In Artikel

LiebeIstKaelterAlsDerTod_poster_01

Tanpa disangka Bruno mati, setelah peristiwa tembak menembak antara dia dengan pihak polisi. Adegan tembak menembak hampir tidak ada kehancuran, apalagi berdarah-darah. Plot berlangsung datar, tanpa pretensi emosi kekerasan. Adegan ini merupakan konstruksi dan puncak kekerasan dalam filem gangster karya Rainer Werner Fassbinder berjudul Liebe ist kälter als der Tod (Love Is Colder Than Death, 1969). Filem ini sebuah karya antitesa dalam menghadapi animo sinema Hollywood, khususnya sinema noir bergaya gangster yang banyak mempengaruhi penonton di Eropa dan Jerman pada masa itu. Kematian Bruno (Ulli Lommel) dalam adegan aksi tembak menembak memainkan wilayah “tontonan” dari pada pengadeganan oleh sang aktor. Konteks memainkan segi tontonan pada dasarnya adalah usaha Fassbinder dalam menghapus segi magis dalam praktek filem-filem Hollywood yang hanya menyisakan dampak emosi kepada penonton, yang bagi Fassbinder sendiri adalah naif. Apa yang sedang diadvokasi oleh Fassbinder adalah membuka seluas mungkin ruang refleksi bagi para penonton sebagai proses penjembatannya terhadap layar filem. Pada filem Loves is Colder Than Death ini, Fassbinder sendiri bermain sebagai tokoh seorang gangster bernama Franz.

08

Love is Colder Than Death bisa disebut sebagai karya awal Fassbinder yang banyak dipengaruhi oleh kaidah teater Brecht—membedakan proses akting aktor antara “mengadegankan” dengan “mempertontonkan”. Adegan action pada Love is Colder Than Death, yang membedakannya adalah pada segi penjembatanan ruang refleksi kepada para penonton. Brecht menyebutnya sebuah praktek alienasi adegan yang mengharapkan hubungan simpati dalam konteks adegan dengan penonton. Sehingga sebuah adegan dapat memberikan ruang sebanyak mungkin bagi para penonton untuk merefleksikan narasi filem, dengan harapan rasionalitas penonton lebih terbangun. Pada peristiwa penembakan Bruno sebagai sekelompok gangster bersama Franz merupakan relasi horisontal dalam adegan action oleh sang aktor. Kaidah action horisontal yang dimainkan oleh tokoh Bruno, Franz dan para Polisi, merupakan pengaruh dari kaidah teater Brecht yang dikenal sebagai garis Y, yaitu sebuah garis antitesa dari pola hubungan X yang banyak terdapat pada adegan karya-karya filem Hollywood. Pengertian garis Y itu sendiri adalah garis horisontal serta hubungan X merupakan garis vertikal. Garis Y atau relasi horisontal inilah yang kemudian bagi Fassbinder adalah alat untuk menghapus segi magis dalam adegan film action, terutama dominasi magisme pada karya-karya filem action Hollywood.

06

07

Penggunaan kaidah hubungan horisontal pada pengadeganan sinema dalam Love is Colder Than Death, pada dasarnya lebih merupakan hubungan antar manusia (antar aktor) dalam konteks sosial. Interaksi kekerasan lebih dipengaruhi oleh logika psikologis dan relasi sosial, dibandingkan benturan natural (keterkejutan) atau emosi yang mempengaruhi penonton dalam melihat layar. Sehingga Love is Colder Than Death bisa dibaca sebagai narasi besar dalam kisah gangster, dimana hubungan antar individu dan relasi antar kelompok merupakan sebuah benturan dalam sistem yang terartikulasi yaitu; kekerasan. Apa yang sedang diandaikan Fassbinder dalam Love is Colder Than Death sebagai relasi sosial, bisa disebut sebagai refleksi sutradara dalam membaca masyarakat kapitalisme.

