In Wawancara
[tab] [tab_item title=”ID”]

Wawancara dengan Jean-Gabriel Périot

Jean-Gabriel Périot, seniman yang menyebut karyanya dengan ‘sinema’, adalah seorang yang dapat dianggap paling kontemporer dalam karya-karya visualnya. Tidak saja ia sering bekerja dengan menggunakan medium video, serta penggunaan arsip sebagai bahan artistik bagi karya visualnya, Périot juga peka terhadap sejarah kekinian. Satu diantara karyanya yang cukup penting adalah Undo (2000), We Are Winning Don’t Forget (2004), Nijuman No Borei (200000 Phantoms) (2007) yang pernah di putar pada Ok. Video “Militia” di Galeri nasional Jakarta, Juli 2007. Périot pernah mendapatkan penghargaan pada Grand Prix di Tampere International Film Festival, Finlandia dan Best International Short di Cork International Film Festival, Irlandia. Périot lahir di Prancis pada tahun 1974, dan ia menyebut dirinya dengan berbagai macam profesi.

Berikut ini adalah wawancara kami dengan Jean-Gabriel Périot, dengan materi wawancara oleh Adel Maulana Pasha (pelaku medium video) dan Akbar Yumni (Jurnal Footage) yang dilakukan melalui email Adel Maulana Pasha ke email Jean-Gabriel Périot. Wawancara dilakukan dalam bahasa Inggris. Semoga wawancara ini bermanfaat ….

Sinema.

Adel: Anda menyebut karya anda sebagai, Sinema, Video atau Fotografi? Karena dalam ranah seni kontemporer menggunakan “cross medium”, apa medium untuk anda?

Périot: Saya mendefinisikan karya saya sebagai sinema, kecuali saat sesekali saya membuat karya senirupa untuk galeri. Sinema, video, atau bidang seni lain, itu lebih pada bagaimana mempresentasikannya kepada penonton ketimbang perangkat teknis untuk membuat karya tersebut. Sinema adalah ruang (ruangan tayang bioskop, tanpa cahaya, hanya dari proyektor saja). Sinema adalah ruang, tempat penonton dapat berkonsentrasi pada karya yang ditampilkan, dan menyatu dengan karya itu. Menurut pandangan saya, video terdengar lebih berupa proyek multi-media yang diproyeksikan (TV, internet, galeri, dll.). Beberapa tahun lalu, perbedaan sinema dengan video dilihat dari format yang digunakan. Tapi sekarang, tidak ada artinya mempertimbangkan perbedaan itu, karena sinema juga bisa dibuat dalam format video. Sekarang pertanyaannya adalah: apakah konteks presentasi dari karya itu?

Soal teknik cross-medium. Dalam ranah seni kontemporer, sudah pasti seniman menggunakan semua alat, teknik, dsb., untuk mengekspresikan diri. Tapi kita harus ingat, bahwa sinema dan/atau video juga bisa menciptakan karya seni dengan berbagai teknik yang berbeda. Saya yakin sekali, teknik-teknik itu tidak bisa menjelaskan genre-genre ataupun ranah-ranah seni.

Sebagai seniman, saya mendefinisikan karya saya sebagai sinema. Pertama, karena saya menyukai ruang tempat tayang dan proses penayangan sinema, tapi di sisi lain, untuk menegaskan karya itu adalah sinema, itu juga artinya berlawanan dengan TV, yakni keyakinan bahwa citraan-citraan bergerak itu adalah seni.

Evenifshehadbeenacriminal3

Adel: Menurut anda masa depan sinema pada titik jenuh yang mana, apakah ini berkaitan atau sama seperti yang dikatakan Godard berkaitan dengan sinema dan fotografi?

Périot: Kaitan antara sinema dengan fotografi tidak bisa dilihat sebagai masa depan sinema, sebab, fotografi sejatinya adalah dasar dari sinema. 24 frame per detik. Saya sendiri tidak tahu masa depan sinema secara menyeluruh. Saya tidak terlalu peduli. (Tetapi, yang pasti, masa depan sinema bukanlah 3D, bukan Avatar dan bukan Alice in Wonderland).

