In Artikel

Jean Genet, melalui esai singkatnya berjudul Quatre heures à Chatila (Empat Jam di Shatila) yang terbit di Revue d’études palestiniennes pada 1 Januari, 1983, menuliskan pengalaman mata saat dirinya pertama kali memasuki Shatila, tempat penampungan pengungsi dari Palestina yang diserang oleh kelompok milisi Kristen Konservatif Phalange dan didukung oleh militer Israel tanggal 16 hingga 18 September, 1982. Melalui artikel itu, Jean Genet menggambarkan pengalamannya di Shatila setelah terjadinya pembantaian dan menyaksikan para pengungsi dari segala umur yang mati tergeletak. Dia juga menuliskan renungan tentang begitu terbatasnya medium informasi visual (misalnya, fotografi) untuk menggambarkan horornya pembantaian Shatila: “A photograph doesn’t show the flies nor the thick white smell of death.”[1].

Pembantaian Shatila, atau juga biasa disebut dengan Pembantaian Sabra dan Shatila, adalah satu dari sekian banyak kejadian dalam Perang Saudara Libanon yang terjadi dari tahun 1975 hingga 1990. Tiap peperangan menyimpan ingatan yang mengendap dalam diri orang-orang yang pernah mengalami peperangan tersebut. Ingatan akan perang inilah tajuk utama dalam filem Trêve (2016) karya Myriam El Hajj, sebuah filem yang berhasil memenangkan Jury Award dalam ARKIPEL social/kapital, 2016.

treve-en-sub14-06-50

Trêve mengikuti kisah seseorang yang bernama Riad. Tidak banyak informasi tentang siapakah Riad ini pada awal filem, kecuali dia adalah paman dari Myriam, si pembuat filem ini. Tidak ada teks pendukung, ataupun monolog pada latar, yang menjelaskan siapakah Riad. Di adegan awal, kita melihat Riad keluar dari pabrik amunisi, yang sepertinya memproduksi peluru untuk senjata api jenis shotgun karena peluru-pelurunya berkaliber besar dan di dalamnya berisi banyak pellet. Bidikan kamera lalu berganti hingga Riad membuka toko miliknya: toko senjata api. Mendengarkan percakapan Riad dan pelanggannya di toko tersebut, kita bisa berkesimpulan bahwa Riad adalah orang yang sangat memahami dunia persenjataan. Tidak lama berselang, kamera memperlihatkan Riad sedang berburu burung bersama kawan-kawannya di sebuah padang, dan diikuti oleh pembicaraan santai bersama tiga orang kawannya yang terlihat sebaya. Pembicaraan ini tidak jauh dari pertandingan sepakbola dan rekoleksi pengalaman semasa mereka muda, dan dari pembicaraan tersebut, kita mengetahui bahwa Riad pada masa mudanya tergabung dalam milisi Phalange yang terlibat langsung dalam Perang Saudara Libanon.

Myriam menyusuri sejarah hidup Riad, selain untuk mendapatkan sejarah diri tentang Riad dan keluarganya, juga untuk mendapatkan informasi langsung dari pelaku sejarah itu sendiri. Penelusuran itu, selain dengan metode wawancara, juga menggunakan observasi terhadap benda-benda yang sepertinya sudah menjadi bagian dalam diri Riad, yaitu senjata api. Dalam metode wawancara sendiri, Myriam tidak melulu bertanya tentang politik dan perang. Mula-mula Myriam akan menanyakan pengalaman pribadi Riad, seperti saat dirinya akan menikah yang tidak direstui oleh ayahnya. Setelah bercerita tentang pengalaman diri, Myriam perlahan menanyakan pengalaman pamannya saat masih aktif sebagai milisi Phalange. Ada beberapa pengakuan yang diungkap dan cukup mencengangkan, seperti saat Riad bercerita saat dia bertempur melawan pasukan simpatisan Palestina yang sudah mengibarkan bendera putih tanda menyerah. Riad dan kawannya tidak peduli dengan tanda bendera tersebut dan tetap menyerang habis lawannya hingga terkapar mati. Setelah bercerita saat dirinya masih aktif di milisi Phalange, Riad akan menceritakan kembali pengalaman hidupnya yang tidak ada kaitannya dengan Perang Saudara Libanon, terkadang diselingi oleh senandung untuk menggoda keponakannya. Kesemua cerita ini, dengan dihadirkan bergantian, membuat filem yang sangat mungkin bertensi tinggi ini menjadi jauh lebih tenang dan intim.

