’t like what he does so much. If you put this Avant Garde, you put many things under the same umbrella. Some of them are carefully considered works of art and some are just grouping around, and saying “oh look at this”. And I’ve seen, I’ve gone to a lot of experimental festivals all over my life. And frankly, three quarters of experimental filmmakers is somebody saying oh no no no, not like this. If you got to a lot of them, oh ok, you live in a culture where this was not available. It wasn’t there. Its’ perfectly understandable that you will repeat what people have done elsewhere. That this is perfectly understandable. My inclination is, well…I’d like to see instead of using some old 1960’s, 70’s American films as your experience what’s experimental. I prefer, there must be…there are… because every culture is like that. There must be some things that are peculiar to Indonesian culture or even more originally. This place and that place in Indonesia cos it’s big long country. Obviously it is. Lots of different cultural pockets. So..some mentality of some men in Jakarta is not going to be the same as somebody in Borneo. Gonna be different things. I would prefer to see experiment inside their…for example: I’m gonna go to museum tomorrow. And I know they have lots of shadow cut-outs theatre. And I’d like to see people experiment with that. Something come out of your tradition and then do something new with it. That just shows what it is. That’s nice idea the shadow thing and it’s like very primitive cinema that kinda of traditional theatre here. What do you call it?

Bunga: Um…Wayang. Like puppet, right? We call it wayang.

Jon Jost: Right, the shadow. So like…in fact, it’s one of the earliest cinemas. It is. This is like…we have light coming through. We have shadow. We manipulate it. You know, I was sort of, well…I haven’t seen someone here using that conceptually to experiment with. And make something unique to this culture, instead of… I don’t wanna a film made here by someone who saw Stan Brakhage and make me bad Stan Brakhage. I wanna see them do something. And that’s what I feel …um… that’s what I feel like. I have a problem. Let’s put that way. Because I’ve got lot of this… I see people 20 years ago making things that were made 50 years ago. And thinking it’s an experiment. It’s not an experiment. That was done. If you wanna copy it to learn something, ok. But don’t think that you are doing something new. You are not. This is where I have this from. And it’s like, ok how do we make something. I mean film, and now video has been played with awful lots. It’s getting harder to find out what’s a new way to use it. Working with. different. So like the film I saw, where you know it’s got the thing, the old film flares. I said this is mindless. This is somebody with the apps of wrong mentality thinking that they somehow they are doing something new by doing something very old. And this is where I end up having this. Look up problems, oh…ok. I wanna see something new. It’s the same for myself. I don’t like, I don’t wanna make the same film again. All my films you see, within some kinda thing, they can very different from each other. You see them all, it’s very clear, I made them. I can’t change my essential taste. But I’m always experimenting because I get bored. I’m not interested in making a really good film. Like I made 2 years ago or 10 years ago. I don’t wanna do that. I wanna say, what’s something new. So I have for example, in the last 10 years, I made some films, I brought up the word, conceptual. Which basically were conceptual films. I had these shots, I did it. I made one film called Dissonance, which is I think you would probably call yes it’s an experimental film. And I made it, I edited. Made it pile of it. I never look at it for a year and a half. Because it was conceptual, I knew what it was. I didn’t need to see it. I waited to see it until I have I was in Tokyo now. Was doing workshop there, and I had sort of trapped audience. There was a guy who ran Edinburgh film festival, and another film critic and I said can you guys sit down and watch this with some of my students. Because I have never seen it and I will never look at it unless someone else does (laugh). So we sat down, looked at the film. What was interesting for me was, it did exactly what I thought it would do. So in a way I don’t need to look at it, I knew what I was doing so well. I thought it would do.

Bunga: You still find a new language, for your new film, right?

Jon Jost:  I tried to. But it’s not that easy. Because film medium, video medium has been pretty worked over. So you have to figure out. One of the films showed here, you’ve seen them all?

Bunga: Ya…ya…

Jon Jost: What was it called? A place I’ve never been.

vlcsnap-2016-03-01-17h26m10s79

Bunga: Ya…ya… A place I’ve never Been, in Greece.