Adel: Edward Muybridge menemukan percepatan frame sebagai basis dari gambar gerak. Apa menurut mu sudah merepresentasikan sinema/video?

Périot: Muybridge menjadi penting karena gagasan mengenai dekomposisi gerak, tetapi sinema diciptakan ketika seseorang berhasil menciptakan gerak dari gambar-gambar diam yang berbeda. Saya jauh lebih tertarik, dalam arkeologi sinema ini, dengan Etienne-Jules Marey dibanding Muybridge. Etienne-Jules Marey adalah pencipta kamera sebagai senjata. Kamera yang bukan dipakai membunuh, tapi untuk menangkap gambar (gambar-gambar mati) dari objek yang hidup. Sinema berurusan dengan kematian. Senjata kamera ini adalah objek yang sangat menarik untuk mulai mempertanyakan: apa itu sinema?

200000phantoms1

Adel: Bagaimana cara pandang sinema terhadap sejarah?

Périot: Saya tidak yakin sinema melihat sejarah. Sekian dekade lalu, sebelum dominasi TV, sinema memang telah menciptakan sejarah. Sekarang, TV-lah yang menciptakan sejarah, atau secara kebetulan, dan bukan lagi sinema. Sejak penciptaan fotografi, dan kemudian penciptaan sinema, sejarah bukanlah apa yang terjadi, tetapi apa yang tertangkap oleh gambar-gambar, yaitu apa yang dipresentasikan. Sejarah bukanlah realitas atau kejadian-kejadian, melainkan representasi atas realitas atau kejadian-kejadian itu. Ini hanya satu pandangan. Kita tak perlu naif. Sebelum gambar-gambar, sejarah hanyalah apa yang tertulis. Itu bukanlah sejarah yang sebenarnya dalam wujud konkritnya. Sejarah, akan selalu, dan dari dulu merupakan apa yang dituturkan oleh Kekuasaan melalui medium Kekuasaan itu.

Sekarang, Kekuasaan itu adalah TV, dan TV adalah Kekuasaan. Ini tidak berarti sinema terbebas dari tugas-tugas ideologis. Sinema arus utama selalu merupakan alat Kekuasaan, tapi tidak lagi menjadi alat yang utama. Selanjutnya, jika kita dapat menawarkan konsep perlawanan sejarah dalam filem, fakta bahwa filem kita sendiri bergerak dalam struktur budaya yang sama dengan sinema arus utama (sinema seni, sinema politik, dan sinema eksperimental adalah bagian dari sinema global yang bertentangan dengannya, itu sungguh-sungguh mirip genre, bagian dari “pasar”) memadamkan muatan kritis dalam filem kita.

Adel: Bagaimana dengan sound, apakah dia menjadi esensi dalam sinema atau video. Berkaitan dengan asumsi bahwa sinema itu bahasa visual!

Périot: Bagi saya, suara mungkin adalah alat utama dalam proses pembuatan filem. Dalam budaya tertentu, bahasa bisa memperdaya makna. Tapi suara, musik, bahkan bahasa (bila digunakan bukan dalam arti dasarnya –tetapi dalam arti irama atau puitikanya) bisa disampaikan kepada semua orang. Selanjutnya, suara bisa menghantarkan kepekaan kepada penonton untuk merasakan suatu pengalaman, mempertanyakan sesuatu, dengan kebebasan yang lebih besar daripada sekedar bahasa.

200000phantoms

Adel: Apakah suara itu bersifat sekunder atau primer, mengacu pada karya mu yang Nijuman No Borei (200000 Phantom)?

Périot: Saya tidak bisa mengatakan bahwa suara muncul lebih dulu dalam mengkonsepsikan sebuah proyek. Tetapi dalam proses pembuatan filem yang konkrit (editing), saya selalu mengerjakan suara lebih dahulu sebelum gambar.

Adel: Apakah anda penerus tradisi author pada Nouvelle Vague karena anda berasal dari Prancis?

Périot: Menurut saya bukan. Kalaupun gerakan Nouvelle Vague selalu hadir menyeluruh, ia mengandung banyak macam gaya, ide (artistik dan politis). Contohnya, Godard dan Truffaut, keduanya berakar dari Nouvelle Vague namun sangat berlawanan.

