In Artikel

Pencopet_Robert Bresson 04

Awal kelahiran medium filem adalah usaha-usaha dan pergulatan untuk menjadikan dirinya sebuah bidang seni mandiri di hadapan bidang seni lain. Frasa ‘teater yang direkam’, merupakan satu di antara istilah yang banyak dituduhkan diawal kelahiran medium filem, sampai kemudian kelahiran montase sebagai satu di antara tanggapan-tanggapan dari medium filem, sebagai usaha menuju kemandirian bahasanya (sinematografi). Sampai periode 1960an, pergulatan-pergulatan sinema dengan teater masih menjadi bahan refleksi penting dalam perkembangan khasanah bahasa sinema. Robert Bresson, merupakan satu di antara salah seorang sutradara asal Perancis yang cukup intens memperbincangkan distingsi antara teater dan sinema. Satu di antara produk estetis yang cukup penting dari sutradara yang mempelopori ‘kepengarangan’ (authorship) dalam sinema Perancis ini adalah mengganti konsepsi keaktoran dalam filem sebagai pengaruh teater, digantikan oleh konsep ‘model’ sebagai pemaknaan para pemain dalam filem sebagai bagian dari bahasa sinema secara mandiri.

Menurut Robert Bresson dalam diktumnya yang terkenal yakni, “Ada dua jenis filem: filem yang mendayagunakan sumber daya teater (aktor, penyutradaraan, dll.) dan menggunakan kamera untuk merepoduksi; serta filem yang menggunakan sumber daya sinematografi dan menggunakan kamera untuk mencipta”[1], merupakan rumusan-rumusan dalam kediasanaan konteks pergulatan estetis sinema dengan bidang seni teater. Pengertian reproduksi itu sendiri berangkat dari kecendrungan fotografis dari medium kamera pada filem hanya sekedar memiliki fungsi dokumentatif dalam merekam teater. Sedangkan pengertian mencipta adalah bagaimana sinematografi memiliki kodrat yang mandiri sebagai bahasa terkait dengan penggunaan aktor-aktornya. Yang bagi Bresson, konsepsi aktor dalam sinematografi adalah kodrat yang mandiri, yang lepas dari pengaruh-pengaruh teater. Refleksi ini menunjukkan bahwa sinema justru semakin dewasa dan menemukan kodratnya yang mandiri sebagai perkembangan estetis ketika dihadapkan pada medium di luar dirinya. Dan satu di antara penggunaan-penggunaan konsep ‘model’ dalam karya Bresson adalah filem “Pencopet” (Pickpocket, 1959) yang tidak menggunakan dramatisasi aktor dalam penggambaran tokoh dan peristiwa.

Pencopet_Robert Bresson 02

Filem “Pencopet” sendiri berkisah tentang seorang anak muda bernama Michel, yang berada pada sudut moral yang berbeda dalam tatanan masyarakat yang berlaku. Ia berprofesi sebagai seorang pencopet, sampai suatu ketika Ia pun sempat tertangkap oleh sekelompok polisi, namun ia tidak terbukti bersalah. Keyakinan Michel sebagai profesi pencopet tidak berhenti, sampai kemudian ia pun tertangkap basah dan mengalami hukuman. Dan di penghukumannya tersebut ia akhirnya menemukan jalan baru hidupnya, dimana hatinya dipertemukan oleh seorang wanita bernama Jeanne yang telah lama memantinya. Kisah Michel tersebut adalah semacam pilihan-pilihan moral dari seorang anak muda yang dihadapi oleh sebuah tatanan sosial masyarakat. Namun tokoh Michel sendiri adalah semacam pra-teks, selain Bresson sendiri dalam filem “Pencopet” ini adalah berangkat dari naskah asli, sehingga gambaran dan metafora-metafora yang tema dan tokoh yang berlangsung banyak dihasilkan dari tuntutan kisah itu sendiri. Karakter tokohnya seakan tidak diselsai secara teks, namun karakter tersebut berjalan seiring dengan penggunaan bahasa sinematografi. Dalam pandangan Bresson, sinematografi semacam penulisan baru, yang disaat bersamaan menjadi sebuah metode penemuan[2].

Mengganti Ekspresi Aktor dengan ‘Model’.