Jon Jost: Right. That was, at one level, that was a flicker film, which has been done many times. But it was a very intelligent flicker film. And did something new, in my view. He took all the images off in that. When you look at that ooh what an enormous amount of work. Because he went and found all these shots, thousand of shots and that. And he ordered, ok and he I’m going around the part, and he clearly, digitally said ok I got all the part all these shots done by all different people,  and I make it same like we’re going around the part and you can see him going in and going back and forth, and consistent. And I like the way he left the frame off.  So you see the artefacts of how we constructed it. And I thought it was very very…my fellow jurors, I picked it as one of things what you should consider and nobody else like it (laugh). I don’t understand why one likes it and appreciate. Because it was enormous somehow amount of work. This probably takes 10.000 images and orchestrated them so they work together. While showing you how, if you know about it, you can figure out how we did it. And I was quite impressed by it. And I would say yes, it was an experimental film in a positive sense. In the sense, I was saying like you claim something and then you order it and give it form. And it isn’t just throwing it out there. Oh ok now I have this. I thought it was a very good example of a successful experimental film. Although I could say well yea people make flicker film before, but I’ve never seen one so carefully ordered and thought out. That was impressive.

Bunga: So what about…I just hear from my friends that we were asking him, why documentary and experimental are in the same. Do you have problem with that?

Jon Jost           : I don’t know why they did it. I can see why one wants my want to do it but then I would have thought well we wanna try to find films that bring the two together. They are document. Somekind of documentary but also experimental inside that. And the films shown here, I can’t say that. The only one was the film that I thought was terrible. The one where I said he put on this old film effect done digitally with it. Digital filter.  He was using photos of his father, something like that, blurring in all these digital old film effect. And I thought that was terrible film. It really made me angry. I really thought. But that was the only one where you can sort of see somebody trying to be, in this case, experimental in the wrong way. Taking all these cliché of what’s an experimental film, dub it over pictures of his father. This is not really experimental. A Misguided idea of experimental. But that was the only one that was seemed to be, sort of was trying to be documentary and do something not normal cinematically. And I try to think of it. I don’t think there was any other film. There were films of registrar sort of trying to be experimental. Most of them I don’t like at all. And some of them very academically experimental. Oh they told me this is a cruel song like this (snoring). And…so I like the idea of trying to put the two together, but then I think in their selection I have to be…well it could be they’re just not those kinda films or there are not many of them which I think is kinda true. Um…you know, one of this you showed immigrants, my film which I do not regard as an experimental film. It was experimental for me when I made it, in the sense that I was learning lessons about digital video and learning like oh well…maybe you can just let the camera go for 10 minutes and see if something happens and if it doesn’t, you don’t use it, if it does happens. So I was experimenting with my own my filmmaking process. And learning don’t be in such a rush. Don’t worry about the money because there’s no money here to worry about, like opening shot. This is I never try. Must be twelve fifteen minutes long. And if I’ve been shooting in film I would have stopped there for two minutes. Because it wasn’t bored. And then things started to happen that made it not bored and it got it was a quite interesting shot but it takes you times to get into it. When I made it when I was editing it I tend to cut out the first couple minutes and then I thought it’s better to leave you know to risk people being bored because it makes they are not boring part, more dramatic. It’s something I’ve done nearly all my films. I don’t mind bore them, because it’s a tool. And you can say ok, nothing has been happening, little things happen is much bigger than if it’s just cut straight to the little thing. Gives more impact. So I had an earlier film which I don’t know whether I would call it, I guess it was experimental. Early digital video film. I think London brief was the first one I actually shot, the one I’m sure a little clipped off. And then I stayed in a beach town in Portugal for summer. And I was trying to teach myself go out and shoot every day. Don’t think about making your film; just go learn about this new…What’s different about digital video and get over your worries about money. And as it happened this camera I was using was very interesting out of focus quality, which apparently most people didn’t like it and Sony took it off the market after six months because the thing I liked about. I didn’t intend to make a portrait of this town, but I ended up shooting all summer and I ended up with 12 hours of selecting materials. Each evening I would go look at what I shot I would throw away the bad stuff and only save the good stuff. And at the end of the summer I had 12 hours of materials. It was also out of focus and I suppose some people would look at it, say oh “that must be experimental because it’s all out of focus” which I really think of it that way…? I just thought that was very beautiful and it was very conscious to shoot out of focus because it made it very painterly. Get rid of all this detail and you just saw this mass of colour and that’s enough to say that’s a person walking down the street. And I suppose because I never seen anything like it and I suppose most people would look at it ooh that’s experimental because I haven’t seen anything like it. I said oh well yes it’s experimental at the beginning for me because I was just playing with this quality but when the film was all made it was not an experiment anymore. Oh now I have a new way to paint that I have control over that I’m using very consciously and purposely to do this. To me it wasn’t an experiment; for me it was a challenge, because it was long film it was nearly two hours long. It has no story and two hours of beautiful pictures is not gonna make somebody watch it. It has to be something else. And it took me three years to figure out how do I get that something else in there. So it functions like a piece of music instead of just a bunch of crazy pictures. It seems to have worked. People don’t have a problem watching all thing even though there’s even no story. There is something, trajectory you are going through these things. It has a hint of a story that makes people think. Oh something is gonna happen, but nothing happened. Anyway…