Saya tidak terlalu nyaman dengan konsep “cinema author“. Bila seseorang menentukan bahwa sinema itu seni, penting sekali untuk mendefinisikan pembuat filem tersebut sebagai pencipta (author), sebagai seniman, dengan cara pandang dan cara berekspresi tertentu. Tapi sesunguhnya, kritikus telah mencairkan (diskusi tentang pencipta adalah diskusi akademis dan media) gagasan tentang sang pencipta, karena akademisi dan media telah mendefinisikan semua pembuat filem sebagai pencipta, termasuk juga yang benar-benar bekerja dalam industri ini.  Tapi apa artinya menjadi pencipta, bila Godard dan Sam Raimi, atau siapapun pembuat filem blockbuster Hollywood atau apalah, apakah keduanya adalah pencipta? Bila kritikus menganggap seorang pembuat filem sebagai pencipta, semua filem yang diciptakannya dianggap bagus. Jadi semua filem Coppola, Scorcese, Fincher, Allen, dan Burton adalah mahakarya. Itu tentu saja tidak benar. Ada semacam perombakan terhadap makna kritikus tentang konsep “pencipta”.

Evenifshehadbeenacriminal1

Ide dan politik

Adel: Apa yang anda pikirkan mengenai sejarah?

Périot: Sejarah selalu adalah sejarah Kekuasaan, Sejarahnya para pemenang. Kecuali, tentu saja, beberapa kejadian revolusioner seperti Revolusi Rusia, ketika masyarakat menjadi subjek sejarah bahkan saat kejadian itu berupa kegagalan. Menjadi subjek revolusioner adalah dengan membuat sejarah, bukan dengan menjadi saksinya.

Apalagi, sejarah yang dituturkan kekuasaan bukanlah kontradiksi, tetapi Sejarah yang melupakan. Demi ketertarikan atas sejarah, demi menghidupkan lagi kejadian yang terlupakan, demi menghadirkan kembali kejadian yang telah lampau di masa kini agar dapat dilihat sebagai alat politik lantaran membantu menghancurkan pseudo-linearitas kehadiran kita.

Adel: Pandangan anda tentang fasisme?

Périot: Melanjutkan soal sejarah, fasisme telah membuat masyarakat menjadi subjek sejarah. Tetapi, masyarakat itu secara umum merupakan masyarakat yang seragam. Dengan kehendak untuk menjadikan masyarakat yang homogenik ini, kaum fasis harus menyingkirkan siapapun yang berbeda. Tetapi pemikiran soal fasisme semacam ini sudah terlalu kuno dan tidak lagi bisa dipahami sekarang ini, karena kini masyarakat kita (saya merujuk pada masyarakat Barat) terkonstruksi dari integrasi atas perbedaan-perbedaan. Dengan integrasi ini, kelemahan dari perbedaan-perbedaan ini adalah kekuatan revolusionernya. Jadi sekarang, idenya bukan lagi menciptakan manusia unik yang problematis, tapi seorang yang mengintegrasi semua orang ke dalam satu masyarakat multi-warna, multi-seksual, dan multi-multi lainya, di mana konsumen telah menggantikan warga. Transformasi warga menjadi konsumen ini (walaupun ada yang tetap berupaya mempertahankan kekhasannya), adalah proses “neo-fasis” atau “soft-fasis”. Sesungguhnya kita bisa bicara tentang beberapa jenis fasisme baru, kendati itu “lunak” [soft], karena mereka yang menolak menjadi konsumen, sungguh telah ditolak oleh masyarakat kita dan kian banyak yang dikriminalkan. Jika masyarakat-masyarakat kita tampak lebih berpikiran terbuka, harga yang mesti kita bayar tak dapat menentang masyarakat ini. Kita punya kebebasan, tapi bukan untuk dipamerkan secara eksklusif hanya bagi yang mereguk Coca Cola.

DSC00599

Diskusi Jean-Gabriel Périot di Forum Lenteng pada Rabu, 5 Januari 2011.

Adel: Bagaimana dengan Marxisme?

