In Edisi Khusus, Katalog ARKIPEL

Oleh Manshur Zikri

“Jatuhnya Sebuah Rezim”, tulisan Andrie Sasono ini, dimuat pertama kali dalam katalog ARKIPEL International Documentary & Experimental Film Festival 2013 sebagai esai pengantar (esai kuratorial) untuk salah satu Program Kuratorial, berjudul sama dengan esai, di festival tersebut. Pernah dimuat juga di Jurnal Footage pada tanggal 28 November 2013.

Tinjauan Sasono terhadap Videograms of a Revolution (Harun Farocki dan Andrei Ujică, 1992) mendapati relevansinya dengan situasi sekarang, bukan hanya karena getarannya dengan haru biru peristiwa-peristiwa revolusioner kontemporer, ataupun pengingatannya tentang metode dekonstruktif khas Farocki terhadap citra (image)khususnya terkait film tersebut ialah estetika TV—dan kuasa-kuasa atas/melalui citra. Esai kuratorial ini juga menawarkan visi tentang “kesadaran yang mungkin” dan “gelagat-gelagat potensial” warga masyarakat dunia pada masa ketika teknologi gambar bergerak telah melompat jauh melebihi apa-apa yang dapat dimungkinkan oleh TV. Hari ini, dan juga di masa depan, konsep mengenai “keterhubungan”, “jaringan [citra]”, dan “sirkulasi” agaknya kian liar dan menuntut tafsir-tafsir baru. Metode Farocki adalah sebuah tawaran, yang dari sana peluang untuk menjelajahi model-model tawaran lain dalam memahami ontologi dan fungsionalitas citra bisa kita teguhkan dan lanjutkan.

Film yang diajukan oleh Sasono ini juga membawa kita untuk, lagi-lagi, perlu memikirkan pengertian tentang arsip dan kekuasaan, terutama dalam hubungannya dengan posisi dan peran publik (warga biasa/sipil) kontemporer yang tanpa henti secara organik mencari, atau mengembangkan, cara-cara alternatif untuk mengungkapkan narasi dan sejarahnya sendiri. Sebagaimana konsep “arsip” dan “Arsip” (dengan huruf kapital) itu yang juga kian berubah (dan “berubah-ubah”) di era web 2.0, web3, dan AI, agaknya realisasi dari segala bentuk emansipasi (oleh manusia maupun terhadap teknologi) pun, dalam derajat tertentu, tengah menuju (kalau belum memasuki) fase yang “beyond” kemanusiaan. Antisipasi macam apa yang patut dilakukan melalui sinema, dari sinema, untuk sinema, dan oleh sinema?

Meskipun konteks kejadian peristiwa sosial-politiknya telah berlalu, film Farocki dan Ujică ini, seperti yang dijelaskan oleh Sasono, tetap merupakan sebuah karya penting yang telah berupaya menunjukkan bagaimana sejarah bisa menjadi sesuatu yang sinematik. Bukan semata karena sejarah dapat direkam, tetapi Farocki dan Ujică juga menekankan gagasan utama lainnya yang tak terpisah dari hal itu, yaitu “cara [warga] merekam sejarah”. Darinya, kita bisa belajar, atau paling tidak mengimajinasikan, bagaimana merekam hari ini, juga bagaimana menafsir arsip dan Arsip di hari ini.

Jurnal Footage memuat kembali artikel Sasono ini, dengan tanggal baru, setelah melalui sedikit penyuntingan. Penerbitan ulang artikel-artikel yang sudah pernah dimuat di seri katalog ARKIPEL adalah bagian dari Editorial 09: Diskursus Satu Dekade.

Selamat membaca!

Jatuhnya Sebuah Rezim

Pada November 1989, Nicolae Ceauşescu kembali terpilih menjadi presiden Rumania untuk 5 tahun masa kepemimpinan. Dalam pidatonya, dia mencela revolusi yang terjadi di negara-negara komunis lainnya. Ironisnya, beberapa bulan setelahnya, terjadi perlawanan terhadap terpilihnya kembali diktator Rumania itu. Penolakan ini dimulai dari kota Timisoara dan menyebar ke seluruh negeri. Rentetan–rentetan perlawanan ini berujung dengan jatuhnya Rezim Nicolae Ceauşescu.

Pergolakan yang terjadi di Rumania merupakan dampak dari perubahan arus politik di Soviet yang merembet ke aliansi negara–negara Eropa Timur pada tahun 1989. Perubahan arus politik ini, yang paling signifikan, ditandai dengan runtuhnya tembok Berlin. Kekuatan komunis Soviet kehilangan pengaruh pada sekutunya.