Bunga: So…that’s what you say. So experimental film is we have to see at the context. At the beginning, experimental films playing with the medium, because the scientific tradition from the modern times and then next we faced like the media mainstream domination, the digital culture. What do you think right now we have to experimenting from what?

Jon Jost: You mean digitally speaking, specifically about digital?

vlcsnap-2016-03-01-18h37m10s220

Bunga: So it’s about the culture, because every experimental term is come from the specific context. Like in your era, you said nobody makes short films and that film, so you made it and then some people maybe play with celluloid because nobody made it. And now people make experimental film also but in what context? You think we should experimenting from what context?

Jon Jost: Well I think you need to… If you’re gonna experiment is in order to be able to communicate something. When it’s all over, you are not just playing around to play around. So you experiment to find out things. And then you need to take what you learnt from your experiment and form it to make something that’s somehow communicates something valuable to a person watching it. I mean depends who’s watching it. Like they say you can, I can watch a bad experimental what I consider a bad film that’s experimental, because I’m gonna pick it. I’m gonna say that‘s a clever idea, I’ll steal that and I’ll make it, give it a form. So…but in general people don’t do that. You expect theatre as not they’re looked at: oh let’s see what people did and steal some of it. They are expecting: ok I want something. I certainly don’t want a Hollywood movie which most people do. This becomes a hard thing when people walk in the cinema and their expectations basically are simple Hollywood types of story, who is banging, the adventure and the sex and the violence and all that. For those people, you have either try to seduce them, like for example, one of the films I mentioned. It’s in this 1000 Films You Have to See Before You Die. If you look at it formally, it’s very radical film; it’s not like any film most people have ever seen. But, nobody has a problem watching it. Because it gives people what sort of what they want…a story with people, whatever. In this case, it violates a lot of normal cinema rules. Like cliché, you say: well I wanna have a limp character, I want them. The audience kinda like them. It’s the way to get them to watch it. Last chance for a slow dance. In 30 seconds, you realize this guy is a total asshole. (Laugh). And then the film just stays on him for 90 minutes, right? And he just continues to be this horrible person, but it’s fascinating. It’s fascinating, In part because good performance, in part what fascinating is the structural how I showed it. It wasn’t like any movie you ever saw before. And yet when you look at it, it’s not hard, it’s like I never saw film like this before, but it’s not hard to watch. That was my third feature film. But I made film for ten years, short films. And even though I say I make films for myself, I can’t, if I don’t like it, I’m not gonna make it. That simple. So people asking, who you are making films for? I say: me. But I’m not alone. There’s lot of people who will like what I do, whatever it is. Somebody is gonna like it. I have had 10 years of in a fact, learnt. Well I don’t make films for audiences, I’m very much when I make a film, and I show it. I go to the back and I watch it as audience watch it. And I see what’s working for them and what’s not. Not to try to make a convention about…you know…Hollywood knows, things they know what works. Their rights business have spent 50 million dollars to make a really bad film (laugh), of which many people think,  not just me think it’s bad, but many people think it’s really bad. They don’t pay for and people lose their money. And they think they know…we take these beautiful stars, handsome guy, we have a love story this and that, it just ends up being a mess. And when I’m making a film, I have my own history to look out. I can look it ok I made this film and things seem to have worked effectively with the audience.  