Fassbinder

Film gangster dengan gaya bernarasi dalam sinema Fassbinder lebih mengarah pada pengertian politik, seperti institusi kepolisian secara politis dapat dimaknai sebagai entitas dari sebuah sistem. Seperti pada salah satu adegan kematian seorang polisi patroli yang ditembak oleh Bruno; saat sang polisi ingin menilang mereka karena salah parkir—penilangan oleh kepolisian merupakan konteks sosial politik yaitu teritori negara dan sipil. Ada semacam korelasi yang cukup organis bagi Fassbinder yaitu antara konteks sosial dimana filem ini dibuat dengan artikulasi naratif dan estetika bahasa filem. Lingkaran estetika menjadi berbasis pada konteks sosial sambil membuka selubung magisme adegan kekerasan. Hal ini terjadi pada logika relasi para tokoh secara sejajar.

03

Magisme pada adegan sinema Hollywood merupakan usaha advokasi yang dilakukan oleh Fassbinder, karena dampak pasif penonton yang ditinggalkan dari proses hubungan magisme dengan layar filem. Hubungan magis yang berlangsung antara gambar di layar dengan penonton, didasarkan atas adanya jembatan emosi yang mengikat penonton. Film gangster Hollywood banyak memainkan emosi dan keterkejutan psikis yang mempengaruhi penonton. Pada adegan Franz yang disiksa oleh kelompok sindikat misalnya; proses eksekusi penyiksaan tidak ditampilkan sama sekali. Ketika ketua sindikat memerintahkan sang anak buah untuk memberi pelajaran kepada Franz, penonton disuguhi oleh karakter sang anak buah yang berbadan kekar tanpa baju, dan berselandangkan sarung pistol, memakai kaca mata hitam, sehingga mengasosiasikan secara simbolis adegan kekerasan dari profil yang dibangun oleh anak buah sindikat tersebut. Kekerasan dalam scene ini dapat diprediksi sendiri oleh penonton dengan nalar yang dibangun oleh karakter tokoh. Sehingga pada scene tersebut Fassbinder tidak perlu memberikan adegan kekerasan fisik, namun memberikan imaji kepada para penonton dengan memberikan dampak penyiksaan fisik tokoh Franz. Adegan kekerasan Fassbinder lebih mengeluarkan struktur implisit kekerasan yang banyak terdapat pada karya film noir Hollywood.

Hubungan garis Y pada adegan kekerasan lain bisa kita temui ketika Franz dimintai sebatang rokok oleh salah seorang kawannya. Franz langsung memukulnya tanpa dialog. Adegan kekerasan ini terasa ringan tanpa emosi. Memang bukan tingkat kekerasan fisik yang menjadi sasaran dalam adegan tersebut. Namun lebih pada kekerasan hubungan horizontal yang sudah dibangun dari tokoh Franz dan ralasi sosialnya dengan tokoh lainnya. Tontonan kekerasan oleh Franz memberikan ruang reflektif kepada penonton. Mempertontonkan kekerasan oleh Franz merupakan hubungan horizontal yang memberikan banyak asosiasi imaji kekerasan yang lebih substansial, yaitu situasi, relasi, dan konteks kekerasan yang dapat dibandingkan dengan kaidah peristiwa kekerasan yang cendrung emosi dan natural.

Filem action dengan sedikit kematian para tokohnya sangat memainkan emosi heroik penontonnya. Love is Colder Than Death tidak menampilkan banyak pembunuhan dan kematian dalam ceritanya. Fassbinder mencoba membaca konteks sosial dalam era kapitalisme lanjut, dimana subyek manusia berada antara jeratan sistem, individu, dan relasi antar individu. Tokoh Franz, Bruno dan Joanna (Hanna Schygulla) oleh Fassbinder bukanlah kelompok gangster yang melakukan kejahatan atas nama pembangkangan sosial seperti pasangan Bonnie dan Clyde. Kematian Bruno saat peristiwa tembak-menembak dengan pihak polisi bagi Fassbinder merupakan pembacaan konteks sosial, dimana individu berada dalam kelompok dan relasi antar individu dalam sistem sosial. Cerita tentang Franz dan Bruno yang sedang merencanakan perampokan bank, akhirnya tercium oleh pihak kepolisian. Hal tersebut dikarenakan sang kekasih Franz, Joanna yang seorang wanita penghibur membocorkan rencana tersebut kepada pihak kepolisian. Penghianatan Joanna merupakan usaha sang kekasih yang merindukan kehidupan keluarga bersama Franz dengan cara mengorbankan Bruno untuk meninggalkan kehidupan gangster. Impian kehidupan keluarga Joanna, merupakan dampak dari stratifikasi sosial yang dibangun oleh kapitalisme itu sendiri, dimana kesadaran akan kelompok semakin rapuh bahkan terkhianati. Para gangster Fassbinder bukanlah para pemberontak, tapi lebih pada jeratan-jeratan perilaku kelas menengah yang membentang pada konteks sosial masyarakat kapitalisme.