Gerakan perlawanan dan protes pada kekuasaan Ceauşescu terekam dengan baik melalui alat–alat rekam masyarakat—kamera video. Rekaman–rekaman ini ada yang dari seorang pria yang sedang menonton TV di kamar hotelnya sementara dia sedang menonton berita yang menyiarkan pergerakan yang dilakukan oleh masyarakat Rumania di jalanan. Ada juga adegan langsung sekumpulan rakyat sipil yang sedang melempari batu ke arah para tentara sementara sebagian lainnya hanya ingin masuk ke dalam stasiun kereta. Hingga rekaman peristiwa ketika stasiun TV lokal dimasuki orang–orang yang ingin menduduki dan mengambil alih stasiun TV lokal itu. Peristiwa ini sampai membuat salah satu orang mengalami luka parah di kepala.

Cuplikan film "Videograms of a Revolution" (1992) karya Harun Farocki dan Andrei Ujică. (Sumber: tangkapan layar).

Semua rekaman–rekaman inilah yang digunakan oleh Harun Farocki dan Andrei Ujică untuk membangun film Videograms of a Revolution (1992). Dengan rekaman-rekaman yang dikumpulkan dari berbagai sumber, disusun potongan demi potongan, dari satu kamera ke kamera yang lain. Dua sutradara ini, secara sadar memandang rekaman sebagai realita. Rekaman itu juga dapat dicampur, dibentuk kembali, dan dimanipulasi. Menurut Ujică dalam salah satu wawancara di media online, rekaman–rekaman yang pada dasarnya hanya inisiatif dari warga sipil yang ingin mendokumentasikan peristiwa dan sekadar menjadi dokumentasi pribadi. Peristiwa yang sedang berlangsung tertangkap dan terekam oleh mata kamera dan hasilnya adalah video yang membingkai peristiwa tersebut. Isi dari rekaman–rekaman ini menyuguhkan perspektif dari sang perekam, yaitu warga sipil dalam melihat peristiwa historik yang sedang terjadi. Peristiwa historik yang terjadi tentu imbasnya terasa oleh masyarakat Rumania, efek–efek yang timbul ini memicu bermacam bentuk reaksi dari masyarakat Rumania. Dengan hadirnya kamera video, warga sipil dimungkinkan untuk merekam peristiwa yang sedang berlangsung dengan mobilitas tinggi yang ditawarkan kamera video. Rekaman–rekaman yang dihasilkan oleh warga sipil ini pun kemudian menjadi sebuah arsip. Peristiwa yang terekam dalam kamera video itulah yang kemudian dikumpulkan oleh Farocki dan Ujică untuk diolah kembali, dirangkai sedemikian rupa untuk membentuk realitas baru yang mereka hadirkan dalam satu bentuk film.

Lewat Videograms, Farocki dan Ujică menunjukkan bagaimana representasi media akan sebuah revolusi yang sedang terjadi, disajikan dari berbagai perspektif, kita bisa melihat revolusi yang terjadi dari banyak sisi.

Sinema berarti persepsi yang timbul dari koneksi antara waktu dan ruang. Dalam Videograms, ditampilkan representasi media bisa membangun persepsi. Farocki dan Ujică mengkoneksikan waktu dan ruang dari setiap rekaman yang ada hingga menjadi satu narasi linear yang utuh. Dalam film ini, kita seperti dibawa mengikuti proses terjadinya revolusi dari satu kamera ke kamera lain, seakan berasal dari satu reel film yang sama. Ujică sebelumnya menulis buku berjudul Television/Revolution: The Ultimatum of The Images – Romania in December 1989 yang menarik perhatian Farocki untuk membuat film tentang peristiwa runtuhnya Rezim Nicolae Ceauşescu. Buku ini berisikan dialog–dialog antara Ujică dan seorang intelektual Rumania serta dua orang temannya yang berasal dari Timisoara dan Bukares yang menyaksikan peristiwa yang terjadi baik secara langsung dan dari TV. Tetapi Ujică tidak mau membuat film tentang buku ini, dia memilih membuat film tentang hal yang lebih menarik dan tidak terdapat di bukunya. Dan terciptalah Videograms of a Revolution.

Cuplikan film "Videograms of a Revolution" (1992) karya Harun Farocki dan Andrei Ujică. (Sumber: tangkapan layar).
Cuplikan film "Videograms of a Revolution" (1992) karya Harun Farocki dan Andrei Ujică. (Sumber: tangkapan layar).
Cuplikan film "Videograms of a Revolution" (1992) karya Harun Farocki dan Andrei Ujică. (Sumber: tangkapan layar).

Dalam Videograms, kita diajak untuk mengikuti proses kejadian kudeta kekuasaan yang dilakukan oleh rakyat Rumania dari kekuasaan Rezim Nicolae Ceauşescu. Film dibuka dengan kejadian yang pelik, yaitu seorang wanita yang terluka parah meminta kepada reporter TV yang kebetulan sedang berada di rumah sakit untuk merekam pesannya. Pesan tersebut berisi harapannya untuk ikut turun bersama masyarakat dan menjadi bagian dari kejadian bersejarah yang akan terjadi. Wanita itu sedang kesakitan tapi dia masih punya harapan yang kuat akan masa depan negaranya. Di sini suara wanita ini menjadi narasi besar dari film ini dan juga mewakili suara rakyat Rumania yang menginginkan masa depan yang lebih baik.