I won’t try to redo that, it’s just a little more knowledge in my head. So basically it allows me to get a way more extreme, even though people think that’s weird, it’s working with the audience so I can push that little further. It’s sort of like Lav Diaz who is very much you know. Most people cannot watch most of Lav Diaz’s films. But you know you can see him, he learn, oh ok especially with the digital. I can take a shot but its 20 minutes long or an hour long. My friend Jim banning, who is…I don’t regard him as an experimental filmmaker. I regard him as documentary structuralist. Basically he takes most of his film shots of reality within a very formal set ups. So…and he was working in 16 mm, and when digital video came out, I’ve known him a long time. I tried to get into the system of digital video because he’s making a pretty long films that was shown in few festivals, probably never get shown on television where you can make a little money. So he’s spending 10.000 dollars to make a film that’s gonna show 20 times. He’s not gonna get paid for it. I thought digital won’t cost 10.000 dollars. It cost a 100. He resisted, with a little bit of justification. Because lot of his films are landscapes, and digital video of landscapes, you have to learn how to use it. What you can or can’t shoot successfully with it. But in general it’s not; it doesn’t have enough definition to shoot a landscape. Then HD came along, and he’d been having trouble with laboratories, because all the laboratories didn’t wanna work with 16 mm. So they kinda deliberately do it badly, discourage you from coming back again. His first film in HD, I remember asking myself: I wonder what the change in the media will do this way of working. I should’ve instantly thought of what he did do, because a lot his film, you know the shots are ten and a half minutes long. That’s so much 16 mm film; you can’t stick any film camera. Some of his films were, that’s my limit, I do ten and half minutes and then I go to the next ten and a half minutes. And he did a handful films with this structural logic. And with this first digital film, it was two hour long film. First hour was shot in Germany, industrial area in Germany. First hour was I think 6 to 7 shots of different length depending on what it was. They are all pretty long shots. Some might be 5 minutes, some might be 15 minutes but they were long shots. And the second half of the film is single shot. Because for an hour which I find a fantastic shot. My child fell asleep, other people left. But to me it was a really beautiful standing effective shot that you have to do willing to, Sort of submit to the experiments. And so I don’t know, I suppose, in my view, I don’t think he was experimenting and he was doing what he would do, what he already learnt to do. And say oh ok I have a machine, a medium that I can do one hour long instead of ten minutes long. I’ll have to ask him next time I see, did you think you were experimenting? But I’m very certain he’d say “no I knew what I was doing”. Even if he’d never done it before.

Bunga: I think it’s getting hard for the all filmmakers to find a new language. Because so many people did this in the past.

Jon Jost: There’s so much has been used. And I don’t mind people sort of. It’s inherent that they’re gonna kinda copy what preceded them. People look at the history of painting you know. People copy and but then they make a little change and you get perspective and you get all the things that happen. But there’s a difference between thinking that’s new and this is a problem I have with the experiment. In some cases, it’s understandable, because they have not seen the history, that history. So they do something, “oh I just made something very new that’s never been done before”. Then I can show them, here’s ten films that I did it did it better.

Bunga: So you mentioned about painting. My question is why do you still painting but you do filming?