Périot: Fakta bahwa Revolusi Rusia (dan Revolusi Cina, juga semua revolusi di seluruh dunia) sudah gagal, bisa mengukuhkan hipotesa Komunis. Bila seseorang telah mendefinisikan apa yang terjadi di Blok Timur sebagai Komunisme, dia telah berbohong. Apa yang terjadi waktu itu jauh sekali dari definisi Komunisme oleh Marx. Tentu, satu setengah abad setelah Marx, tesisnya harus diajarkan dengan cara yang kemasakinian. Bagaimanapun, Komunisme atau bukan, kita harus mengubah masyarakat kita yang diatur oleh Kapitalisme (dan sekarang Neo-kapitalisme) jika kita ingin selamat sebagai manusia.

Adel: Mana yang anda lebih percayai, Fiksi, Fakta atau tidak keduanya?

Périot: Kita hanya bisa berharap dan yakin pada realitas. Adalah naïf untuk berharap pada seni, sinema, representasi, dan sebagainya itu. Sebuah gambar tidak bisa mengubah dunia. Seni, gambar, dan sebagainya itu bisa membantu bagi kelangsungan hidup, untuk berbagi, untuk berpikir. Tetapi mereka tidak aktif. Hanya realitas lah yang aktif.

Adel: Seberapa jauh kadar realitas dalam bahasa visual (sinema atau video)?

Périot: Hanya dalam cara yang negatif! Kita bisa belajar tentang Kekuasaan di dalam filem yang diproduksi di bawah penataannya, kita dapat benar-benar memahami masyarakat-masyarakat kita dengan menonton TV, bagaimana realitas di dalamnya telah dibangun. Sesungguhnya, sulit menemukan titik-titik pandang berlawanan yang jelas tentang realitas oleh seniman, karena tak seorang pun bisa mendefinisikan politik baru secara positif. Yang terbaik, kita memang tidak bisa melawan Kapitalisme, tapi melawan bukanlah utopia, bukan politik yang positif. Sesungguhnya, dalam filem maupun seni, kita dapat merasa bahwa kita tidak benar-benar tahu cara menangkap dunia, cara menangkap masa kini dan realitas. Paling baik, kita bisa mendapati filem yang menginterogasi dunia. Tapi bagi saya, kita juga perlu karya seni yang menciptakan realitas baru, bukan sekadar dalam tataran artistik, tapi juga tataran politis.

thebarbarians1

Adel: Mengapa teknik frame by frame menjadi pilihan?

Périot: Secara kebetulan! Saya telah membuat filem (21.04.02) dengan gambar-gambar, lalu saya temukan bahwa dengan editing yang lebih presisi, dengan teknik animasi, ide frame per frame dari gambar-gambar arsip, ini bisa menjadi alat yang memikat.

Video: Undo

Adel: Apa pernyataan dasar dari karya anda Undo?

Périot: Saya membuat filem (Undo) ini karena satu petunjuk. Petunjuk itu adalah, “Kau punya 10 menit untuk membangun kembali dunia”. Jadi, saya hanya bertanya dalam hati: apa yang harus kita bangun kembali? “Membangun kembali” dunia, terdengar seakan dunia sebelumnya baik-baik saja, lalu kita harus mengembalikannya. Tapi bagi saya, dunia sebelumnya tidak lebih baik dari dunia kita yang sekarang. Maka muncul lah ide ini untuk kembali ke masa lalu.

200000phantoms2

Adel: Fungsi teknik dari memundurkan atau rewind ada pada fungsi teknik dalam filem dan video, apakah anda percaya pada realitas?

Périot: Itu sudah saya jawab. Jelas sekali saya percaya dengan yang nyata, tapi tidak percaya bahwa ide representasi adalah sebuah realitas. Kekuasaan memaksa ketika ia menggunakan gambar-gambar, representasi-representasi untuk menjadikannya tampil sebagai “yang nyata”. Saat orang menonton berita di TV, mereka merasa gambar-gambar itu “nyata” dan “objektif”. Tetapi gambar-gambar itu tidak nyata karena sudah dikonstruksi. Dalam filem-filem saya, saya mencoba memproses representasi tampak sebagai konstruksi, dan mungkin sampai tahap ketika setiap representasi realitas adalah sebuah konstruksi.

Video: We Are Winning Don’t forget.