treve-en-sub14-09-18

Ada banyak interupsi dalam Trêve, baik itu disengaja maupun tidak, namun tetap dihadirkan oleh Myriam. Interupsi pertama adalah ketika percakapan Riad dengan teman-temannya dipotong oleh mati listrik. Interupsi berikutnya, dan menurut saya adalah rangkaian adegan yang paling menarik dalam Trêve, adalah saat wawancara bersama antara Riad dan kakaknya yang juga adalah ayah dari Myriam di toko senjata Riad. Apa yang dibicarakan saat itu adalah pokok dari pembantaian di Sabra dan Shatila. Riad memberi penjelasan tentang penyerangan di Sabra dan Shatila, lalu diinterupsi berulang kali oleh si kakak dengan gestur kecil menggunakan tangan ke badan Riad, mengingatkan adiknya agar berhati-hati untuk bicara. Gestur ini diabaikan oleh Riad, “Kenapa kamu colek-colek? Aku tidak peduli!”

Saat kondisi wawancara semakin memanas, dan wajah dari ayahnya Myriam mengesankan ketidaknyamanan atas topik pembicaraan ini, datang seorang pembeli yang menyela percakapan karena ingin mengganti peluru yang menurutnya terlalu kuat, untuk ditukarkan dengan peluru yang lebih ringan recoil-nya. Lalu pembicaraan dimulai kembali dan wajah ayah Myriam semakin tidak nyaman dengan topik perdebatan ini. Dia keluar dari frame kamera untuk menelpon anggota kru filem, lalu berkata, “Hentikan pembicaraan tentang peristiwa itu karena filem ini akan diputar di luar negeri!”

Gambar lalu berubah hitam, dan kembali dilanjutkan beberapa detik kemudian dengan topik pembicaraan lain, seperti kisah saat Myriam lahir, saat mereka masih kecil, dan kisah-kisah jenaka lainnya; masih di tempat yang sama saat pembicaraan awal. Ada keterhubungan yang ajaib, bila tidak ingin dibilang magis, dari susunan interupsi di adegan-adegan ini, antara pembeli peluru yang ingin menukar amunisi yang dirasanya terlalu kuat untuk ditembak, dengan ketidaknyamanan ayah Myriam kepada topik pembicaraan yang menurutnya terlalu panas untuk diungkap, dan interupsi tersebut terjadi dalam waktu berurutan.

Dalam banyak filem dokumenter ‘radikal’—dalam artian dokumenter yang dengan berani membongkar tradisi artistik yang sudah baku dan banyak digunakan—seperti contohnya, Symbiopsychotaxiplasm (William Greaves, 1968), Milestones (Robert Kramer, 1975) dan Extreme Private Eros: Love Song 1974 (Kazuo Hara, 1975), mereka mengeksplorasi bahasa sinema yang berbeda dan dirasa sejalan dengan pilihan politik pembuat filemnya. Untuk membongkar selubung ilusi antara sinema dan realita di Amerika pada tahun 60’an, William Greaves memasukan adegan brainstorming yang penuh dengan perdebatan sengit antara kru filem dengan si pembuat filemnya, demikian juga Robert Kramer yang tanpa lelah mengikuti secara acak bermacam orang-orang yang dulunya pernah berkegiatan sebagai aktivis politik selama bertahun-tahun, dan Kazuo Hara yang membebaskan tokoh dalam filemnya, yaitu seorang aktivis perempuan di Jepang untuk mengungkap bagian paling personal sehingga pilihan artistik mengikuti keberpihakan politik si pembuat filem dan apa yang difilemkan. Maka, dalam proses eksplorasi tersebut, mereka menciptakan bentuk lain dalam bahasa dokumenter.