Jon Jost           : I just like it. I like to. In a way, I am old fashioned, in the sense that, I like to make beautiful things. The contemporary art world doesn’t like beautiful. And I like, just for my own pleasure, I like to make something beautiful. I don’t consider my paintings to be art. But the people think it’s art. But I don’t think it’s art. I think it’s me learning how to use watercolours. Maybe if I could sit down, and maybe if Marcella is successful and she makes me stops travel, or maybe my leg will make me stop. And then if I could sit down and say ok for a year I’m gonna paint…again. I did it. I haven’t painted much for a long time. I did it little in the last summers. But not. It’s like what I said; that it’s the thing, if you are gonna do something you have to do it every day. You know…you could be a good musician by playing music once more tour, once in a year. You do it every day then you become the same with painting. If you are gonna do you have to sit down. Say “ok I ‘m gonna do some painting” do it. So if I could get another year or two and concentrate on painting then maybe I might think I can begin to make something that I would call art. Cos I said, my standard I don’t wanna just make something. Some of my watercolours are just graphically beautiful, they are really beautiful things. But that doesn’t make art. Art is another step. When I can do like Goya painting or etching then I’ll figure out how to find me get around to make me some of art. So that’s my standard. That’s really some of the best art. And I have no problem not making art. I just learning. Learning how to play with the colour.

Bunga: So one more. At the end of your films, you always put copyleft not copyright. Why?

Jon Jost: Well…copyleft is technically a kinda political term. It doesn’t mean…Ok I don’t believe in copyright. I don’t believe it. At many levels I don’t believe in copyright. I do believe when somebody makes something. They should be able to make a little living out of it. I don’t think somebody should write a pop song that’s successful and then leave the rest of their life on one pop song. Which happens. Make a big hit. You get million of dollars for one song. And I don’t agree with that. You should make an ok living but you shouldn’t be able to become a millionaire cos you wrote a song. If you did, it’s more luck than anything else. There’s zillion good songs. The ones that make a lot of money. It’s…luck and connection. Copyleft technically means my view is nobody makes things original. We all make, we make but we make because everything that happened before, has happened. You don’t fall virtue out of the sky. Say Oh I make this thing that…no you don’t do that. You make it in your culture, and you see all these things. Maybe you do a little different. You push it long. And that’s fine. But it’s not really original. And my view is oh ok. I make some kind of corky…my films are not normal. If you look them all, you can see the pretty clear this guy I made. It’s the end result of human history where derives to me.  I have a real problem when other senses…I remember when the first satellite went out to broadcast. And people say “oh look how efficient that all, look at this little basketball type thing in our broadcast that all”. We tend to bookkeeping like that, culturally. And I say well it wasn’t just the rocket. It’s everything that happened before we put it up there. That was the real prize. I’m very, pessimistic about our future and part of this because we don’t do this kinda bookkeeping. We don’t say ok in order to do make this, cell phone. Cell phone is a nice little, compact, this amazing stuff in it. And people act like oh it just fell out of the sky. Not it didn’t fall out of the sky. Everything, all the forest in Borneo chopped down required in order to make that cell phone (laugh). If you start add it, doing your accounting that way then you say “ooh these things are really expensive, that they are going to destroy our world, that’s how expensive they are”. We should act, we should get rid them all, we should get a living in much more simple way. Like I don’t agree with all the people say me need all this energy in order to do all the things we wanna do. So we put up windmills, or whatever our micro power plants. And I say it would be much better to do less. Much better say maybe we just make batiks. Hey little…shut up! (laugh) But I know that’s not possible. Just to get back to it….so the copyleft is a way saying all of this is a communal thing. I didn’t make it. Everything around me made it and I was the agent to pull it out and I don’t own it, you own it. Because you in a fact made it, I take a picture of something, there was a building. I didn’t make the building. and I didn’t do all these things to end up with my movies. Other people did. And so that’s why I put it there.

Bunga: It’s a political statement. So this is the last question. What do you think about Arkipel? In Indonesian context, like you said before.

Jon Jost: Well I think it’s a good thing you are doing it. And one thing I think which is endemic to similar things, other places, where the people do the festivals. Say ok you are doing screenings, and this is the city of how many million people? 12 million? Something like that?