Bresson hampir selalu berganti aktor pada masing-masing karyanya. Dan hampir kesemua aktor Bresson adalah para pemain non-profesional sebagai kebutuhan dalam mengisi peran ada karya-karyanya. Tokoh Michel pada filem “Pencopet” diperankan oleh Martin La Salle adalah muka baru di dunia filem, dan pada filem Bresson inilah ia pertama kali bermain peran sebagai aktor. Demikian pula halnya dengan tokoh Jeanne yang diperankan oleh Marika Green yang juga memerankan pertama kalinya sebagai aktor dalam filem “Pencopet” ini, serta tokoh inspektur kepolisian yang diperankan oleh Jean Pélégri yang notabene adalah seorang penulis dan profesor di bidang sastra. Dalam konsepsi aktor menurut sinema Bresson disebuat ‘model’. Berangkat dari konsepsinya tentang ‘model’ inilah sebagai usaha-usaha nya untuk merumuskan sendiri secara mandiri pengertian aktor dalam sinemanya .

Pencopet_Robert Bresson 06

Bresson menganggap bahwa “model” adalah esensi murninya dari suatu tokoh. Konsekuensi dari gagasan ‘model’ dalam kerangka pemikiran Bresson ini adalah pembatasan ekspresi aktor dalam menguraikan dan menggambarkan peristiwa untuk mengungkapkan esensinya. Pada filem “Pencopet”, gambaram tokoh Michel adalah tanpa melalui pengungkapan dan pemilahan dari detail-detail karakter tokoh tersebut. Cara menjelaskan Bresson tokohnya dalam filem ini adalah dengan memberikan gambaran luar (exterior) untuk mendapatkan ruang ‘dalam’ (interior). Hal ini juga ditambah dengan adanya penggunaan diegesis pada beberapa narasi gambar yang berasal dari tokoh Michel sendiri. Bresson menganggap bahwa aktor bergerak dari hal-hal yang interior untuk mencapai sebuah eksterior, sedangkan dalam konsep ‘model’ Bresson adalah mendorong hal-hal yang eksterior untuk mengungkapkan perihal interior. Yang sedang digagas oleh Bresson dalam proyek sinemanya adalah sebuah usaha untuk menyingkap apa yang tersembunyi, ketimbang apa yang nampak pada aktor. Sehingga yang ia butuhkan adalah sebuah ‘model’ yang diperankan oleh para pemain dalam filemnya untuk mendapatkan hal yang interior. Dari dimensi inilah kemudian Bresson bergerak dalam memaknai pengertian-pengertian peristiwa, dimana pengertian aktor adalah sesuatu yang imitatif dan bersifat penampakan (appereance), sementara kerangka ‘model’ dalam sinema Bresson adalah sesuatu yang bersifat ‘kemenjadian’ (being).

Pengertian ‘model’ dalam gagasan Bresson pada dasarnya adalah usaha menolak pengertian representasi dalam gambar filem. Pengertian representasi dalam pandangan Bresson berangkat dari pengertian mimesis yang dikaitkan pada image-image pada filem. Setidaknya, ada sebuah hambatan besar bagi sinematografi berkaitan dengan permasalahan mimesis, yakni ketika image dihubungankan dengan kodrat fotografi dari image filem pada dirinya sendiri. Dalam kerang fotografi, image pada dasarnya sudah objektif sebelum kehadiran kamera, sehingga fungsi kamera hanya pada derajat kedua dari representasi. Dalam kerangka ini maka permainan aktor dalam sinema menjadi mustahil karena fungsi kamera hanya mereproduksi permainan aktor yang secara objektif adalah semacam ‘teater yang difilemkan. Pengertian ‘model’ dalam kerangka pemain pada sinema Bresson, juga berangkat dari pemahaman bahwa aktor dalam sebuah filem pada dasarnya sudah mengalami distorsi karena pengelihatan aktor yang sedang akting oleh penonton sudah termediumkan dalam kamera. Pengertian eksistensi aktor dalam kerangka kamera ini tentu memiliki makna yang berbeda dalam pemaknaan aktor dalam sinema dan aktor dalam teater. Dalam kerangka sinema melalui pengelihatan kamera, semacam ada sebuah surplus terhadap realitas yang direkam, dimana ada kodrat medium yang mempengaruhi realitas yang dihadirkan secara filemis. Usaha-usaha Bresson membawa sinema menjadi suatu kodrat tersendiri dari teater bisa kita lihat dari adanya kehadiran kamera yang mereproduksi realitas aktor, namun di saat bersamaan pengelihatan kamera juga menjadikan aktor sebagai manusia sedang mengalami kemenjadian.