Adel: Apakah anda seorang anarkis, mengacu pada karya ini?

Périot: Saya tidak yakin 100% anarkis. Saya lebih komunis karena percaya pada kekuatan rakyat sebagai rakyat kolektif dalam sejarah. Dalam filem ini saya mengembangkan ide bahwa individual bisa menemukan kekuatan mereka sendiri, posisi mereka sendiri, sebagai subjek dalam perjuangan, dan lebih jauh lagi dalam perjuangan kolektif.

wearewinning1

Adel: Apakah anda percaya pada perjuangan identitas atau perjuangan kelas?

Périot: Saya percaya bahwa kita butuh perjuangan kolektif. Tentu kita perlu berjuang dalam tataran identitas. Misalnya, kesetaraan laki-laki dengan perempuan, hak kaum homoseksual, dan lain-lain. Tapi upaya-upaya khusus tersebut yang dapat membantu mengubah dunia, bisa dilakukan secara kolektif. Sebelum menjadi hitam, gay, atau perempuan, kita menjadi manusia. Dan kita memiliki hak karena kita manusia.

Video: Nijuman No Borei (200000 Phantoms)

Adel: Apakah arsip dan memori untuk anda?

Périot: Ada dua macam memori. Ada yang dibekukan. Membekukan memori adalah cara untuk memperbaiki memori (dan sejarah), guna membatalkan aspek politis dari sebuah kejadian, cara yang dilakukan oleh sejarah resmi. Dengan gambar-gambar bencana Hiroshima, sejarah “utama” memperbaiki kejadian di masa lampau ini, dan mengajak orang untuk meratapi para korban, sehingga memori kehilangan segenap daya untuk menjadi aktif di masa kini. Jenis memori yang satu lagi adalah memori aktif. Memori yang mempersoalkan masa kini bersama dengan masa lalu. Memori yang bagai jembatan. Contohnya, gambar Hiroshima yang sama tidak disampaikan kepada penonton sebagai arsip atau bagian eksklusif dari masa lalu, tetapi dibuat supaya mereka tampak sebagai masa kini, yang menciptakan hubungan antara masa lalu dan sekarang, sehingga memori ini menjadi hidup. Setelah itu, pertanyaan politis dapat tampil kembali. Dan itu tidak meminta penonton supaya meratapi para korban, melainkan membuat topik nuklir hadir di benak mereka, dan menjadikan perang itu nyata adanya. Bukan menjadikan pesimis dan mengajak orang menjadi “kelam” dan sedih sepanjang waktu. Kala kita mendengar para korban Hiroshima (atau malapetaka lain) yang selamat, kita belajar bahwa hidup itu berharga dan semua orang mesti menikmatinya. Bukan dengan cara egoistis, tapi dengan cara berbagi, cara politis. Kita mesti nikmati tiap detik kehidupan dan menjaganya. Itu berarti kita mesti berjuang untuk hidup, dan membantu orang lain demi memiliki hidup yang dapat dinikmati. Waktu menjadi berharga, utuh, penuh kehendak. Dan lebih baik berjuang demi kehendak daripada berharap demi minyak.

Evenifshehadbeenacriminal2

Adel: Penonton bagi anda siapa ?

Périot: Entahlah. Tapi bukan “sang penonton”.

DSC00632

Diskusi Jean-Gabriel Périot di Forum Lenteng pada Rabu, 5 Januari 2011.


Silahkan lanjut ke tautan ini untuk melihat karya-karya Jean-Gabriel Périot:
www.jgperiot.net

[/tab_item] [tab_item title=”EN”] (Temporarily available only in Bahasa Indonesia)
[/tab_item] [/tab]

Recommended Posts
Showing 2 comments
  • ely
    Reply

    repartase yang terarah dan menginspirasi. Sebuah perjalanan kata memahami pemikiran budayawan ternama. Saya suka terutama dialog yang terakhir.

pingbacks / trackbacks
  • […] saya mengutip pernyataan Jean-Gabriel Périot dalam wawancara di Jurnal Footage, bahwa sejak penciptaan fotografi, dan kemudian penciptaan sinema, sejarah bukanlah apa yang […]

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Start typing and press Enter to search