Bunga: Yes

Jon Jost : Most screenings are basically attended by the people who made the festival. Maybe now there are their friends or Handful of other people or people who are invited to put things on. And I said this is…well… I’m certain there’s a way to get to propagate or get in to get it and you show films in theatres pretty full. I’m certain a way to do that. It takes work. And it’s sort of like…Ok it’s true, most people are not interested in experimental or anything but Hollywood movie maybe. Although I’m certain there’s plenty of artist, musician etc. here that could be enticed, seduced, to go to coming to see things that aren’t normal for them. And I think there are needs to be worked done. So it isn’t just people are very interested coming and keeping it to a very limited thing. There needs some way to expand it to what I presume is never going to be a big popular thing. I know.  But I think there’s a way and I don’t know here how, or what you would do. But I’m certain there’s a way to do it. There’s more than hundred people in Jakarta who would find it interesting. It’s probably these ten thousand, how to contact them and seduce them into coming. Here’s something you’ll be interested in. But I’m certain there’s 10000 people who of which if you could get ten percent of that then you would have people coming and filling the theatres. And I’m certain there’s a way to do that. And my experience says most festivals I’ve been to of any kind they don’t do that. They did it because it’s worked. It’s easier to say ok we show this, then we got the money to support it. I have a friend who runs in some ways it’s…our friend in the University of Nebraska and live in Nebraska which is relatively small town but he over 40 years. He’s built a very beautiful theatre connected to the university and really lovely two theatres you don’t need to look over somebody’s head because the seats are like that. Beautiful…everything…properly equipment, everything. And the theatre is right beside the university campus. So there are 30.000 students. You go watch the movies and their programs are very nicely.  And you go watch movies and there’s 10 people there. When there is 30000 young people who ought to be a couple hundred every night that might be interested in films xy or z. You know they are from Nebraska, they are football crazy (laugh). But I’m certain that there is…I know he’s tried. There’s one problem inside institutions like they have film department at this university. And the people at the film department never tell their students “oh Dan is showing a good movie, go to it”. He has almost an antagonistic relationship with the film department. Why. I don’t know. I don’t think he did anything to antagonize them. Having that, there they regarded it as some kind of threat. Somehow, and I said “hey you have this students studying film, and he’s gonna show an interesting film. That they can’t see in commercial theatre and you should say I want my class to go to see this film”. Expand what you think is about this filmmaking. It doesn’t happen. We were there for 9 months. And I couldn’t get…I let the film department…oh I’m here and bla bla bla. They never did anything. And so come to talk to our class forms. (laugh) We set up…I got some of the students there to come to do something that had nothing to do with the film department. Im gonna do workshop where im living so we got 10 people come to do that. Not all of them, most of them are studying film there there. Institution had nothing to do with it. They didn’t wanna. It’s kinda sad why would you not want to have your students to do something. And I still don’t know why.

Bunga: So Arkipel should do something more radical…(laugh). So actually the audiences of Arkipel is raising year to year. But we are just pretty optimistic that we can reach more audience for the next 2 years maybe in the fifth years. At least we could exist in this film scene. We are just hoping that. So you know there’s no experimental culture in here. So we’re just trying hard to push people to come to our festival.

Jon Jost: So is that what you would call experimental music culture? Like…we met this Iman Fatah who is a musician. And I met him because he did music for a Japanese friend of mine who came here. He did the music for…he says there’s a music scene in part of music scene. He plays in a rock band but he also plays in an experimental band. So there is that, or I assume other artistic endeavours, whether painting or sculpture. I assume there’s a little pockets of people and they somehow they have to be approached. I don’t know how to do it here. Cos I think there’s one problem in that these days with the internet and social media, um…I don’t think it advises to post something on internet. There has to be something more. You seem like you’ve done when you say ok we post our thing and give our schedule on internet. And I don’t think that works 100 of a percent. You might get a few people because you did that. And I think there has to be more aggressive or concentrated. Try to approach the kind of people who might be interested. Other artists maybe universities here, going delete him sort of be little aggressive. We are doing something here and here’s student and your faculty should be paying attention and seeing for their own benefit. Anyway, that would be my suggestion to try to do that. I know it’s a hard work.

Bunga: Ya…we will do that. Thank you for the great…(laugh) ok the last one, this is the last one. What about the 35 films selected in arkipel. How many films do you think…yes this is experimental film? How many percent from 35?