Pencopet_Robert Bresson 03

Pengertian merekam melalui kamera dalam kerangka sinema Bresson, berusaha lepas dari frasa ‘teater yang difilemkan’. Dalam konteks ini, pengertian kamera menjadi semacam kaidah fotografi yang bersifat duplikat (copy) dari sebuah objek. Sifat duplikat dari fotografi ini tentu mengandaikan sebuah realitas yang ‘terkikis’ dibandingkan objek yang direpresentasikannya. Objek itu sendiri sebenarnya sudah bersifat representatif, apalagi jika objek nya adalah aktor yang sedang berakting, sehingga dalam hal ini kaidah fotografis hanya bisa bersifat dokumentatif, yakni semacam representasi atas representasi dari realitas. Hal ini menjadikan ‘teater yang difilemkan’ adalah semacam dokumentasi dari sebuah karya seni, yang sebenarnya tidak bisa disandingkan pada dirinya sendiri menjadi karya seni.

Akting seorang aktor itu sendiri pada dasarnya sudah menjadi seni, sehingga fungsi kamera ketika merekam sebuah akting tidak memiliki peran apapun selain sebgau dokumen dari sebuah seni itu sendiri. Dalam konteks ini, sinematografi berusaha mengolah bahan bakunya dari alam, sementara akting itu sendiri adalah sebuah seni, yang dalam hal ini menempatkan akting dalam sinema hanyalah menjadikannya sebuah dokumentasi dari seni akting. Kamera dalam konteks akting seorang aktor adalah penambahan yang bersifat dokumenteris semata. Usaha-usaha lepas dari ‘teater yang direkam’ oleh Bresson ini pada dasarnya berangkat dari refleksinya terhadap kodrat medium kamera yang memiliki kecendrungan tersendiri dalam memandang pemain dalam sebuah peristiwa filemis. Sinema adalah seni pengelolaan image dan suara dalam tatanan tertentu, dimana hubungan di antara keduanya adalah sebuah representasi fiksional yang dihasilkan oleh filem. Menurut Bresson, “Sinematografi adalah sebuah penulisan image dalam pergerakan dan dengan suara”[3]. Dengan demikian, sinematografi bagi Bresson bukanlah sebuah peniruan, ia merupakan sebuah perangkaian terhadap berbagai potongan dari realitas yang ditangkap. Konteks ini membawa pengertian realisme dalam sinematografi menjadi berbeda dengan realisme dalam bidang seni yang lain, seperti hal nya pelukis atau pematung yang menangkap objek sebagai sebuah peniruan.

Penggambaran tokoh Michel dalam filem “Pencopet” seakan tanpa ekspresi teateris. Semua dijelaskan secara image dalam kerangka model yang menjadikannya semacam penggambaran secara fiksional. Hal ini menjadikan karakter Michel seakan tokoh yang diabstraksikan melalui penggambaran fiksional. Realisme Bresson dalam filem “Pencopet” bukanlah pada pengertian mimesis dari realitas keseharian. Namun yang diambil oleh Bresson adalah semacam abstraksi dari seorang tokoh dan peristiwa, sehingga yang ia konstruksi adalah keserupaan dalam substansinya dan bukan keserupaan pada objek. Adegan-adegan peristiwa yang berlangsung dalam filem Pencopet, beserta penggambaran tokohnya seakan menghadirkan sebuah image permukaan yang menjadikannya penggambaran secara abstraksi. Pandangan realisme inilah yang kemudiaan bagi Bresson sendiri berusaha menghindari sifat reproduksi fotografis dari kamera yang cendrung dokumentatif yang mereproduksi objeknya. Model bagi Bresson adalah esensi murnianya[4] dari gambaran tokoh, sedemikian hingga Bresson pada dasarnya menghindari pengertian aktor yang mengekspresikan dari dalam dirinya untuk mendapatkan detail-detail karakter dari penggambaran tokoh melalui proses dramatisasi untuk mendapatkan gambaran eksterior atau peniruaan terhadap realitas. Yang ingin dicapai oleh Bresson disini adalah sebuah pengungkapan esensi dari tokoh melalui konsep model tersebut, dimana penggambaran eksterior atau abstraksi dari tokoh dan peristiwa untuk mendapatkan esensi dari nya.