15

20

Kematian Bruno pada dasarnya bukan faktor kekerasan tapi lebih pada relasi individu dalam sistem sosial kapitalisme. Hal yang sejajar juga dibangun dalam estetika filem Love is Colder than Death. Tokoh Bruno merupakan individu yang berada pada jeratan sosial, dimana merampok dan berada dalam gangster adalah konsekuensi terhadap dominasi sistem sosial kapitalisme yang menjerat. Lebih jauh lagi, kematian Bruno didasarkan atas keradaannya dalam jebakan-jebakan sosial itu sendiri. Begitu juga pada adegan seorang pelayan perempuan mati ditembak oleh Bruno sesaat sebelum meninggalkan kafe setelah terjadi pembunuhan terhadap seorang gangster dari etnis Turki. Pelayan kafe tersebut merupakan simbolisasi dari entitas individu yang jauh dari relasi konflik dalam sistem sosial dalam konteks Love is Colder Than Death. Profil individu pelayan kafe adalah perempuan cantik yang ramah dan melayani para pembelinya dengan baik. Tokoh pelayan perempuan yang bernama Erika Rohmer dalam film ini merupakan inspirasi dari pelayan perempuan pada karya La Boulangère de Monceau (The Bakery Girl of Monceau) 1963 Eric Rohmer dalam sekuelnya “Contes Moraux” (Six Moral Tale). Pelayan kafe dalam film Eric Rohmer merupakan individu yang harmonis ditengah situasi gonjang ganjing Eropa, itu pun tidak luput dari kematian bagi Fassbinder. Fassbinder mendedikasikan karya Love is Colder Than Death untuk Eric Rohmer yang ditulis pada teks pembuka filem.

Gaya filem gangster yang diambil oleh Fassbinder merupakan pengakuan pada keuniversalan filem-filem Hollywood. Namun baginya, metode film Hollywood hanya menyisakan dampak emosi semata bagi penonton, sehingga nampak terlalu naif. Fassbinder berusaha menciptakan sebanyak kemungkinan refleksi bagi penonton untuk menganalisa. Analisa emosi ini yang seringkali dibawa sebagai jembatan penghubungan terhadap gambar di layar filem.

28

33

Love is Colder Than Death adalah fase awal proses kreatif Fassbinder. Baginya estetika sinema merupakan mode ekspresi yang sangat memperhitungkan konteks sosial penonton yang diterjemahkan dalam seni peran pada layar sinema. Para aktornya berasal dari kelompok Anti-Theater (yang didirikan oleh Fasbinder) dan film Love is Colder Than Death merupakan periode awal Gerakan Sinema Baru Jerman (New German Cinema) dalam menghadapi situasi dominasi sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan ‘spectacle’ Eropa hingga dominasi modal. Eksperimentasi di karya-karya awal yang tertuang dalam Love is Colder Than Death adalah adalah proses pencarian identitas bagi para sutradara muda Jerman di masanya. Ia pun meyakini bahwa karya-karyanya akan direspon banyak penonton di masa yang akan datang.

37

Catatan:
Filem Liebe ist kälter als der Tod (Love Is Colder Than Death) (1969) telah diterjemahkan ke dalam subteks Bahasa Indonesia oleh Forum Lenteng dalam program DVD Untuk Semua.

Recommended Posts

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Start typing and press Enter to search