Jon Jost: What was in competition? The one I saw. I have to look the list. But ok. The ones we gave prizes to…None of them what I would I call an experimental film.

vlcsnap-2016-03-01-18h16m22s32

Bunga: The one..?

Jon Jost: The one that jury figured out and decided we give a prize. None what I would call any of them an experimental film.

Bunga: So which one?

Jon Jost: A very nicely done…basically documentaries a kind. And there wasn’t anything experimental about them. One of them, maybe some people would think it was an experimental but I wouldn’t. And that film out of 35 films…I’m just trying to think of. I’d say maybe maximum 10 or sort of experimental. I think that was what I would call. I have to look the list. And actually count it up. And them some of those that were experimental were in my view absolutely terrible. I don’t think they should’ve been shown in the public. Do you know the film…?

Bunga: Maybe you can mention the film?

Jon Jost: All…let’s see, there was one where a train goes by. It’s a blackout, it’s the same track, it’s the same shots. Sometimes it has this sounds, sometime it has that sound. A little title carts in between saying…So they decided to take this sound out. It was an academic, somebody who would studied film in some terrible academic school and he thought that was experimental, interesting and clever. It was stupid, really boring and didn’t do anything. Ok, it’s possible to do stupid thing and whatever, my feeling…but I certainly would never have picked and show it in the public.

Bunga: The title is?

Jon Jost: I have to look at the schedule. I need to see the list, I can tell you later, if you wanna know that. And there were few others that I felt like did not deserved to be shown in public. Although one of them, one of my fellow jurors picked it as one of the ones he would consider for prize. And I know all this is very subjective, what people like…I tried when I’m…if I’m in a juristic situation I try to put aside…ok here’s what I like…and say ok I may not like the film at all but I can say it’s a good film of whatever it is and the ones I’m talking about I couldn’t say it’s the good film…(laugh) it’s a bad film. And there was one, one of the jurors feel like it and I think I don’t know how to pronounce his name?  apo…cheet…pong…whatever…

Bunga: Apichatpong…

Jon Jost:  Ya…He didn’t make it but obviously he was in the production credit. I was like looking it one of his films, I didn’t even like his film very much. And I don’t understand why people see that. And this film was just I just thought…well ok so we have this guy in the army uniform, and he’s little gay stuff going on, they played the rifles and so what…?

Bunga: You mean Endless Nameless… a Thai movie

Jon Jost: Yea and I thought pretty endless, pretty nameless, and pretty purposeless (laugh). I don’t need to see it. And so like…to watch a film takes time. That asking people to give some of their life to look at this. It isn’t gonna go to ending and you are gonna look for 2 seconds and oh I like that or not, if you like it you can spend one hour in front of it or you can go away. And film doesn’t work like that. I’m gonna ask you to invest ten minutes, ten hours, whatever it is. And then I feel like…well if you’re gonna do that then you have to give me something worthy of my time. Who goofing off some acres in the jungle, playing military guys, trying to make it looked like old film instead of whatever it was. And it does kinda foreign. And maybe I’m just culturally…maybe there’s something culturally going on, where for a person from Thailand or in this area, the world. People like Lav Diaz says, like people say…it’s so long. Yes they are very long and they have this thing…which sometimes they go: you are really asking a lot of me to sit here for 8 hours and watch this. And he’ll say: well…but you have to understand it’s my late time, somebody else here or somebody else mentioned rubber time here. Ok it’s a different attitude about time so…oooh…2 hours or 3 hours late…so what? (laugh) And so I say ok if I try to understand ok I’ll accept that which Is why I can sort of accept lav’s film, because it does set up something on. But he’s good at it. or sometimes some of the ones you know, when you get a a bit talking about art and philosophy, I don’t need that. It’s a little pretentious. But it’s the general style I like, the ones I have seen, I haven’t seen them all…um…so you know I’m willing to accept…ok I don’t get something about the culture so therefore I don’t get. But the film endless nameless…I say I don’t get it and I don’t think there’s any other way to explain it…that it’s bad. It’s just goofing off in a consequential way asking this band whatever it was, ten…twenty minutes, watching nothing. And that I have problem. I try to think of other.