Pencopet_Robert Bresson 07

Kejahatan dalam Mata Estetis

Pada awal pembukaan filem “Pencopet” tertera bahwa pada dasarnya filem ini bukan bergaya thriller, namun lebih pada ekspresi seorang pengarang (author) terhadap pergulatan seorang pemuda pada sebuah jalan asing baginya. Terkait dengan pergulatan kemanusiaan dalam kisah Michel sebagai seorang pencopet tersebut, adalah daya tarik dari karya Bresson ini ketika bagaimana ia membidik (shot) adegan-adegan pencopetan yang diurai dalam ‘mata’ yang manusiawi, atau mengurai peristiwa kejahatan sebagai sesuatu yang metaforis. Dalam hal ini, Bresson mengurai adegan-adegan pencopetan secara sinematografis, sehingga apa yang kita saksikan bukanlah ketegangan ‘action’ yang bersifat dramatis seperti halnya pada karya-karya filem thriller pada umumnya. Aksi pencopetan yang dilakukan oleh Michel menjadi tatanan gambar yang mandiri lepas dari konteks kebersituasian, seakan sedang membeberkan secara horisontal dalam uraian bidikan-bidikan sedang (medium shot) peristiwa kejahatan.

Seperti diperlihatkan pada adegan di sebuah stasiun kereta pada filem “Pencopet” ini, adegan sebuah pengambilan dompet dan tas, melalui sebuah teknik pencopetan dalam sebuah kerja sama tim dalam sebuah kelompok pencuri, uraian gambar seakan menunjukkan sebuah sisipan dari tindakan kerja sekelompok pencopet, ditengah peristiwa-peristiwa yang berlangsung di stasiun. Di tengah-tengah lalu lalang orang-orang beserta antrian tiket di stasiun, menyisipkan sebuah peristiwa tindak kejahatan yang tidak disadari oleh para korban, seakan kejahatan dari tindakan mencopet berlangsung dalam sebuah sisipan di dalam realisme yang berlangsung di stasiun. Modus-modus teknik pencopetan menjadi bagian dari gaya sinema Bresson yang mengurai perpindahan benda yang dicopet sebagai juktaposisi yang metaforis secara gambar dalam menggambarkan kejahatan dalam kerangka yang sangat teknis. Penggambaran pencopetan secara juktaposisi gambar dalam adegan pencopetan Bresson dalam filem ini, seakan menggambarkan kejahatan secara obyektif yang tidak bisa kita saksikan secara kasat mana dalam kenyataan keseharian peristiwa kejahatan.

Dalam adegan-adegan peristiwa pencopetan, Bresson telah mendekonstruksi persepsi tentang kejahatan yang selama ini ada dalam medium media massa pada umumnya. Bresson seakan tidak membuat dramatisasi terhadap ‘action’ dalam mengadegankan peristiwa kejahatan, namun ia mengurangi peristiwa sebagai sesuatu yang horisontal melalui penyingkapan-penyingkapan teknis pencopetan dalam juktaposisi gambar. Tendensi-tendensi adegan pencopetan oleh Bresson pada filem “Pencopet” ini seakan tidak ada pretensi moral sama sekali, karena semua diurai dalam sekuen-sekuen gambar yang sangat metaforis serta abstraksi dari peristiwa kejahatan yang sedang ia gambarkan. Hal ini menjadikan penggambaran adegan kejahatan bukan sebuah ketegangan dramatis, tapi sebuah penggambaran yang secara bentuk (form)melalui kemampuan bahasa sinematografi dalam mengurai gambar dari peristiwa tersebut. Mungkin hanya bahasa sinematografislah yang memungkinkan adegan pencopetan sebagai perihal yang estetis dan bukan perihal moral.