Dalam Trêve, Myriam menggunakan cara-cara dokumenter yang bisa dibilang ortodoks, mengikuti kaidah pembuatan dokumenter tradisional. Kamera diletakkan diam dengan bidikan medium close-up mengarah ke narasumber saat adegan wawancara, dengan penanya berada di belakang kamera. Awalnya saya agak menyesalkan cara Myriam ini, karena dirasa Myriam terlalu bermain ‘aman’, tidak begitu berani untuk mengeksprolasi bentuk baru dalam bahasa dokumenter sehingga tidak setimbang dengan tema filem ini sendiri. Namun ternyata, ada alasan yang cukup kuat mengenai pilihan estetik gambar yang dipilihnya. Tokoh utama dalam Trêve adalah Riad, seorang konservatif sayap kanan, yang bangga dengan ideologi yang dipercayainya yang bahkan diakui sendiri lewat pernyataannya: “Tentu saja saya konservatif, karena semua orang Kristen adalah sayap kanan!”, saat dikonfirmasi ideologi politiknya dan langsung dikonfrontasi oleh Myriam dengan pernyataan: “Saya seorang komunis, saya mendukung penuh pergerakan pembebasan Palestina.” Percakapan ini adalah salah satu bagian penting dalam melacak pilihan bahasa yang digunakan Myriam di Trêve. Myriam menggunakan bahasa filem yang konservatif karena itulah pilihan tepat dalam memfilemkan pamannya, Riad, yang memiliki ideologi politik yang berseberangan dengannya; seorang konservatif yang difilemkan secara konservatif juga. Cara ini juga upaya untuk menghormati pamannya, yang walaupun melakukan serangkaian kejahatan perang pada masa muda, namun tetap saja tidak memudarkan hubungan antara paman dan keponakan. Dengan memahami hubungan antara Myriam dan Riad ini, kita bisa melihat dari sudut lain pada saat Myriam mencoba menembak dengan senapan, sesuatu yang diakuinya sebagai tindakan yang tidak pernah dilakukannya. Senjata api, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, berhubungan erat dengan sejarah diri Riad. Saat Myriam mencoba menggunakan senjata api itu dan adegan tersebut diperlihatkan di dalam frame, maka bisa diartikan bahwa Myriam sendiri mencoba untuk mengerti pilihan politik pamannya. Namun, percobaan Myriam dengan senjata api tidak berjalan mulus. Di akhir adegan tersebut, badan Myriam terpental beberapa langkah.

treve-en-sub14-04-35

Tim juri pada ARKIPEL 2016 mencatat filem ini sebagai filem yang mampu membingkai dan menyertakan sudut pandang pribadi dalam sebuah luka sejarah yang tersembunyi rapi di dalam diri dan saudara-saudara kita. Salah satu sudut pandang diri dalam Trêve adalah, selain ungkapan konfrontatif yang dilakukan oleh Myriam ketika dirinya tidak setuju dengan pernyataan Riad, juga cara Myriam yang mampu membingkai Riad bukan sebagai seorang maniak haus darah, tetapi sebagai seorang paman yang memang kebetulan berideologi berseberangan dan pernah terlibat dalam perang saudara Libanon. Tindakan mengambil nyawa, seberapa pun kerasnya usaha untuk menyembunyikan dan melupakannya, akan selalu berbekas, seperti yang dikatakan Riad, “Jika kamu mengingat (wajah-wajah yang dibunuh) itu, kamu tidak akan bisa tidur… kamu akan terus mengingat wajah yang kamu bunuh tepat di depan mukamu.”

[divider scroll_text=””]

 

[1] Jean Genet “Quatre heures à Chatila http://www.palestine-studies.org/jps/fulltext/38796

 

Recommended Posts

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Start typing and press Enter to search