Jon Jost: There’s another one, aerial shot of landscapes, very abstract aerial shots. With this…sort of…NASA…voice over about space you know coming down.

Bunga: A.D.A.M…?

Jon Jost: ADAM…And I would’ve have liked that if it just hadn’t had voice over. But the voice over just irritated me, it’s like why don’t you just trust the image of this poetic and you don’t need to tell me that you are coming down…I don’t need to hear you. I can see it. I would have much preferred…just to say ok if you wanna put some kind of drum track…another something. But I didn’t need that voice over trying to make the spaceship coming down to look at this civilization is blowing apart right? That hear say why won’t you trust you images why don’t you let it be poetic instead of trying to make a point with it. The imagery makes the point. It’s very beautiful. It did, if you kept out the sound of it, I would’ve got and ok one hour dysfunctional mass urban whatever. Im trying to think another one.

Jon Jost: Oh. The Nation. Which had this landscape shot. Presumably vaguely connected to this boys girl’s voice over about building the nation, going to war and all this stuff. It’s like this voice over had nothing to do with the imagery, I could’ve just…take one shot and let the voice over, said let the screen black. Like the German did, ok I got the blue screen, and you are gonna listen to voice over and music while you look at the blue screen. So I felt like, that was…I like the shot. And I suppose I didn’t mind the voice over in terms of what’s the voice over trying to say, but it was like what’s the point of having this voice over with these pictures. So my fellow jury members they like that one and tried to explain and I said why…I think as a film it could’ve been any other landscapes. There was not integration between what’s being said and these landscapes shots. They were for pretty up there for too long. I don’t mind the landscapes at all. But that has to be something that carries you to take the long shot. I don’t know what else…

Bunga: What about Killing Time

Jon Jost: Ooh I hated it (laugh). It was like in this pretty sitcom. I thought it was slick production. What he’s doing here…?

Bunga: What about the content? 

Jon Jost: I was too irritated by the form of it. So I don’t give a damn about the content. I thought was when she goes out to the field…door…whatever…to me it was you know…it was a sitcom that was trying to be pretentious it succeeded it being a pretentious and it succeeded being a sitcom. And im not interested in a sitcom and I have an allergy to pretentiousness. I don’t like Peter Greenway’s films. I met him in…he thinks he’s god’s gift to the earth. And I think you are just pretentious jerk (laugh). So I have to look at the list to think of other ones that was sort experimental. I don’t like the nation I don’t regard that as an experimental film. It’s conservative film that isn’t really experimental and that just doesn’t work. I had a…it was the jury was people who are academically based. I was kinda ready to restrain myself because their talking and all these…in my view on thinking intellectual cliché language that are drawn from their French philosophy bla bla bla. And I’m like…the film has texture, what do you mean by texture? You can’t just say texture and just leave it there. That’s one person…full of that phrases about that. And I’m like well what does that mean…? Or maybe he thinks he knows what that means. But I…what I heard is a bunch of academic cliché, film academy talk. This drives me nuts. I don’t…I think he’s completely detached from what’s real. Ok look at the film…look at this and that, at least not tell me what do you mean by texture. Like to feel grasp the texture, what kinda texture we are talking about. That was not done. It was just a bunch of abstract intellectual…high-polluting…people think they know…talking and…I personally restrain myself. And well from a political standpoint, if I’m gonna be a jury I’d like to have ones I like…(laugh). You know and I said like I sort of sized up things and then I didn’t do very much. It’s more don’t do something. In a way I was manipulative but by not saying much I was sort of yes I like…I have been another jury (laugh). It’s kinda science. Knowing how to manuver things so you get what you want without making a big deal of other. In this case, it was. There were only just handful three that I wanted. There’s some of theirs I dint like at all. You know if the nation which had three out of five, people liked it. If it hadn’t been forced a winning, I would’ve been little more forceful say hoho…(laugh) But I didn’t have to do that.


this interview transcripted by Fiky Daulay and translated by Bunga Siagian

Recent Posts

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Start typing and press Enter to search