Pencopet_Robert Bresson 05

Dalam pandangan mata mekanik Dziga Vertov, kamera memiliki kemampuan untuk membuka selubung magis dari gerak dan peristiwa yang berlangsung di dalam realitas. Kerangka sinematografi Bresson sendiri adalah sesuatu yang berkaitan dengan image yang bertransformasi pada image lainnya. Dalam hal ini seni adalah perihal mentransformasi sesuatu, yakni dari satu image ke image lain untuk mendapatkan abstraksi dari realitas. Adegan-adegan pencopetan dalam kacamata sinematografi Bresson adalah bukanlah perihal penggambaran kejahatan, namun sebuah penulisan baru tentang peristiwa kejahatan. Dalam kecendrungan filem secara umum, adegan kejahatan diperlihatkan melalui kemampuan aktor dalam memainkan gestur dan peran dari adegan kejahatan tersebut. Namun bagi Bresson, akting dan gestur hanya bisa mendapatkan substansinya dalam panggung dan bukan pada sinematografi. Sekuen-sekuen peristiwa pencopetan oleh Bresson adalah semacam model dari peristiwa kejahatan, dimana ia mengajak para penontonnya untuk merasakan peristiwa tersebut melalui sekuen-sekuen gambar yang bersifat abstraksi. Kata kunci yang terpenting bagi Bresson adalah “sinematografi yang utama adalah seni tentan bentuk (form), sebelum ia adalah sebuah seni dari isi (content)”. Yang dalam konteks ini bentuk adalah kekuatan utama dalam sinematografi yang membentuk isinya. Sedemikian hingga bagi Bresson kekuatan sinema adalah bukan pada kemampuan reproduksi yang mampu menangkap detail setiap detika dari peristiwa yang melimpah dari sebuah persepsi manusia yang tunggal, namun karena kamera mampu melawan intelegensi yang didasari oleh makna sinematografi yang didapatkan melalui rangkaian irama pada gambar-gambar yang ia urai.

Image yang bertransformasi kepada image yang lain menjadikan pengertian representasi pada sinematografi pada dasarnya adalah bukan karena kaidah gambar yang mengikuti logika. Kejujuran representasi sinema justru didapatkan melalui pelanggarannya terhadap logika. Kebenaran filemis memiliki kemandiriannya sendiri terhadap kaidah-kaidah pembentukan makna diluar kerangka logika yang berlaku pada umumnya. Dalam pandangan Bresson image selalui mengalami transformasi ketika diikuti oleh image yang lain, “…warna biru tidak sama biru disamping warna hijau, kuning, merah. Tidak ada seni tanpa transformasi.”[5] Hal inilah yang bagi Bresson sinematografi tidak bisa menjadi kebenaran teater maupun kebenaran dalam seni yang lain, bahkan kebenaran dalam nalar logika secara umum. Kebenaran sinematografis adalah kebenaran image yang berelasi, sehingga nalar logika dan kebenaran dalam sinematografi memiliki kemandiriannya sendiri.

Pencopet_Robert Bresson 01

Adegan peristiwa pencopetan yang diperlihatkan dalam beberapa scene pada filem “Pencopet” ini, tidak mengandaikan sebuah nalar yang berlaku secara umum. Bresson seakan menghadirkan (present) sebuah peristiwa tanpa tendensi moral, sehingga menjadikan peristiwa kejahatan sebagai sebuah realitas dalam sebuah cara pandang baru. Adegan-adegan peristiwa pencopetan yang dilakukan oleh Michel dengan sekelompok kawanannya, adalah sebuah metafora-metafora dari bahasa sinematografi yang menjadikan kejahatan yang dilihat melalui mata estetis. Bresson berangkat dari kodrat bahasa sinematografi dan kemudiaan menjelaskan peristiwa kejahatan melalui kacamata estetis yang dihasilkan dari bahasa sinematografi tersebut. Dengan demikian pengertian kejahatan bukan berasal dari sebuah teks yang definitif tentang makna kejahatan, namun lebih dihadirkan dalam cara pandang sinematografis dalam rangkaian image fiksional yang membentuk maknanya sendiri. Inilah yang kemudian tendensi moral dalam memandang kisah kejahatan pencopetan dalam filem “Pencopet” ini seakan ditunda atau diabaikan, karena dirangkai dalam kacamata sinematografi dan bukan melalui teks yang definitif. Dalam konteks ini, pemaknaan kejahatan menjadi persoalan yang murni estetis dan bukan persoalan moral.

 

Bahan Rujukan
Robert Bresson. Notes on the Cinematography (Translated by Jonathan Griffin). New York: Urizen Book 1977

[divider]

[1] Robert Bresson. “Notes on the Cinematography” (Translated by Jonathan Griffin). New York: Urizen Book , 1977: hlm. 2.
[2] Ibid. hlm. 32.
[3] Ibid, hlm. 2.
[4] Ibid, hlm. 24.
[5] Ibid, hlm. 5.

Recommended Posts

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Start typing and press Enter to search