Kita diajak berpindah dari rumah sakit ke halaman gedung komite di mana Nicolae Ceauşescu didampingi Elena, istrinya, sedang berorasi di depan seluruh rakyat Rumania yang memenuhi halaman gedung komite. Di sini Farocki dan Ujică mengajak kita menyaksikan peristiwa dari kamera televisi yang sedang merekam, dan narator memberitahu kita bahwa kamera sedang merekam secara langsung.

Ketika Nicolae Ceauşescu sedang berpidato, tiba–tiba dia mendadak diam karena suasana di halaman menjadi riuh. Kamera ikut terganggu dan siaran langsung dari kamera TV pun mati. Di TV hanya terlihat layar merah. Sebenarnya kamera masih merekam tapi para juru kamera mengarahkan kamera ke atas menghadap langit, seperti mereka telah diinstruksikan untuk melaksanakannya apabila terjadi hal–hal yang tak terduga. Selama itu kamera masih merekam menghadap ke langit dan suara riuh masih terdengar. Nicolae Ceauşescu meminta mereka diam tapi rakyat Rumania sudah tidak perduli lagi. Mereka terus membuat suara–suara yang riuh.

Kamera kembali menyiarkan secara langsung, tapi tidak ada suara yang terdengar. Nicolae Ceauşescu melanjutkan pidatonya dan suara kembali terdengar. Narator membawa kita kembali ke peristiwa yang sebenarnya terjadi ketika siaran langsung terganggu. Di sini, Farocki dan Ujică menunjukkan kepada kita mana sejarah yang ditampilkan oleh televisi dan mana sejarah sebenarnya yang terjadi di lapangan melalui kamera yang berbeda, bukan kamera televisi resmi yang siarannya ditayangkan di seluruh negeri.

Dua sisi representasi inilah yang terus digali oleh Farocki dan Ujică dalam film Videograms of a Revolution. Juga ada dua tempat yang menjadi pusat terjadinya peristiwa jatuhnya rezim ini, yaitu di halaman gedung komite tempat Nicolae Ceauşescu dan stasiun televisi yang direbut oleh rakyat.

Dari kedua tempat itu peristiwa berkembang seiring kamera yang berpindah–pindah dari kamera sipil ke kamera TV. Kamera menjadi mata, dan mata yang dimaksud di sini mencakup dua sisi. Kamera massa atau sipil, dan kamera televisi. Kedua sisi tersebut mewakili representasi yang berbeda. Tetapi Farocki dan Ujică memadukan footage–footage ini. Terlihat seperti ingin menunjukkan kontrasnya, tetapi tidak sekadar itu. Footage–footage ini juga saling membangun satu sama lain.

Ketika helikopter yang ingin dinaiki oleh Nicolae Ceauşescu berusaha digagalterbangkan oleh rakyat, kita bisa lihat Farocki dan Ujică menyuguhkannya dari berbagai sudut dan jarak kamera. Hal ini hanya bisa dilakukan dengan menggunakan konsep estetika seperti ini, yang memungkinkan pembuatnya untuk mengikuti peristiwa yang terjadi dengan sangat detail. Detail–detail yang belum tentu bisa ditunjukkan bila menggunakan satu kamera.

Cuplikan film "Videograms of a Revolution" (1992) karya Harun Farocki dan Andrei Ujică. (Sumber: tangkapan layar).
Cuplikan film "Videograms of a Revolution" (1992) karya Harun Farocki dan Andrei Ujică. (Sumber: tangkapan layar).

Subjektivitas berusaha dihilangkan oleh Farocki dan Ujică. Memungkinkan, karena footage–footage ini digabungkan dalam satu sekuens sehingga melebur menjadi satu bentuk utuh. Farocki dan Ujică berusaha menampilkan bagaimana sejarah itu bisa menjadi sesuatu yang filmis, tapi hanya dengan kemampuan kamera video yang merekam dengan durasi yang lebih panjang dan mobilisasinya yang tinggi, memberikan tawaran kepada kita bagaimana cara untuk merekam atau memfilmkan sejarah secara utuh.

Ketika hanya ada satu kamera yang mendapat akses sampai ke saat–saat terakhir dari Nicolae Ceauşescu dan istrinya dieksekusi, semua orang duduk di depan TV dengan kamera masing–masing. Mereka berusaha merekam. Revolusi akan menjadi kenyataan dengan hukuman mati yang akan dilaksanakan, dan kamera seperti mewakili mata para rakyat Rumania yang ingin melihat dan merekam peristiwa itu. Dalam narasi di sekuen terakhir, narator berucap, “Film itu mungkin karena sejarah ada”. Film ada untuk merepresentasikan sejarah dan menampilkan kondisi yang terjadi saat ini. *

Recommended Posts

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Start typing and press Enter to search